Makalah

Makalah Teori Perubahan Perilaku Individu

BAB I
PENDAHULUAN
 
A. Latar Belakang
  Semua organisasi merupakan bagian dari sistem sosial yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Masyarakat itu sendiri memiliki sifat dinamis, selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Karakteristik masyarakat seperti itu menuntut organisasi untuk juga memiliki sifat dinamis. Tanpa dinamika yang sejalan dengan dinamika masyarakat, organisasi tidak akansurvive apalagi berkembang. Ini berarti bahwa perubahan dalam suatu organisasi merupakan kebutuhan yang tidak dapat dihindari. Secara terus menerus organisasi harus menyesuaikan diri dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di lingkungannya. Proses penyesuaian dengan lingkungan merupakan salah satu permasalahan besar yang dihadapi organisasi modern.
   Kecuali perubahan yang bertujuan menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan, organisasi kadang-kadang menganggap perlu secara sengaja melakukan perubahan guna meningkatkan keefektifan pencapaian tujuan yang sudah ditetapkan. Karena sifat dan tujuan setiap organisasi berbeda satu sama lain maka frekuensi dan kadar perubahan yang terjadinya pun tidak selalu sama. Organisasi-organisasi tertentu lebih sering mengalami perubahan, sementara organisasi lain relatif jarang melakukannya.
    Menghadapi kondisi lingkungan yang selalu berubah tersebut, tidak ada cara lain yang lebih bijaksana bagi seorang pimpinan kecuali dengan memahami hakekat perubahan itu sendiri dan menyiapkan strategi yang tepat untuk menghadapinya. Sekolah (sebagai bagian dari organisasi sosial) tidak luput dari kondisi sebagaimana dikemukakan di atas, yang berarti jika sekolah ingin survive apalagi berkembang dituntut untuk tanggap terhadap berbagai perubahan yang terjadi dan mampu merespon dengan benar.
 
B. Rumusan Masalah
  1. Jelaskan tentang perubahan individu, kerja, dan organsasi?
  2. Bagaimana cara membangun perubahan?
  3. Bagimana cara mengelola perubahan terencana?
  4. Apa saja yang diubah oleh agen perubahan?
  5. Jelaskan tentang penolakan terhadap perubahan?
  6. Bagaimana cara menanggulangi penolakan terhadap perubahan?
C. Tujuan Penulisan
  1. Untuk mengetahui tentang perubahan individu, kerja, dan organsasi.
  2. Untuk mengetahui tentang cara membangun perubahan.
  3. Untuk mengetahui tentang cara mengelola perubahan terencana.
  4. Untuk mengetahui tentang apa saja yang diubah oleh agen perubahan.
  5. Untuk mengetahui tentang penolakan terhadap perubahan.
  6. Untuk mengetahui tentang cara menanggulangi penolakan terhadap perubahan.
BAB II
PEMBAHASAN
 
A. Perubahan Individu
      Bentuk-bentuk Perubahan Perilaku Individu.
1. Perubahan Alamiah (Natural Change). Perilaku manusia selalu berubah. Sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah. Contoh: perubahan perilaku yang disebabkan karena usia seseorang.
2. Perubahan terencana (Planned Change). Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek. Contoh: perubahan perilaku seseorang karena tujuan tertentu atau ingin mendapatkan sesuatu yang bernilai baginya.
3. Kesediaan untuk berubah (Readdiness to Change). Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan di dalam organisasi, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut, dan ada sebagian orang lagi sangat lambat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut. Contoh: perubahan teknologi pada suatu lembaga organisasi, misal dari mesin ketik manual ke mesin komputer, biasanya orang yang usianya tua sulit untuk menerima perubahan pemakaian teknologi tersebut.
 
B. Strategi Perubahan Perilaku Individu
      Beberapa strategi untuk memperoleh perubahan perilaku, dikelompokkan menjadi tiga:
1. Menggunakan kekuatan/kekuasaan atau dorongan. Misal: dengan adanya peraturan-peraturan/perundang-undangan yang harus dipatuhi oleh anggota masyarakat. Strategi ini dapat berlangsung cepat akan tetapi belum tentu berlangsung lama karena perubahan perilaku terjadi tidak atau belum didasari oleh kesadaran sendiri.
2. Pemberian informasi. Dengan memberikan informasi-informasi tentang sesuatu hal yang berkaitan dengan hal tertentu.
3. Diskusi partisipasi. Cara ini adalah sebagai peningkatan cara yang kedua di atas yang dalam memberikan informasi-informasi tentang peraturan baru organisasi tidak bersifat searah saja tetapi dua arah.
 
C. Teori Tentang Perubahan Perilaku Individu
1. Teori Kurt Lewin. 3 kemungkinan terjadinya perubahan perilaku pada diri seseorang itu, yakni:
  • Kekuatan-kekuatan pendorong meningkat. Hal ini terjadi karena adanya stimulus-stimulus yang mendorong untuk terjadinya perubahan-perubahan perilaku. Stimulus ini berupa informasi-informasi sehubungan dengan perilaku yang bersangkutan.
  • Kekuatan-kekuatan penahan menurun. Hal ini akan terjadi karena adanya stimulus-stimulus yang memperlemah kekuatan penahan tersebut.
  • Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan penahan menurun. Dengan keadaan semacam ini jelas juga akan terjadi perubahan perilaku.
2. Teori Stimulus-Organisme-Respons (SOR). Perubahan perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Artinya kualitas dari sumber komunikasi (sources). Proses perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari:
  • Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus itu tidak efektif mempengaruhi perhatian individu dan berhenti disini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif.
  • Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka ia mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses berikutnya. Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap).
  • Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan perilaku).
3. Teori Fungsi. Menurut Katz (1960) perilaku dilatarbelakangi oleh kebutuhan individu yang bersangkutan. Katz berasumsi bahwa:
  • Perilaku itu memiliki fungsi instrumental, artinya dapat berfungsi dan memberikan pelayanan terhadap kebutuhan. Seseorang dapat bertindak (berperilaku) positif terhadap objek demi pemenuhan kebutuhannya. Sebaliknya bila objek tidak dapat memenuhi memenuhi kebutuhannya maka ia akan berperilaku negatif.
  • Perilaku dapat berfungsi sebagai defence mecanism atau sebagai pertahanan diri dalam menghadapi lingkungannya. Artinya dengan perilakunya, dengan tindakan-tindakannya, manusia dapat melindungi ancaman-ancaman yang datang dari luar.
  • Perilaku berfungsi sebagai penerima objek dan memberikan arti. Dalam peranannya dengan tindakannya itu, seseorang senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dengan tindakan sehari-hari tersebut seseorang telah melakukan keputusan-keputusan sehubungan dengan objek atau stimulus yang dihadapi. Pengambilan keputusan yang mengakibatkan tindakan-tindakan tersebut dilakukan secara spontan dan dalam waktu yang singkat.
  • Perilaku berfungsi sebagai nilai ekspresif dari diri seseorang dalam menjawab suatu situasi. Nilai ekspresif ini berasal dari konsep diri seseorang dan merupakan pencerminan dari hati sanubari. Oleh sebab itu perilaku itu dapat merupakan “layar” dimana segala ungkapan diri orang dapat dilihat. Misalnya orang yang sedang marah, senang, gusar, dan sebagainya dapat dilihat dari perilaku atau tindakannya.
Teori ini berkeyakinan bahwa perilaku itu mempunyai fungsi untuk menghadapi dunia luar individu dan senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannya menurut kebutuhannya.
 
Moh Surya (1997) mengemukakan ciri-ciri dari perubahan perilaku, yaitu:
1. Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional). Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin bertambah atau keterampilannya semakin meningkat, dibandingkan sebelum dia mengikuti suatu proses belajar.
2. Perubahan yang fungsional. Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa mendatang.
3. Perubahan yang bersifat positif. Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menujukkan ke arah kemajuan.
4. Perubahan yang bersifat aktif. Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya melakukan perubahan. Misalnya, manajer ingin memperoleh pengetahuan baru tentang strategi bisnis, maka manajer tersebut aktif melakukan kegiatan membaca dan mengkaji buku-buku strategi bisnis, berdiskusi dengan manajer lain tentang strategi bisnis dan sebagainya.
5. Perubahan yang bersifat permanen. Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan menjadi bagian yang melekat dalam dirinya. Misalnya, manajer belajar mengoperasikan program akuntansi, maka penguasaan keterampilan mengoperasikan komputer program akuntansi tersebut akan menetap dan melekat dalam diri mahasiswa tersebut.
6. Perubahan yang bertujuan dan terarah. Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Misal seorang manajer mempelajari strategi bisnis mempunyai tujuan jangka pendeknya untuk tahu tentang apa-apa yang akan dilakukan dalam dunia bisnis, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk ahli dalam bisnis dan mungkin untuk opromosi ke jabatan yang lebih tinggi karena telah menguasai bidang tertentu.
7. Perubahan perilaku secara keseluruhan. Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan keterampilannya.
 
D. Cara-cara Merubah Perilaku Individu
1. Dengan Paksaaan. Ini bisa dengan: Mengeluarkan instruksi atau peraturan, dan ancaman huluman kalau tidak mentaati instruksi atau peraturan tersebut.
2. Dengan memberi imbalan. lmbalan bisa berupa materi seperti uang atau barang, tetapi blsa juga imbalan yang tidak berupa materi, seperti pujian, dan sebagainya.
3. Dengan membina hubungan baik. Kalau kita mempunyai hubungan yang baik dengan seseorang atau dalam organisasi. biasanya orang tersebut akan mengikuti anjuran kita untuk berbuat sesuatu.
4. Dengan menanamkan kesadaran dan motivasi pada individu sehingga individu akan berubah dengan kesadaran dirinya.
5. Dengan menunjukkan contoh-contoh pada individu dalam organisasi untuk melakukan tindakan tertentu yang diinginkan organisasi.
 
E. Perubahan prosedur kerja
    Dalam bidang prosedur kerja dapat saja terjadi dengan atau tanpa perubahan dalam struktur organisasi. Perubahan dalam prosedur kerja dapat terjadi secara menyeluruh dan mencakup seluruh peroses administrasi, ataupun terjadi secara inkeremental artinya hanya mencakup sebagian proses administrasi. Pembagian perubahan prosedur kerja meliputi:
1. Perubahan prosedur kerja dalam kegiatan investigatif dalam rangka analisa dan perumusan kebijaksanaan. Dalam rangka analisa san perumusan kebijaksanaan, organisasi-organisasi modern melakukan kegiatan investigatif atau dengan kata lain usaha pengumpulan informasi.
2. Perubahan prosedur kerja dalam perumusan kebijaksanaan. Hal ini berkaitan dengan manajemen dan gaya kepemimpinan para pemimpin organisasi. Artinya, jika seorang pemimipin menerapkan manajemen terbuka dan sifatnya partisipatif, ia akan mengajak bawahannya untuk berperan aktif dalam perumusan kebijaksanaan. Cara dan pendekatan seperti ini mungkin terasa berbelit-belit dan rumit, akan tetapi dipandang dari segi perilaku administratif, jalan inilah merupakan cara yang terbaik. Atau sebaliknya ketika seorang pemimpin menjalankan manajemen yang sifatnya otoriter ia akan menutup partisipasi bawahannya dalam proses perumusan kebijaksanaan tersebut
3. Perubahan prosedur kerja dalam proses pengambilan keputusan. Sebagaimana halnya dengan proses perumusan kebijaksanaan, proses pengambilan keputusan juga berkaitan dengan manajemen dan gaya kepemimpinan para pemimpin organisasi. Dalam proses ini perlu dirumuskan secara tegas dan jelas sifat dan bentuk keterlibatan berbagai pihak, termasuk segala perubahan yang dianggap perlu untuk peningkatan efisiensi dan efektifitas kerja baik di tingkat individual maupun pada tingkat organisasional.
4. Perubahan prosedur dalam perencanaan. Hal ini berkaitan dengan kepekaan dan sikap tanggap terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam berbagai bidang diluar organisasi yang pengaruhnya dirasakan dalam pelaksanaan tugas fungsional organisasi. Perubahan-perubahan tersebut berimplikasi terhadap kualitas, jenis dan bentuk informasi yang diperlukan dalam menyusun rencana yang pada gilirannya mungkin menuntut perubahan dalam prosedur kerja.
5. Perubahan prosedur kerja dalam pengorganisasian. Hal ini berkaitan dengan perubahan yang bersifat struktural dalam organisasi.
6. Perubahan perubahan prosedur kerja dalam pergerakan bawahan. Hal ini berkaitan dengan faktor motivasional yang bersifat kebendaan dan non-kebendaan dari para anggota organisasi. Para anggota organisasi akan menerima perubahan yang akan terjadi apabila dalam diri mereka timbul keyakinan bahwa perubahan yang terjadi itu akan menguntungkan atau bahkan merugikannya. Disamping itu pimpinan organisasi memang perlu untuk selalu mencari dan menemukan prosedur baru yang dapat menguntungkan bagi organisasi dan yang memberi kemudahan bagi para anggotanya.
7. Perubahan prosedur kerja dalam melaksanakan tugas operasional. Hal ini berkaitan dengan kebiasaan, cara kerja dan prosedur kerja operasional yang sudah biasa dipergunakan oleh para petugas operasional yang yang tidak mudah untuk diubah. Masalahnya sering berubah dari masalah yang bersifat teknis menjadi masalah sikap.
8. Perubahan prosedur kerja dalam hal melakukan pengawasan. Pengawasan merupakan fungsi manajemen yang sangat penting artinya dalam meningkatkan efisiensi, efektifitas dan produktifitas kerja. Dengan kata lain, pengawasan amat penting peranannya dalam menghilangkan atau mengurangi pemborosan dan penyimpangan dari rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya, dalam usaha pengumpulan fakta dan data operasional dengan teknologi informasi dapat meningkatkan efisiensi pengawasan yang nantinya akan meningkatkan efisiensi organisasi.
 
F. Perubahan Organisasi
   Perubahan Organisasi adalah suatu proses dimana organisasi tersebut berpindah dari keadaannya yang sekarang menuju ke masa depan yang diinginkan untuk meningkatkan efektifitas organisasinya. Tujuannya adalah untuk mencari cara baru atau memperbaiki dalam menggunakan resources dan capabilities dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan organisasi dalam menciptakan nilai dan meningkatkan hasil yang diinginkan kepada stakeholders.
    Perubahan dalam organisasi merupakan isu penting dalam suatu perusahaan, perubahan dapat memberikan kesempatan bagi organisasi untuk meningkatkan kinerja dari yang sebelumnya. Banyak hal yang dapat menjadi penyebab sebuah organisasi akan berubah, diantaranya adalah karena perusahaan perlu untuk merespon terhadap lingkungan bisnis yang selalu berubah. Dikutip dari Jurnal yang ditulis oleh Jeaw Mei Chen yang berjudul Organizational Change and Development, perubahan pada organisasi dapat dikarenakan oleh tiga teori yaitu:
1. Teori teleological, yang menjelaskan bahwa perubahan pada organisasi terjadi karena organisasi ingin menjadi yang lebih baik dengan selalu mengevaluasi, eksekusi, merancang tujuan – tujuan baru, dan sebagainya
2. Teori Life Cycle, yang menjelaskan bahwa perubahan dalam sebuah organisasi disebabkan tergantung pada lingkungan eksternal, siklus melalui tahapan awal hingga akhir.
3. Teori Dialectical, yang menjelaskan bahwa organisasi adalah seperti multi cultural society. Ketika ada satu bagian yang menguasai yang lainnya, maka nilai dan tujuan organisasi akan diperbaharui.[1]
 
G. Cara Membangun Perubahan
     Menurut Vithzal Rivai dan Deddy Mulyadi, 383:2009 cara membangun perubahan, sebagai berikut:
1. Menyediakan alasan untuk perubahan.
2. Partisipasi adalah merupakan cara yang mendasar untuk membangun dukungan yang berubah.
3. Berbagi penghargaan yang artinya dalam situasi perubahan, karyawan akan menerima penghargaan yang cukup dalam situasi perubahan.
4. Komunikasi dan pendidikan/pelatihan adalah merupakan hal efisien untuk mendapatkan dukungan terhadap perubahan.
5. Merangsang kesiapan karyawan agar karyawan menyadari perlu adanya perubahan.[2]
6. Bekerja dengan sistem secara menyeluruh.
 
H. Mengelola Perubahan terencana
    Sebuah pabrikan mobil utama menghabiskan miliaran dolar untuk memasang robotika yang mutakhir. Satu bidang yang akan menerima peralatan baru itu adalah kendali mutu. Peralatan canggih yang terkendalikan komputer itu akan ditempatkan untuk memperbaiki secara mencolok kemampuan perusahaan dalam menemukan dan mengoreksi cacat. Karena peralatan baru itu akan mengubah secara dramatis pekerjaan orang dalam bidang kendali mutu, dan karena manajemen mengantisipasi penolakan karyawan yang cukup kuat terhadap peralatan baru itu, ekskutif mengembangkan suatu program untuk membantu orang mengenali baik-baik peralatan itu dan menangani setiap kecemasan yang mungkin mereka rasakan.
    Skenario di atas merupakan contoh dari perubahan terencana. Artinya peristiwa itu di sangkut pautkan dengan perihal membuat sesuatu menjadi lain(perubahan). Apakah tujuan dari perubahan terencana? Pada hakikatnya ada dua. Pertama, perubahan itu mengupayakan perbaikan kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kedua, perubahan itu mengupayakan perubahan perilaku karyawan.
      Jika suatu organisasi ingin tetap hidup, organisasi itu harus menanggapi perubahan dalam lingkungan. Bila para pesaing memperkenalkan produk atau jasa baru, badan pemerintah memberlakukan undang-undang baru, sumber pentung pasokan gulung tikar, atau terjadi perubahan lingkungan yang serupa, organisasi itu perlu menyesuaiakan diri. Karena sukses atau kegagalan suatu organisasi pada hakikatnya disebabkan oleh hal-hal yang dilakukan atau gagal dilakukan oleh para karyawan, perubahan terencana juga peduli akan pengubahan perilaku individu-individu dan kelompok organisasi itu.
 
I. Hal yang Dapat Diubah oleh Para Pelaku Perubahan
1. Mengubah Struktur. Struktur suatu organisasi dapat didefinisikan sebagai tugas-tugas yang secara formal dibagi-dibagi, dikelompokan, dan dikoordinasi. Agen perubahan dapat mengubah satu atau lebih unsur utama dalam desain suatu organisasi. Misalnya, tanggung jawab departemental dapat di gabung, lapisan vertikal dihilangkan, dan rentang kendali dilebarkan untuk membuat organisasi itu lebih datar dan kurang birokratis. Lebih banyak aturan dan prosedur dapat dilaksanakan untuk meningkatkan pembakuan (standardisasi). Suatu desentralisasi dapat dilakukan untuk mempercepat proses pengambilan keputusan.
2. Mengubah Teknologi. Dewasa ini, perubahan teknologi biasanya mencakup dikemukakannya peralatan, alat, atau metode baru, otomatisasi; atau komputerisasi.[3] Faktor-faktor kompetitif atau inovasi di dalam suatu industri sering menuntut agen perubahan. Misalnya, banyak perusahaan alumunium telah memodernisasi secara mencolok pabrik-pabrik mereka akhir-akhir ini untuk bersaing dengan lebih efektif. Peralatan pemeliharan, tanur, dan pencetak yang lebih efiesien telah dipasang untuk mengurangi biaya memanufaktur satu ton alumunium.
3. Mengubah Setting Fisik. Tata letak ruang kerja hendaknya tidak merupakan kegiatan yang acak. Lazimnya dengan seksama manajemen mempertimbangkan tuntutan kerja, persyaratan interaksi formal, dan kebutuhan sosial ketika mengambil keputusan mengenai konfigurasi ruang, desain interior, penempatan peralatan, dan yang serupa. Misalnya, dengan dinding dan sekat yang dihilangkan dan dengan suatu desain kantor yang terbuka, karyawan akan lebih mudah saling berkomunikasi. Sama halnya, manajemen dapat mengubah kuantitas dan tipe pencahayaan, tingkat hangat dan dingin, tingkat dan tipe kebisingan, dan kebersihan area kerja, maupun dimeensi desain interior seperti perabot, dekorasi, dan bagan warna. Bukti menunjukan bahwa perubahan setting fisik, tidak dengan sendirinya mempunyai dampak yang besar pada kinerja organisasi maupun individu. Tetapi perubahan tersebut dapat membuat perilaku-perilaku karyawan tertentu lebih mudah atau lebih sukar untuk berprestasi. Dalam cara ini, kinerja karyawan dan organisasi dapat ditingkatkan atau dikurangi.
4. Mengubah Orang. Bidang terakhir tempat agen perubahan beroperasi adalah membantu individu dan kelompok dalam organisasi itu untuk bekerja sama secara lebih efektif. Lazimnya kategori ini mencakup perubahan sikap dan perilaku anggota organisasi lewat proses komunikasi, pengambilan keputusan, dan pemecahan masalah.
 
J. Penolakan terhadap Perubahan
    Salah satu penemuan yang paling baik terdokumentasi dari telaah-telaah mengenai perilaku individu dan organisasi adalah bahwa organisasi dan anggota mereka engggan terhadap atau menolak perubahan. Dalam arti tertentu, ini positif, Ini memberikan suatu tingkat kemantapan kepada, dan dapat diramalkannya perilaku. Tetapi ada sisi yang buruk yang pasti pada keenganan terhadap perubahan. Keengganan itu merintangi penyesuaian (adaptasi) dan kemajuan. Berikut adalah macam-macam keengganan terhadap perubahan:
1. Keengganan Individual. Sumber individual dari keengganan terhadap perubahan terletak dalam karakteristik manusiawi seperti misalnya persepsi, kepribadian, dan kebutuhan. Berikut ini ikhtisar lima alasan mengapa individu dapat menolak perubahan:
  • Kebiasaan. Sebagai manusia, kita merupakan makhluk kebiasaan. Hidup itu cukup rumit; kita perlu mempertimbangkan deretan lengkap pilihan-pilihan untuk ratusan keputusan yang harus kita ambil tiap harinya. Untuk mengatasi kerumitan ini, kita semua mengandalkan pada kebiasaan-kebiasaan atau respon-respon yang terprogram. Tetapi bila dihadapkan pada perubahan, kecenderungan untuk menanggapi dalam cara kita yang terbiasa menjadi sumber keengganan. Jadi bila departemen anda pindah kantornya yang baru di seberang kota, berarti kemungkinan besar anda harus banyak kebiasaan; bangun sepuluh menit lebih dini, menyusuri jalan baru ke tempat kerja, menemukan tempat parkir yang baru, menyesuaikan diri pada tata letak kanor yang baru, mengembangkan suatu rutin makan siang yang baru, dan seterusnya.
  • Keamanan. Orang dengan kebutuhan yang tinggi akan keamanan kemungkinan besar akan menolak perubahan karena perubahan itu mengancam perasaan aman mereka. Ketika Sears mengumumkan akan memberhentkan 50.000 orang atau Ford memperkenalkan peralatan robot yang baru, banyak karyawan pada perusahaan-perusahaan ini dapat merasa khawatir bahwa pekerjaan mereka berada dalam bahaya.
  • Faktor-Faktor Ekonomi. Suatu sumber lain dari keenganan individual adalah perihatinan bahwa perubahan itu akan mengurangi penghasilan seseorang. Perubahan dari tugas-tugas kerja atau kerutinan kerja yang telah mapan juga dapat membangkitkan rasa takut ekonomis jika orang-orang memprihatinkan bahwa mereka tidak akan mampu melakukan tugas atau kerutinan baru menurut standard mereka sebelumnya, teristimewa bila upah dikaitkan secara langsung produktivitas.
  • Rasa takut akan hal yang tidak diketahui. Perubahan menggantikan sesuatu yang telah diketahui dengan kedwiartian dan ketidakpastian. Tidak peduli betapa parahnya mungkin anda tidak menyukai kuliah, sekurang-kurangnya anda tahu apa yang diharapkan dari anda. Tetapi bila anda meninggalkan perguruan tinggi dan berpetualang ke dalam dunia kerja penuh waktu, tidak peduli betapa anda ingin meninggalkan perguruan tinggi, anda harus menukar hal yang diketahui dengan hal yang tidak diketahui.
2. Keengganan Organisasi
Enam sumber utama keenganan organisasi, sebagai berikut:
  • Kelembaman Struktural. Organisasi mempunyai mekanisme yang tertanam untuk menghasilkan kemantapan. Misalnya, secara sistematis proses seleksi memelih orang-orang tertentu untuk diambil dan orang tertentu untuk ditolak. Pelatihan dan teknik sosialisasi memperkuat persyaratan peran yang spesifik dan keterampilan. Formalisasi memberikan uraian jabatan, aturan, dan prosedur untuk diikuti oleh para karyawan. Orang-orang yang dipekerjakan dalam suatu organisasi dipilih agar cocok; kemudian mereka dibentuk dan diarahkan untuk berperilaku dalam cara-cara tertenu. Bila suatu organisasi dihadapkan pada perubahan, kelembaman (inersia) struktural ini bertindak sebagai suatu pengimbangan untuk mempertahankan kemantapan.
  • Fokus Terbatas Terhadap Perubahan. Organisasi terbentuk dari sejumlah subsistem yang saling bergantungan. Anda tidak dapat mengubah satu tanpa menyinggung yang lain. Misalnya, jika manajemen mengubah proses teknologis tanpa serentak memodifikasi struktur organisasi untuk mengimbangi, perubahan teknologi itu kemungkinan kecil akan diterima baik. Jadi perubahan yang terbatas dalam subsistem cenderung dibatalkan oleh sistem yang lebih besar.
  • Kelembaman Kelompok. Bahkan jika individu-individu ingin mengubah perilaku mereka, norma kelompok dapat bertindak sebagai suatu kendala. Seorang anggota serikat buruh individual, misalnya, dapat bersedia menerima baik perubahan-perubahan dalam pekerjaannya yang disarankan oleh manajemen. Tetapi jika norma serikat buruh mengharuskan menolak setiap perubahan sepihak yang diambil oleh manajemen, kemungkinan besar, ia akan menolak perubahan itu.
  • Ancaman Terhadap Keahlian. Perubahan pola organisasi dapat mengancam keahlian dari kelompok-kelompok khusus. Diperkenalkannya komputer pribadi yang didesentralisasi, yang memungkinkan para manajer untuk mencapai informasi langsung dari komputer kerangka besar suatu perusahaan, merupakan suatu contoh dari perubahan yang ditolak dengan keras oleh banyak departemen sistem informasi dalam awal dasawarsa 1980-an. Mengapa? Karena komputasi pemakai-akhir yang didesentralisasikan merupakan ancaman terhadap keterampilan khusus yang dimiliki mereka di dalam departemen sistem informasi tersentralisasi.
  • Ancaman Terhadap Hubungan Kekuasaan Yang Mapan. Setiap retribusi wewenang pengambilan keputusan dan mengancam hubungan kekuasaan yang telah lama mapan di dalam organisasi itu. Dimasukannya pengambilan keputusan partisipasi atau tim kerja swakelola merupakan jenis perubahan yang sering dianggap sebagai ancaman oleh para penyelia dan manajer menengah.
  • Ancaman Terhadap Alokasi Sumber Daya yang Mapan. Kelompok-kelompok dalam organisasi yang mengawasi sumber daya yang cukup besar sering melihat perubahan sebagai suatu ancaman. Mereka cenderung puas dengan cara-cara yang ada. Akankah perubahan itu, misalnya, berarti pengurangan anggaran mereka atau suatu pemangkasan staf mereka? Mereka yang paling mendapatkan manfaat dari alokasi sumber daya yang berlaku sekarang sering merasa terancam oleh perubahan-perubahan yang dapat mempengaruhi alokasi di masa depan.
K. Penanggulangan Penolakan terhadap Perubahan
   Enam taktik yang digunakan oleh agen perubahan dalam menangani keengganan atau penolakan terhadap perubahan, sebagai berikut:
1. Pendidikan dan Komunikasi. Keengganan dapat dikurangi melalui komunikasi dengan para karyawan untuk membantu mereka melihat logika suatu perubahan. Pada dasarnya taktik ini mengandaikan bahwa sumber keengganan terletak dalam salah informasi atau komunikasi yang buruk. Jika karyawan menerima fakta penuh dan setiap salah paham dijernihkan, keengganan itu akan mereda. Komunikasi dapat dicapai lewat pembahasan satu lawan satu, memo, persentasi kelompok, atau laporan. Berhasilkah? Ya, asal sumber keengganan adalah komunikasi yang tidak memadai serta bahwa hubungan manajemen karyawan dicirikan oleh kepercayaan dan kredibilitas timbal-balik. Jika kondisi ini tidak ada, perubahan itu kemungkinan kecil akan berhasil.
2. Partisipasi. Sukar bagi individu-individu untuk menolak suatu keputusan perubahan kalau mereka juga berpartisipasi dalam keputusan tersebut. Sebelum merupakan perubahan, mereka yang menentang dapat diajak untuk berpartisipasi dalam proses keputusan. Dengan mengandaikan peserta mempunyai keahlian untuk memberikan sumbangan yang berarti, perlibatan mereka dapat mengurangi penolakan, memperoleh komitmen, dan meningkatkan kualitas keputusan perubahan itu. Tetapi terhadap keuntungan ini ada negatifnya: potensial untuk pemecahan yang buruk dan dihabiskannya banyak waktu.
3. Fasilitasi dan Dukungan. Agen perubahan dapat menawarkan suatu deretan upaya pendukung untuk mengurangi keengganan.[4] Bila rasa takut dan kecemasan karyawan tinggi, penyuluhan dan terapi karyawan, pelatihan keterampilan baru, atau cuti pendek yang dibayar dapat memudahkan penyesuaian. Cacat dari taktik ini adalah seperti juga taktik lain, memakan waktu. Di samping itu, taktik ini mahal, dan pelaksanaannya tidak menjamin sukses.
4. Membangun Hubungan yang Positif. Karyawan akan lebih bersedia untuk menerima perubahan apabila karyawan memiliki kepercayaan terhadap manajemen yang menerapkan proses perubahan. Jika manajemen mampu memfasilitasi terciptanya hubungan yang positif, maka karyawan dapat lebih menerima proses perubahan itu.
5. Manipulasi dan Kooptasi. Walaupun manipulasi memiliki konotasi makna yang negatif, manipulasi yang dimaksud disini adalah menyamarkan upaya untuk mempengaruhi proses perubahan untuk mengurangi resistensi karyawan. Manipulasi dapat dilakukan dengan cara “memelintir” pesan untuk mendapatkan kerjasama dari karyawan. Sementara kooptasi adalah metode “buying off” yang mengkombinasikan manipulasi dan partisipasi. Kooptasi dapat dilakukan dengan misalnya memberikan jabatan kepada “pemimpin” dari karyawan yang menolak perubahan. Hal ini dilakukan bukan dengan tujuan untuk mendapatkan solusi atau saran, tetapi lebih kepada untuk mendapatkan dukungan.
6. Paksaan. Cara terakhir untuk mengurangi tingkat resistensi dari karyawan adalah dengan mengaplikasikan koersi atau mengaplikasikan ancaman secara langsung kepada para karyawan yang menolak adanya perubahan. Namun cara ini juga dapat semakin meningkatkan pertentangan serta dapat meningkatkan turn over ratio.
 
BAB III
PENUTUP
 
A. Kesimpulan
    Organisasi adalah tempat berkumpulnya sekelompok manusia dengan visi dan misi yang sama, utuk mencapai sebuah tujuan besar. Maka dari itu untuk mencapai tujuannya sebuah organisasi haruslah melakuan sebuah perubahan ke arah yang positif untuk menghadapi segala tantangan yang ada, agar organisasi tersebut dapat membawa seluruh anggotanya dalam menggapai tujuan yang diinginkan. Dan jika dalam perbuahan yang dibuat malah membuat sebuah oraganisasi mengalami kemunduran dan membuat anggotanya jauh dari tujuannya, maka haruslah dibuat sebuah perubahan baru agar organisasi tersebut tetap dapat membawa seluruh anggotanya menggapai tujuannya, selain itu agar organisasi tersebut dapat menghadapi segala tantangan yang ada.
 
 
DAFTAR PUSTAKA
Kreitner,Robert&Angelo Kinicki. Perilaku Organisasi. Jakarta:Salemba Empat. 2014
Robbins, Stephen P. Perilaku Organisasi (Konsep,Kotroversi,&Aplikasi). Jakarta:PT.Bhuana Ilmu Populer. 1996
Siswanto&Agus Sucipto. Teori dan Perilaku Organisasi (Suatu Tinjauan Integratif). Malang:UIN Malang Press. 2008
 
 
__________________
[2] Robert Kreitener&Angelo Kinicki, Perilaku Organisasi, (Jakarta: Salemba Empat), 2014, hlm.280
[3] Stephen P. Robbins, Perilaku Organisasi (Konsep, Kotroversi, & Aplikasi), Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, 1996, hlm.328
[4] Siswanto & Agus Sucipto, Teori dan Perilaku Organisasi (Suatu Tinjauan Integratif), Malang: UIN Malang Press, 2008, hlm.215

Baca juga: Karya Tulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *