Makalah Aspek Filsafat Dalam Islam
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah Islam mencatat bahwa sejak abad pertengahan, yakni abad ke-16 hingga sekarang umat Islam terjebak pada bentuk doktriner, formalitas, ritualitas, tanpa makna dan tanpa spirit. Mereka misalnya melaksanakan sejumlah rukun Islam, seperti sholat, puasa, zakat, haji. Namun berhenti sampai sekadar menggugurkan kewajiban. Pelaksanaan rukun Islam ini seharusnya melahirkan sikap jujur, amanah, disiplin, etos kerja yang tinggi, menghargai waktu, tolong menolong, toleransi, persaudaraan, kepedulian sosial, terbuka, menghargai pendapat orang lain, selalu mencari hal-hal yang terbaik bagi kepentingan bersama, dan lain sebagainya. Hal ini terjadi karena pemikiran filsafat sudah ditinggalkan oleh umat Islam, dan orang yang mempelajarinya dianggap sebagai murtad dan kafir zindik.
Kesadaran untuk mempelajari kembali filsafat yang dapat melahirkan spirit mulai terjadi pada abad modern, yang dimulai pada akhir abad kedelapan belas. Filsafat sebagaimana diketahui adalah upaya yang sungguh-sungguh, mendalam, sistematik, radikal, dan universal dalam menemukan inti, hakikat,substansi, dan gagasan tentang sesuatu. Ayat-ayat Al-Qur’an yang memerintahkan manusia menggunakan pemikiran tersebut, ternyata jumlahnya jauh lebih banyak dari pada ayat yang memerintahkan manusia untuk mengerjakan sholat. Karena demikian pentingnya penggunaan akal dalam beragama hingga Nabi Muhammad SAW menyatakan: al-din huw al-aql laa diina lima laa aqla lahu. Artinya: “Beragama itu harus dengan menggunakan akal, dan tidak dapat dianggap sempurna keagamaan seseorang yang tidak menggunakan akalnya.”
Dengan memerhatikan penjelasan tersebut, maka kajian terhadap filsafat ini merupakan hal yang penting, terutama dalam rangka membangun kembali kejayaan umat Islam di masa sekarang dan masa yang akan datang.[1]
B. Rumusan Masalah
- Apakah pengertian filsafat dan filsafat Islam?
- Bagaimanakah perbedaan filsafat Islam dengan filsafat Barat?
- Apakah latar belakang lahirnya filsafat Islam?
- Siapa saja tokoh-tokoh filsafat Islam?
- Apa saja pokok-pokok masalah yang dibahas dalam filsafat Islam?
- Bagaimanakah cara menyikapi perbedaan para filosof Islam?
- Apa saja manfaat Filsafat Islam bagi kehidupan?
C. Tujuan Penulisan
- Untuk mengetahui pengertian dari filsafat dan filsafat Islam.
- Untuk mengetahui perbedaan dari filsafat Islam dan filsafat Barat.
- Untuk mengetahui latar belakang lahirnya filsafat Islam.
- Untuk mengetahui tokoh-tokoh filsafat Islam.
- Untuk mengetahui pokok-pokok masalah yang dibahas dalam filsafat Islam.
- Untuk mengetahui cara menyikapi perbedaan para filosof Islam.
- Untuk mengetahui Filsafat Islam bagi kehidupan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat
Secara etimologis, kata filsafat berasal dari bahasa Yunani, yakni dari kata philo yang berarti cinta, suka, senang, serta kata Sophia yang berarti pengetahuan dan kebijaksanaan. Berkaitan dengan hal ini, al-Syaibani berpendapat bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha untuk mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya, dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Dengan demikian, maka filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.
Selanjutnya kata Islam berasal dari bahasa Arab aslama, yuslimu, islaman yang berarti patuh, tunduk, berserah diri, serta memohon selamat dan sentosa. Kata tersebut berasal dari salima yang berarti selamat, sentosa, aman, dan damai.
Menurut Asy’ari, filsafat Islam pada dasarnya merupakan medan pemikiran yang terus berkembang dan berubah. Dalam kaitan ini, diperlukan pendekatan historis terhadap Filsafat Islam yang tidak hanya menekankan pada studi tokoh, tetapi yang lebih penting lagi adalah memahami proses dialektika pemikiran yang berkembang melalui kajian-kajian tematik atas persoalan-persoalan yang terjadi pada setiap zaman.[2]
B. Perbedaan Filsafat Islam Dengan Filsafat Barat
Banyak pendapat yang mengatakan bahwa filsafat lahir dari Yunani, namun ada juga yang mengatakan bahwa filsafat dimulai dari Islam. Ada lagi yang berpendapat asal mula filsafat dari gabungan keduanya.
Filsafat Barat adalah hasil pemikiran radikal oleh para filosof Barat sejak abad pertengahan sampai abad modern. Sedangkan Filsafat Islam adalah berpikir bebas, radikal dan berada pada taraf makna yang mempunyai sifat, corak dan karakter yang menyelamatkan dan kedamaian hati.
Filsafat Islam segala bentuk pemikiran ilmuwan muslim yang mendalam secara teoritis maupun empiris, bersifat universal yang berlandaskan Wahyu. Filsafat Islam merupakan pengembangan filsafat Plato dan Aristoteles yang telah dilandasi dengan ajaran Islam dan memadukan antara filsafat dan Agama, filsafat yang berciri religius dan berusaha sekuat tenaga memasukkan teks agama dengan akal.
Tujuan Filsafat barat dan filsafat islam sebenarnya hampir sama. Namun karena terjadinya perbedaan agama maka pada filsafat islam ada yang membatasinya, yaitu menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam dengan mempergunakan akal sampai pada hakikatnya, jadi dalam filsafat objeknya tidak membatasi diri. Dalam filsafat membahas tentang objeknya sampai kedalamannya, sampai ke radikal dan totalitas.[3]
C. Latar Belakang Lahirnya Filsafat Islam
Latar belakang filsafat Islam tidak dapat dipisahkan dari pemikiran filosofnya yang dipengaruhi oleh para filosof Yunani, karena para filosof Islam menuntut ilmu kepada filosof Yunani. Berikut adalah sejarah bagaimana terjadinya kontak antara Filosof Islam dengan Filosof Yunani.
Pada zaman awal perkembangan Islam, sebenarnya kaum muslimin tidak bermaksud mengutip pemikiran filsafat dari pihak manapun juga. Mereka tidak menaruh perhatian soal tersebut , bahkan sama sekali tidak berniat mengutip ilmu apapun juga dan tidak pernah memikirkannya. Kalau di kemudian hari ada sebagian dai ilmu-ilmu tersebut yang merembes kedalam pemikiran orang-orang Arab, itu semata-mata karena keharusan yang tak dapat dihindari, karena semakin eratnya hubungan mereka dengan bangsa-bangsa lain di sekitar negerinya. Hubungan seperti itu memang sudah terjadi sejak zaman jahiliyah, tetapi masih terbatas dalam ruang lingkup yang amat sempit. Misalnya, Al-Harits Bin Kaldah As-Saqofi, belajar ilmu kedokteran pada suatu perguruan di Jundi Sabur, Persia dan di kenal sebagai dokter Arab.
Sebuah riwayat yang berasal dari sa’ad bin abi waqash mengatakan, ketika ia menderita sakit, Rasul Allah SAW datang menjenguknya saat itu beliau menyarankan: ”Datanglah kepada al-Harits bin kaldah, ia mengetahui tentang kedokteran”.
Akan tetapi Ilmu pengetahuan yang diperoleh al-Harits dapat ditanggap, cukup karena ia belum menguasai semua pokok dan cabang ilmu kedokteran secara ilmiah. Untuk itu memang diperlukan penguasaan Bahasa Suryani sebagai alat untuk dapat mempelajari berbagai buku kedokteran yang telah diterjemahkan kedalam Bahasa tersebut dan tersebar di Jundi Sabur. Ilmu pengetahuan di bidang itu pada umumnya di kuasai oleh orang-orang Suryani sendiri.
Mengenai bagaimana proses perpindahan ilmu kedokteran ke Jundi Sabur dan kenapa buku-buku kedokteran di terjemahkan dari Bahasa Yunani kedalam bahasa Suryani, baiklah kami ketengahkan kisahnya. Kisah kuno yang menurut sejarah merupakan kesinambungan dari zaman plato dan aristoteles, dua orang Filosofi yunani: yang satu menaruh perhatian besar pada problema matematika sedangkan yang kedua menaruh perhatian besar kepada masalah alam dan kedokteran. Kedua-duanya juga mempunyai perguruan filsafat masing-masing. Pada abad ke-3 SM Hipocrate juga telah mendirikan sebuah perguruan ilmu kedokteran. Kemudian setelah kota iskandariyah dibangun kota itu menjadi tempat peradaban Yunani yang lebih banyak bersifat Ilmiah daripada yang bersifat Filosofis. Dari perguruan tersebut lahir sejumlah ahli pikir besar seperti Euclide, Galenus, Archimedes, Ptolemaeus dan lain-lainnya lagi, yang telah berhasil meletakkan dasar-dasar ilmu pengetahuan seperti ilmu geometri, ilmu falak (astronomi) dan ilmu kedokteran. Hingga abad ke-6 kota Iskandariyah tetap menjadi mercusuar ilmu pengetahuan. Kemudian muncul pula di kota itu para ahli pikir generasi kedua yang mengatur, menyusun dan mempelajari buku-buku peninggalan para ahli pikir generasi pertama untuk bahan pengajaran. Dari para ahli pikir generasi kedua itulah orang-orang Arab menerjemahkan berbagai cabang ilmu pengetahuan.
Perguruan Iskandariyah tidak hanya memperhatikan soal-soal ilmu pengetahuan saja, tetapi juga semua bentuk kebudayaan, baik yang bersifat keagamaan, pemikiran, filsafat maupun kesusastraan. Mulai abad pertama hingga abad ke-3 M pembaharuan terhadap pembaharuan terhadap ajaran phytagoras cenderung ke arah masalah matematika dan moral. Demikian pula ajaran pluto, direvisi oleh plotinus yang menciptakan Neo Platonisme. Ia lahir dan dibesarkan di Mesir, memperoleh pendidikan di Iskandariyah dan berbahasa Yunani. Dialah yang menciptakan ajaran Enneads, yaitu ajaran filsafat yang menjelaskan terjadinya pelimpahan dari Yang Satu (supreme in material force). Sebagian dari bukunya diterjemahkan kedalam Bahasa Arab dengan nama Theologia. Teori “Pelimpahan”nya banyak mempengaruhi para filosof Islam.Muridnya yang bernama Porhyrius tidak kalah pengaruhnya dalam kehidupan filsafat Islam hal itu tidak mengherankan karena dialah yang menulis buku isagoge, kata dalam Bahasa Yunani yang terkenal di kalangan orang-orang Arab sampai Zaman kita ini. Isagoge bermakna “Pintu masuk” (madkhal), yakni pintu untuk memasuki pembicaraan tentang teori filsafat Aristoteles.
Demikianlah cuplikan sejarah awal mula para filosof islam mengadakan kontak dengan para filosof Yunani, yang merupakan latar belakang lahirnya Filsafat Islam.
Di dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat Al-Qur’an yang menyuruh manusia agar menggunakan akal pikiran untuk memikirkan tentang segala sesuatu yang diciptakan-Nya.Allah SWT berfirman.[4]
كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ …
…Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir. (QS al-Baqarah (2):219)
D. Para Filsuf Muslim
Menyadari arti penting filsafat itu, maka dalam sejarah Islam dijumpai sejumlah filsuf yang telah berjasa dalam membantu umat manusia menemukan inti, hakikat, ajaran utama, dan nilai-nilai luhur yang dibutuhkan manusia. Pemikiran mereka dalam bidang ini selanjutnya menjadi dasar bagi perumusan berbagai kebijakan dalam kehidupan. Mereka itu antara lain al-Kindi, al-Farabi, Ibn Miskawaih, Ibn Sina, Al-Ghazali, Ibn Bajjah, Ibn Tufail, dan Ibn Rusyd. Penjelasan tentang tokoh-tokoh ini secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. AL-KINDI
Al-Kindi bernama lengkap adalah Abu Yusuf Ya’qub Ibn Ishaq al-Kindi. Ia lahir di Kuffah pada tahun 796 M. Ia berasal dari keluarga bangsawan Arab dari Kindah di Arabia Selatan. Dialah satu-satunya filsuf Islam yang berasal dari keturunan Arab, dan karenanya ia disebut Failasauf al-A’rab (Filsuf Orang Arab).
Hal-hal yang berkaitan dengan pemikiran filsafatnya adalah sebagai berikut:
- Filsafat tentang Alam. Alam bagi al-kindi bukan kekal di zaman lampau (qadim), tetapi mempunyai permulaan. Karena itu, ia lebih dekat dengan hal ini pada filsafat platinus yang mengatakan yang maha satu adalah sumber dari alam ini dan sumber dari segala yang ada. Alam ini adalah alam emanasi dari yang maha satu tetapi paham emanasi ini kelihatannya tidak jelas dalam filsafat al-Kindi.
- Hubungan Filsafat dan Agama. Menurut al-Kindi, bahwa antara filsafat dan agama tidak ada pertentangan, ilmu tauhid Atau teologi adalah cabang termulia dari filsafat.Filsafat membahas tentang kebenaran atau hakikat sesuatu.kalau ada hakikat-hakikat meski ada hakikat yang pertama (Al-haqq al- Awwal). Hakikat yang pertama itu adalah tuhan. Dengan demikian, pemikiran filsafat sejalan dengan agama yang juga membicarakan tentang tuhan
- Falsafah tentang Jiwa. Menurut al-Kindi, bahwa jiwa manusia mempunyai tiga daya yaitu daya bernafsu yang berpusat di perut, daya berani yang berpusat di dada, dan daya berpikir yang berpusat di kepala. Daya berpikir inilah yang selanjutnya disebut akal.
2. IBNU BAJJAH
Ibnu Bajjah bernama lengkap Abu Bakar Muhammad Ibn Yahjja Ibn al-Sayigh Ibn Bajjah. Di Eropa dikenal dengan nama Avempace. Ibn Bajjah adalah seorang filsuf dari Andalusia. Ia lahir di Saragosa pada penutup abad kelima Hijriah dan meninggal di Fes pada tahun 533 H.
Ibn Bajjah banyak menulis tafsiran tentang filsafat Aristoteles. Bukunya yang terkenal ialah Tadbir al-Muatawahhid. Menurut pendapatnya, untuk sampai pada kebenaran seseorang harus menempuh jalan filsafat. Namun demikian, menurutnya, tidak semua orang dapat berfilsafat, karena umumnya orang mudah digoda oleh hidup duniawi dan kesenangan jasmani. Untuk mencari kebenaran orang harus menyendiri dan meninggalkan masyarakat umum. Para filsuf sebaiknya membentuk masyarakat tersendiri, jauh dari masyarakat yang lebih mementingkan hidup kematerian itu. Dalam masyarakat tersendiri serupa itulah orang akan dapat sampai kepada kebenaran.
3. AL-FARABI
Al-Farabi bernama lengkap Abu Nasr Muhammad Ibn Muhammad Ibn Tarkhan Ibn Uzlagh al- Farabi. Selain al-Kindi, al-Farabi pun mempunyai gelar yaitu al-Muallim al-Tsani (Guru Kedua). Adapun guru pertamanya adalah Aristoteles. Di dunia Latin ia di kenal dengan nama Alpharabius.
Hal-hal yang berkaitan dengan pemikiran filsafatnya adalah sebagai berikut:
- Jiwa. jiwa adalah jauhar rohani sebagai form dari jasad. Kesatuan keduanya merupakan kesatuan secara accident, artinya masing-masing keduanya mempunyai substansi yang berbeda dan binasanya jasad tidak membawa binasa bagi jiwa.Jiwa manusia berasal dari ilahi, sedangkan jasad berasal dari alam khalq, berbentuk, berupa, berkadar, dan bergerak. Jiwa diciptakan tatkala jasad siap menerimanya
- Rekonsiliasi Al-Farabi. Al-Farabi telah berhasil merekonsiliasi beberapa ajaran filsafat sebelumnya, seprti Plato dan Aristoteles dan juga antara agama dan filsafat. Oleh karena itu, ia dikenal sebagai filosof sinkretisme yang mempercayai kesatuan filsafat. Al-Farabi berkeyakinan bahwa aliran filsafat yang bermacam-macam itu hakikatnya hanya satu, karena tujuan filsafat ialah memikirkan kebenaran, sedangkan kebenaran itu hanya satu macam dan serupa pada hakikatnya. Justru itu semua aliran filsafat pada prinsipnya tidak ada perbedaan kalau pun beda hanya pada lahirnya.[5]
E. Pokok-Pokok Masalah Yang Di Bahas Dalam Filsafat Islam
Di antara persoalan yang dibahas oleh para filsuf Islam adalah soal akal, wahyu, politik, penciptaan alam, akhlak, teologi, hukum islam, dan tasawuf. Berbagai masalah tersebut termasuk hal-hal yang penting dalam kajian akademik dan kehidupan manusia. Dalam hal ini akan dibahas masalah tentang akal dan wahyu, timbulnya yang banyak dari Tuhan atau kejadian alam, soal roh, dan kelanjutan hidup sesudah roh terlepas dari badan.
1. Hubungan Filsafat (Akal) dan Agama
Hubungan filsafat dan agama merupakan hubungan yang sangat erat kaitannya. Filsafat dan agama samawi tidak bisa bertentangan. Dalam kajiannya filsafat membahas tentang kebenaran dan wahyu membawa informasi tentang kebenaran. Keduanya sama-sama membahas tentang kebenaran. Selanjutnya agama disamping wahyu juga menggunakan akal, filsafat juga memakai akal. Filsafat yang paling tinggi adalah filsafat yang membahas al-haqq al-awwal. Membahas soal Tuhan diwajibkan dalam islam. Oleh karena itu mempelajari filsafat dalam islam tidak dilarang.
2. Tentang Kejadian Alam (Timbulnya yang Banyak dari Tuhan)
Dalam membahas Tuhan, para filsuf itu ingin menjelaskan keesaan mutlak Tuhan. Menurut al-Kindi, misalnya bahwa Tuhan adalah unik, tidak mengandung arti juz’i (particular) dan tidak pula mengandung arti kulli (universal). Ia adalah semata-mata satu. Hanya ialah yang satu, selain-Nya mengandung arti banyak.
Untuk menjauhkan Tuhan dari arti banyak al-Farabi sebagaimana Plotinus berpendapat, bahwa alam ini memancar dari Tuhan dengan melalui akal-akal yang jumlahnya sepuluh.Antara alam materi dan Tuhan terdapat pengantara. Tuhan berpikir tentang diri-Nya dan dari pemikiran ini timbullah tama. Akal pertama berpikir tentang Tuhan, dan dari pemikiran ini timbullah akal kedua. Akal kedua ini berpikir tentang Tuhan, dan timbullah akal ketiga dengan demikian seterusnya sehingga terwujud akal kesepuluh.
3. Tentang Roh dan Kelangsungan Hidup
Menurut al-Kindi, bahwa roh bersifat sederhana, substansinya berasal dari substansi Tuhan. Hubungannya dengan Tuhan sama dengan hubungan cahaya dengan matahari. Roh adalah lain dari badan, dan mempunyai wujud tersendiri. Dengan perantara rohlah manusia memperoleh pengetahuan panca indra dan pengetahuan akal. Pengetahuan panca indra hanya mengenai yang lahir saja dan dalam hal ini manusia dan binatang sama. Pengetahuan akal menggambarkan hakikat, dan hanya dapat diperoleh manusia, dengan syarat ia harus melepaskan dirinya terlebih dahulu dari sifat kebinatangan yang terdapat dalam tubuhnya.[6]
F. Menyikapi Perbedaan Pendapat Para Filosof Islam
Sikap terbuka dan toleransi sangat diperlukan dalam menyikapi perbedaan pendapat para ahli filsafat mengenai filsafat Islam agar masing-masing diantaranya tidak merasa yang paling benar. Karena kebenaran itu hanya milik Allah. Para ulama yang menyampaikan pendapatnya masih memposisikan pendapat mereka di bawah Al-Qur’an. Hal ini membuat perbedaan tidak menjadi suatu masalah untuk perpecahan. Meskipun mereka memiliki pendapat yang berbeda, lantas tidak membuat kita tidak memahami dan menyikapi perbedaan secara Islami. Bahkan pendapat mereka bersifat relativitas atau fleksibel yang tergantung dengan situasi dan kondisi pada waktu itu. Sikap ini perlu kita teladani dalam menjalani kehidupan agar perbedaan menjadikan kita menjadi lebih dekat dan mawas diri.
G. Manfaat Filsafat Islam Bagi Kehidupan
- Filsafat akan mengajarkan untuk melihat segala sesuatu secara multi dimensi
- Filsafat mengajarkan kepada kita untuk mengerti tentang diri sendiri dandunia
- Filsafat mengasah hati dan pikiran untuk lebih kritis terhadap fenomena yang berkembang
- Filsafat dapat mengasah kemampuan kita dalam melakukan penalaran
- Belajar dari para filsuf lewat karya-karya besar mereka
- Filsafat akan membuka cakrawala berpikir yang baru
- Filsafat membantu kita untuk dapat berpikir dengan lebih rasional
- Filsafat membantu menjadi diri sendiri
- Filsafat dapat membangun semangat toleransi.[7]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Filsafat Islam artinya berpikir dengan bebas dan radikal namun tetap berada pada makna, yang mempunyai sifat, corak, serta karakter yang menyelamatkan dan memberi kedamaian hati yang tetap berlandaskan pada Al-Qur’an dan As-Sunah. Perbedaan filsafat Islam dengan filsafat Barat adalah filsafat Barat memiliki paham sekularisme yang memisahkan antara agama dengan filsafat sedangkan filsafat Islam bersifat universal namun berlandaskan agama.
Latar belakang lahirnya filsafat islam adalah karena pada abad ke 16 umat islam menjalankan ibadah hanya sebatas menggugurkan kewajiban. Tokoh-tokoh dalam filsafat Islam diantaranya, al-Kindi, al-Farabi, dan Ibn Bajjah. Pokok-pokok masalah yang dibahas dalam filsafat Islam adalah hubungan filsafat (akal) dan agama, tentang kejadian alam, dan tentang roh serta kelangsungan hidup.
Cara menyikapi perbedaan pendapat para filosof mengenai filsafat islam adalah dengan cara sikap terbuka dan toleransi. Dengan mempelajari filsafat islam kita dapat melihat segala sesuatu tidak hanya di permukaannya saja tetapi lebih jauh dalam dan luas. Selain itu manfaat mempelajari filsafat membuat kita memahami diri dan sekeliling dengan pertanyaan-pertanyaan mendasar. Filsafat mengasah pikiran untuk lebih kritis. Hal ini membuat kita tidak begitu saja menerima sesuatu tanpa mengetahui maksudnya.
DAFTAR PUSTAKA
Nata, Abuddin. Studi Islam Komprehensif. Jakarta: Kencana, 2011.
Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003.
Al-Bawain, Ahmad Fuad. Filsafat Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008.
Zar, Sirajuddin. Filsafat Islam. Jakarta: Rajawali Pres, 2007.
Misbah. (sumber: https://misbahusurur24.blogspot.com/2018/01/makalah-filsafat-islam-dan-barat.html). 2018.
Ana, Chy. Manfaat Belajar Filsafat Bagi Kehidupan. (sumber: http://manfaat.co.id/20-manfaat-belajar-filsafat-bagi-kehidupan). 2015.
__________________
[1] Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif, (Jakarta: Kencana, 2011), ed. 1, cet. 1, hlm. 285-288
[2] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), ed. 1, cet. 8, hlm. 206
[3] Misbah, (sumber: https://misbahusurur24.blogspot.com/2018/01/makalah-filsafat-islam-dan-barat.html), 2018.
[4] Ahmad Fuad Al-Bawain, Filsafat Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008),
[5] Sirajuddin Zar, Filsafat Islam, (Jakarta: Rajawali Pres, 2007), hlm. 68
[6] Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif, (Jakarta: Kencana, 2011), ed. 1, cet. 1, hlm. 304-306
[7] Chy Ana, Manfaat Belajar Filsafat Bagi Kehidupan, (sumber: http://manfaat.co.id/20-manfaat-belajar-filsafat-bagi-kehidupan), 2015.
Baca juga: Karya Tulis