Makalah

Makalah Perilaku Individu Dalam Organisasi

BAB I
PENDAHULUAN
 
A. Latar Belakang
   Perilaku manusia adalah sebagai fungsi dari interaksi antara individu dengan lingkungannya, individu membawa tatanan dalam organisasi berupa: kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan, kebutuhan dan pengalaman masa lainnya. Sementara itu karakteristik individu akan dibawa mamasuki suatu lingkungan baru, yaitu organisasi atau lainnya.
    Masing-masing individu memiliki karakteristik seperti kemampuan, kepercayaan pribadi, harapan kebutuhan, dan pengalaman masa lalunya. Organisasi sebagai salah satu lingkungan individu juga mempunyai karakteristik antara lain keteraturan yang diwujudkan dalam sususan hierarki, pekerjaan-pekerjaan dan tanggung jawab. Dalam kaitan antara individu dengan organisasi maka ia membawa karakteristik individu ke dalam tatanan organisasi.
 
B. Rumusan Masalah
  1. Jelaskan dasar-dasar perilaku individu dalam organisasi?
  2. Jelaskan persepsi dan pengambilan keputusan dalam organisasi?
  3. Jelaskan nilai, sikap dan kepuasan kerja dalam organisasi?
C. Tujuan Penulisan
  1. Untuk mengetahui dasar-dasar perilaku individu dalam organisasi
  2. Untuk mengetahui apa itu persepsi dan pengambilan keputusan dalam organisasi
  3. Untuk mengetahui apa itu nilai, sikap dan keputusan kerja dalam organisasi
 
BAB II
PEMBAHASAN
 
A. Pengertian Perilaku Individu
     Manusia adalah salah satu dimensi dalam organisasi yang amat penting, merupakan salah satu faktor dan pendukung organisasi. Perilaku organisasi hakikatnya adalah hasil-hasil interaksi antara individu-individu dalam organisasinya. Sedangkan perilaku manusia adalah sebagai suatu fungsi dari interaksi Antara person atau individu dengan lingkungannya. Sebagai gambaran dari pemahaman ungkapan ini, misalnya: seorang tukang parkir yang melayani memparkir mobil, seorang tukang pos yang menyampaikan surat-surat ke alamat, seorang mekanik yang bekerja dalam bengkel, seorang karyawan asuransi yang datang kerumah menawarkan jasa asuransinya, seorang perawat dirumah sakit, dan juga seorang manajer dikantor yang membuat keputusan. Mereka semuanya yang akan berperilaku berbeda satu sama lain, dan perilakunya adalah ditentukan oleh masing-masing lingkungannya yang memang berbeda.[1]
  Perilaku manusia adalah sebagai fungsi dari interaksi antara individu dengan lingkungannya, individu membawa tatanan dalam organisasi berupa: kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan, kebutuhan dan pengalaman masa lainnya. Sementara itu karakteristik individu akan dibawa mamasuki suatu lingkungan baru, yaitu organisasi atau lainnya. Selain itu, organisasi juga mempunyai karakteristik dan merupakan sutu lingkungan bagi individu. Karakteristik organisasi, antara lain yaitu reward system dan pengendalian. Selanjutnya karakteristik individu berinteraksi individu dengan berinteraksi organisasi, yang akan mewujudkan perilaku individu dalam organisasi.[2]
     Masing-masing individu memiliki karakteristik seperti kemampuan, kepercayaan pribadi, harapan kebutuhan, dan pengalaman masa lalunya. Organisasi sebagai salah satu lingkungan individu juga mempunyai karakteristik anata lain keteraturan yang diwujudkan dalam sususan hierarki, pekerjaan-pekerjaan dan tanggung jawab. Dalam kaitan antara individu dengan organisasi maka ia membawa karakteristik individu ke dalam tatanan organisasi. Perilaku individu dalam organisasi dapat digambarkan sebagai berikut:[3]
 
Karakteristik Individu:
-Kemampuan, kebutuhan, kepercayaan, pengalaman, penghargaan dan lainnya
-Perilaku individu dalam organisasi
-Karakteristik Organisasi: Hierarki, tugas-tugas, wewenang dan tanggung jawab
 
B. Dasar-dasar Perilaku Individu
    Semua perilaku individu pada dasarnya dibentuk oleh kepribadian dan pengalamannya. Sajian berikut ini akan diarahkan pada lima variable tingkat individual, yaitu karakter biografis, kemampuan, kepribadian, determinan kepribadian dan pembelajaran.
1. Karakteristik Biografis. Karakter biografis merupakan karakteristik pribadi yang terdiri dari:
   a. Usia. Ada suatu keyakinan yang meluas bahwa produktivitas merosot sejalan dengan makin tuanya usia seseorang. Tetapi hal itu tidak terbukti, karena banyak orang yang sudah tua tapi masih energik. Memang diakui bahwa pada usia muda seseorang lebih produktif disbanding ketika usia tua.
    b. Jenis Kelamin. Ada pendapatan yang mengatakan bahwa ada perbedaan antara pria dan wanita yang memengaruhi kinerja, ada juga yang berpendapat tidak ada perbedaan yang konsisten antara pria dan wanita dalam kemampuan memecahlan masalah, keterampilan analisis, dorongan kompetitif, motivasi. Dalam hal ini diasumsikan bahwa tidak ada perbedaan yang berate dalam hal produktivitas antara pria dan wanita
   c. Status Perkawinan. Perkawinan biasanya akan meningkatkan rasa tanggungjawab seorang karyawan terhadap pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, karena pekerjaan nilainya lebih berharga dan penting karena bertambahnya tanggung jawab pada keluarga, dengan pekerjaan mereka di bandingkan dengan yang belum menikah.
    d. Masa Kerja. Pada masa kerja yang lebih lama menunjukan pengalaman yang lebih seseorang dibandingkan dengan rekan kerjanya yang lain, sehingga sering masa pengalaman kerja menjadi pertimbangan sebuah perusahaan dalam mencari kerja.[4]
 
2. Kemampuan. Berbicara kemampuan dapat dibedakan dari 2 (dua) jenis yaitu :
   a. Kemampuan intelektual. mempunyai arti yaitu kemampuan yang merujuk pada suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Artinya kemampuan intelektual merupakan kemampuan yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan mental. Kemampuan intelektual meliputi:
-Kemampuan berhitung
-Pemahaman verbal
-Kecepatan perseptual
-Penalaran induktif
-Penalaran deduktif
-Visualisasi ruang
-Ingatan
    b. Kemampuan Fisik. Yaitu kemampuan tugas-tugas yang menuntut stamina, keterampilan, kekuatan, dan karakteristik serupa. Penelitian terhadap berbagai persyaratan yang dibutuhkan dalam ratusan pekerjaan telah mengidentifikasi sembilan kemampuan dasar yang tercakup dalam kinerja dari tugas-tugas fisik. Setiap individu memiliki kemampuan dasar tersebut secara berbeda-beda.
   c. Kemampuan Spiritual. Selain kemampuan intelektual, kemampuan fisik, perlu disertai dengan kemampuan spiritual sehingga semua aktivitas yang dilakukan dapat dilandasi oleh iman yang kuat dan memadai.
 
Dari perbedaan kemampuan diatas dapat kiranya dipergunakan untuk mempresiksi pelaksanaan dan hasil kerja seseorang yang bekerja sama didalam suatu organisasi tertentu. Kalau kita berhasil memahami sifat-sifat manusia dari sudut ini, maka kita akan paham pula mengapa seseorang berperilaku yang berbeda dengan yang lain didalam melaksanakan suatu kerja sama.
 
3. Kepribadian. adalah organisasi dinamis pada masing-masing system psikofik yang menentukan penyesuaian unik pada lingkungan dan lepribadian merupakan total jumlah dari seorang individu dalam beraksi dan berinteraksi dengan orang lain, bahwa kepribadian adalah himpunan karakteristik yang stabil serta menemukan sifat umum dan perbedaan dalam perilaku seseorang.
 
4. Derterminan Kepribadian
    a. Keturunan. Jenis ini merujuk ke faktor-faktor yang ditentukan pada saat pembuahan. Sosok fisik, daya Tarik wajah, kelamin, tempermanen, komposisi otot dan reflex merupakan karakteristik yang umumnya dianggap sebagai atau sama sekali sebagian besar dipengaruhi oleh siapa kedua orang tuanya.
 
   b. Lingkungan. Di antara factor-faktor yang menekan pada pembentukan kepribadian adalah budaya dimana dibesarkan, norma-norma diantara keluarga, teman-teman dan kelompok-kemlompok social. Lingkungan yang dipaparkan memainkan suatu peran yang cukup besar dalam membentuk kepribadian.
 
     c. Situasi. memengaruhi dampak keturunan dan lingkungan terhadap kepribadian. Kepribadian seseorang, walaupun pada umumnya mantap dan konsisten, berubah dalam situasi yang berbeda. Tuntunan yang berbeda dari situasi yang berlainan memunculkan aspek-aspek yang berlainan dari kepribadian seseorang.
 
5. Pembelajaran
learning (pembelajaran) adalah setiap perubahan yang relative permanan dari perilaku yang terjadi sebagai hasil pengalaman. Dapat dikatakan bahwa perubahan-perubahan perilaku menyatakan pembelajaran telah terjadi dan bahwa pembelajaran merupakan sutau perubahan perilaku.
 
Kegiatan belajar telah berlangsung jika seseorang individu berperilaku, bereaksi, menanggapi sebagai hasil pengalamandalam suatu cara yang berbeda dari cara perilaku sebelumnya.
 
Dalam belajar ada beberapa komponen yang patut mendapat penjelasan. Pertama, belajar melibatkan perubahan. Dari titik pandang organisasi, perubahan ini dapat baik atau buruk. Orang dapat belajar perilaku-perilaku yang tidak menguntungkan maupun perilaku yang menguntungkan. Kedua, perubahan itu harus relative permanen. Perubahan sementara mungkin hanya bersifat reflektif dan gagal dalam mewakili pembelajaran apa pun. Ketiga, definisi mengenai perilaku. Belajar dimana ada suatu perubahan tindakan. Suatu perubahan proses berpikir atau sikap seorang individu, jika tidak diiringi dengan perubahan perilaku, belum merupakan pembelajaran.
 
C. Persepsi dan Pengambilan Keputusan Individu
  Pengertian persepsi adalah suatu proses yang ditempuh individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera agar memberikan makna bagi lingkungan. Presepsi itu penting dalam studi Perilaku Organisasi karena perilaku orang didasarkan pada persepsi mereka mengenai realitas dan bukan mengenai realitas itu sendiri[5].
     Individu mempersepsikan suatu benda yang sama secara berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh beberapa factor. Pertama, foktor yang ada pada perilaku persepsi (pereceiver). Yang termasuk factor pertama adalah sikap, keutuhan atau motif, kepentingan atau minat, pengalaman dan pengharapan individu. Kedua, factor yang ada pada objek atau target yang dipersepsikan meliputi hal-hal baru, gerakan, bunyi, ukuran, latar belakang, dan kedekatan. Ketiga, factor konteks situasi dimana persepsi itu dilakukan yang meliputi waktu, keadaan/tempat kerja dan keadaan social.
  Berdasarkan Teori Atribusi bila individu-individu mengamati perilaku mencoba menemukan apakah itu disebabkan faktor internal atau eksternal. Penentuan tersebut sebagian besar bergantung pada tiga faktor yaitu kekhususan, konsensus dan konsisten
    Teori atribusi memberi pengertian ke dalam proses sehingga mengetahui sebab dan motif perilaku seseorang. Dengan mengetahui bagaimana orang mengambil keputusan di antara bermacam-macam penjelasan perilaku, maka diperoleh gambaran sebab perilaku dinilai. Mengamati perilaku dan menggambarkan kesimpulan dinamakan membuat atribusi.
    Perilaku yang disebabkan faktor internal adalah perilaku yang di yakini berada dibawah kendali pribadi individu itu. Sedangkan perilaku yang disebabkan faktor eksternal dilihat sebagai hasil dari sebab-sebab luar dan orang tersebut terpaksa berperilaku karena situasinya. Kekhususan merujuk pada seorang individu memperlihatkan perilaku-perilaku yang berlainan dalam situasi yang berlainan. Jika semua orang yang menghadapi suatu situasi yang serupa bereaksi dengan cara yang sama dapat dikatakan bahwa perilaku itu menunjukan konsesnsus. Seorang pengamat mencari konsisten dalam tindakan seseorang, apakah orang itu memberi reaksi dengan cara yang sama dari waktu ke waktu.
 
1. Jalan Pintas dalam Menilai Orang Lain
Mempersepsikan dan menafsirkan apa yang dilakukan orang lain merupakan suatu beban, akibat individu sering menggunakan jalan pintas dalam menilai orang lain melalui cara-cara dibawah ini.
Persepsi selektif yaitu individu melakukan persepsi secara selektif terhadap apa yang disaksikan berdasarkan kepentingan, latar belakang, pengalaman dan sikap. Hal ini terjadi karena individu tidak dapat mengasimilasikan semua yang diamati, hal ini karena:
-Efek halo yaitu individu menarik suatu karena umum mengenal seorang individu berdasarkan suatu karakteristik tunggal seperti kecerdasan, dapatnya bergaul.
-Efek kontras individu melakukan evaluasi atas karakteristik seseorang yang dipengaruhi oleh pembagian dengan orang lain yang baru saja dijumpai yang berperingkat lebih tinggi atau lebih rendah pada karateristik yang sama.
-Proyeksi yaitu individu menghubungkan karakteristiknya sendiri dengan orang lain.
-Bersteriotipe yaitu individu menilai sesorang atas dasar persepsinya terhadap kelompok orang tersebut.
 
2. Pengambilan Keputusan
adalah seperangkat langkah yang diambil individu atau kelompok dalam memecahkan masalah. Pengambilan keputusan terjasi sebagai reaksi terhadap sutu masalah. Masalah adalah adanya suatu penyimpangan antara suatu keadaan saat ini dengan suatu keadaan yang diinginkan. Pengambilan keputusan menuntut penafsiran dan evaluasi terhadap informasi. Informasi dari berbagai sumber tersebut disaring, proses, dan ditafsirkan melalui persepsi-persepsi individu.[6]
 
Agar individu mencapai hasil yang maksimal maka proses pengambilan keputusan harus rasional. Melalui proses pengambilan keputusan maka individu membuat pilihan memaksimalkan nilai yang konsisten dalam batas-batas tertentu. Model pengambilan keputusan rasional melalui enam langkah yaitu: (1) menetapkan masalah, (2) mengidentifikasi kriteria keputusan, (3) mengalokasikan bobot pada kriteria, (4) mengembangkan alternatif, (5) mengevaluasi dan (6) memilih alternatif terbaik.
 
Pengambilang keputusan rasional membutuhkan kreativitas yaitu kemampuan untuk menggabukan gagasan dalam satu cara yang unik atau untuk membuat asosiasi yang luar biasa di antara gagasan-gagasan. Kreativitas memungkinkan pengambilan keputusan lebih menghargai dan memahami masalah, termasuk masalah yang tidak dapat dilihat oleh orang lain. Nilai yang paling jelas dari kretivitas adalah dalam membantu pengambil keputusan mengidentifikasi semua alternatif yang dapat dilihat.
 
a. Pengambilan Keputusan dalam Organisasi. Terdapat dua pendekatan dalam pengambilan keputusan dalam organisasi yaitu yang didasarkan pada model-model rasional-ekonomi dengan maksud untuk mendapatkan keputusan yang ideal dan model administrasi yaitu dengan mengeksplorasi keterbatasan-keterbatasan rasionalitas manusia. Kebanyakan pengambilan keputusan dalam oragnisasi didasarkan pada beberapa hal:
-Pengambilan Keputusan Berdasarkan Intuisi. Keputusan yang diambil berdasarkan intuisi atau perasaan lebih bersifat subjektif yaitu mudah terkena sugesti, pengaruh luar, dan faktor kejiwaan lain. Pengambilan keputusan yang berdasarkan intuisi membutuhkan waktu yang singkat Untuk masalah-masalah yang dampaknya terbatas, pada umumnya pengambilan keputusan yang bersifat intuitif akan memberikan kepuasan. Akan tetapi, pengambilan keputusan ini sulit diukur kebenarannya karena kesulitan mencari pembandingnya dengan kata lain hal ini diakibatkan pengambilan keputusan intuitif hanya diambil oleh satu pihak saja sehingga hal-hal yang lain sering diabaikan
-Pengambilan Keputusan Rasional. Keputusan yang bersifat rasional berkaitan dengan daya guna. Masalah-masalah yang dihadapi merupakan masalah yang memerlukan pemecahan rasional. Keputusan yang dibuat berdasarkan pertimbangan rasional lebih bersifat objektif. Dalam masyarakat, keputusan yang rasional dapat diukur apabila kepuasan optimal masyarakat dapat terlaksana dalam batas-batas nilai masyarakat yang di akui saat itu. Keputusan yang bersifat rasional berkaitan dengan daya guna. Masalah-masalah yang dihadapi merupakan masalah yang memerlukan pemecahan rasional. Keputusan yang dibuat berdasarkan pertimbangan rasional lebih bersifat objektif. Dalam masyarakat, keputusan yang rasional dapat diukur apabila kepuasan optimal masyarakat dapat terlaksana dalam batas-batas nilai masyarakat yang di akui saat itu.
-Pengambilan Keputusan Berdasarkan Fakta. Ada yang berpendapat bahwa sebaiknya pengambilan keputusan didukung oleh sejumlah fakta yang memadai. Sebenarnya istilah fakta perlu dikaitkan dengan istilah data dan informasi. Kumpulan fakta yang telah dikelompokkan secara sistematis dinamakan data. Sedangkan informasi adalah hasil pengolahan dari data. Dengan demikinan, data harus diolah lebih dulu menjadi informasi yang kemudian dijadikan dasar pengambilan keputusan. Keputusan yang berdasarkan sejumlah fakta, data atau informasi yang cukup itu memang merupakan keputusan yang baik dan solid, namun untuk mendapatkan informasi yang cukup itu sangat sulit.
-Pengambilan Keputusan Berdasarkan Pengalaman. Sering kali terjadi bahwa sebelum mengambil keputusan, pimpinan mengingat-ingat apakah kasus seperti ini sebelumnya pernah terjadi. Pengingatan semacam itu biasanya ditelusuri melalui arsip-arsip penhambilan keputusan yang berupa dokumentasi pengalaman-pengalaman masa lampau. Jika ternyata permasalahan tersebut pernah terjadi sebelumnya, maka pimpinan tinggal melihat apakah permasalahan tersebut sama atau tidak dengan situasi dan kondisi saat ini. Jika masih sama kemudian dapat menerapkan cara yang sebelumnya itu untuk mengatasi masalah yang timbul. Dalam hal tersebut, pengalaman memang dapat dijadikan pedoman dalam menyelesaikan masalah. Keputusan yang berdasarkan pengalaman sangat bermanfaat bagi pengetahuan praktis. Pengalaman dan kemampuan untuk memperkirakan apa yang menjadi latar belakang masalah dan bagaimana arah penyelesaiannya sangat membantu dalam memudahkan pemecaha masalah.
-Pengambilan Keputusan Berdasarkan Wewenang. Banyak sekali keputusan yang diambil karena wewenang (authority) yang dimiliki. Setiap orang yang menjadi pimpinan organisasi mempunyai tugas dan wewenang untuk mengambil keputusan dalam rangka menjalankan kegiatan demi tercapainya tujuan organisasi yang efektif dan efisien. Keputusan yang berdasarkan pada wewenang semata akan menimbulkan sifat rutin dan mengasosiasikan dengan praktik dictatorial. Keputusan berdasarkan wewenang kadangkala oleh pembuat keputusan sering melewati permasahan yang seharusnya dipecahkan justru menjadi kabur atau kurang jelas.
 
b. Etika dalam Pengambilan Keputusan. Membahas pengambilan keputusan belum lengkap bila belum memasukan etika, karena pertimbangan etis seharusnya merupakan suatu kriteria yang petinting dalam pengambilan keputusan organisasional. Terdapat tiga kriteria dalam pengambilan keputusan yang etis yaitu:
-Kriteria utilitarian, di mana keputusan diambil semata0mata atas dasar hasil atau konsenkuensi. Tujuan utilitarianisme adalah memberikan kebaikan terbesar untuk jumlah yang terbesar. Pandangan ini cenderung mendominasi pengambilan keputusan bisnis yang konsisten dengan tujuan-tujuan seperti efisien, produktivitas dan laba yang tinggi.
-Kriteria perlindungan hak, kriteria ini mempersilahkan individu untuk mengambil keputusan yang konsisten dengan kebebasan dan keistimewaan mendasar seperti dikemukakan dama dokumen-dokumen HAM. Penekanan kriteria ini adalah menghormati dan melindungi hak dari individu seperti hak keleluasaan pribadi dan kebebasan berbicara.
-Kriteria keadilan, kriteria ini mensyaratkan individu untuk menerapkan aturan secara adil dan tidak berat sebelah sehingga ada pembagian manfaat dan biaya yang pantas. Kriteria ini membenarkan pembayaraan upah yang sama kepada orang-orang untuk pekerja tertentu tanpa memerhatikan perbedaan kinerja dan senoritas dalam pengambilan keputusan pemberhentian massal.
 
Dalam situasi yang kompleks dan tak terstruktur seseorang dapat mengeluarkan argumentasi yang meyakinkan, namun hanya sedikit kesesuaiannya dengan kenyataan dan dapat membahayakan masyrakat. Filsuf Alasdaire Mac Intyre mengidentifikasikan empat sifat yang harus menjadi ciri seorang pengambil keputusan dalam menangani persoalan sosial:
 
-Kebenaran dengan tidak menyederhanakan kompleksitas secara berlebihan. Dalam memandang permasalahan sebaiknya meninjau semua variabel pokoknya kemudian memadukan, menetapkan prioritas, dan implikasinya.
-Keadilan dengan menilai biya serta manfaat dan mengalokasikan biaya kepada mereka yang memperoleh manfaat.
-Kemampuan untuk merencanakan hal yang belum diketahui dengan menghitung perubahan, menetapkan di mana perubahan itu mungkin akan muncul dan memutuskan prioritas untuk menentukan tindakan.
-Keluwesan dalam menyesuaikan terhadap perubahan dengan cara merencanakan, melaksanakan dan sebagai tanggapan terhadap kondisi yang baru, merencanakan ulang dan melaksanakan ulang.
 
Faktor yang memengaruhi perilaku dalam pengambilan keputusan etis atau tidak ada tiga hal yaitu:
-Tahap perkembangan moral adalah suatu penilaian dari seseorang untuk menimbangkan apaka secara moral benar atau tidak. Makin tinggi perkembangan moral seseorang maka ketergantungannya pada pengaruh luar makin kurang dan ia cendering untuk berperilaku secara etis.
-Lingkungan oragnisasional yaitu merujuk pada suatu persepsi karyawan mengenai pengharapan organisasional. Apakah organisasi itu mendukung dan mendorong perilaku etis dengan memberi ganjaran atau menghalangi perilaku tak etis dengan memberikan hukuman.
-Tempat kedudukan kendali atau budaya nasional. Apa yang tampak etis di indonesia belum tentu etis pula di Amerika karena tidak ada standar etis yang global. Suap di Indonesia bisa dianggap budaya yang “etis”, tetapi di Amerika bisa dianggap tidak etis.
 
D. Nilai, Sikap dan Kepuasan Kerja
    Nilai adalah keyakinan yang meresap di dalam prakarsa individual. Sutu keyakinan yang tidak pernah dilanggar di dalam keluarga juga merupakan suatu nilai. Demikian pula keyakinan yang mendalam terhadap ilmu pengetahuan. Nilai, penting untuk mempelajari perilaku keorganisasi karena nilai melekat dasar untuk memahami sikap dan motivasi, serta nilai memengaruhi persepsi. Individu-individu memasuki suatu organisasi dengan gagasan yang konsepnya sebelumnya mengenai apa yang “seharusnya” dan “tidak seharusnya”. Tentu saja gagasan-gagasan itu sendiri tidaklah bebas nlai. Sebaliknya gagasan ini mengandung penafsiran benar atau salah. Lebih jauh, gagasan itu mengisyaratkan bahwa perilaku-perilaku atau hasil tertentu lebih disukai daripada yang lain. Umumnya nilai ini memengaruhi sikap dan perilaku.[7]
   Sumber sistem nilai sebagai besar ditentukan secara genetik. Sisasnya disebabkan oleh fakor-faktor seperti budaya nasional, perintah orang tua, guru, teman, dan pengaruh lingkungan yang serupa.
  Sikap adalah suatu kesiapan untuk menanggapi, suatu kerangka yang utuh untuk menetapkan keyakinan atau pendapat yang khas serta sikap pernyataan evaluatif, baik yang menguntungkan atau tidak menguntungkan mengnai objek, orang atau peristiwa. Sikap mencerminkan bagaimana seseorang merakasan sesuatu. Sumber sikap sama seperti nilai, yaitu diperoleh dari orang tua, guru dan anggota kelompok rekan sekerja. Manusia pada dasarnya dilahirkan dengan kecenderungan (predisposisi) genetik. Pada dasarnya tiap individu mengamati cara keluarga dan teman-teman berperilaku dan dapat membentuk sikap dan perilaku sendiri agar segaris dengam mereka. Orang juga meniru sikap dari individu-individu populer dan yang mereka kagumi serta hormati.
    Seseorang dapat mempunyai ribuan sikap, tapi dalam hal ini terbatas pada yang berkaitan dengan pekerjaan. Dalam hal ini, ada tiga sikap yang sangat memengaruhi terhadap suau pekerjaan, yaitu:
 
1. Kepuasaan kerja (job satisfaction) merujuk pada sikap umum seseorang terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasaan kerja tinggi menunjukan sikap yang positif terhadap kerja itu; seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukan sikap yang negatif terhadap pekerjaan itu.
2. Keterlibatan kerja (job involvement) yang mengukur derajat sejauhmana seseorang memihak secara psikologis pada pkerjaan yang menganggap tingkat kinerja kerjanya yang dipersepsikan sebagai penting untuk harga diri. Tingkat keterlibatan kerja yang tinggi telah ditemukan berkaitan dengan kemangkiran yang lebih rendah dan tingkat permohonan berhenti yang lebih rendah.
3. Komitmen pada organisasi. Itu didefinisikan sebagi suatu keadaan di mana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotannya dalam organisasi itu. Jadi keterlibatan kerja yang tinggi berati pemihakan seseorang pada pekerjaannya yang khusus; komitmen pada organisasi yang tinggi berati pemihakan pada organisasi yang mempekerjakannya.[8]
 
    Kepuasan kerja adalah penilaian dari pekerja tentang seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan memuaskan kebutuhannya. Selain itu, kepuasan kerja juga adalah sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor-faktor pekerjaannya, penyesuaian diri dan hubungan sosial individu di luar kerja. Kepuasan kerja pada dasarnya adalah “security feeling” (rasa aman) dan mempunyai segi-segi:
1. Segi sosial ekonomi (gaji dan jaminan sosial)
2. Segi sosial psikologi (kesempatan untuk maju, kesempatan mendapatkan penghargaan, berhubungan dengan masalah)
 
    Sementara itu, faktor-faktor yang dapat menimbulkan kepuasan kerja seseorang adalah:
1. Kedudukan
2. Pangkat dan jabatan
3. Masalah umur
4. Mutu pengawasan
 
  Dalam suatu pekerjaan karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dalam menawarkan beragam tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja. Selain itu, para keryawan juga menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak meragukan dan segaris dengan pengharapan mereka.
 
 
BAB III
PENUTUP
 
A. Kesimpulan
  Perilaku manusia adalah sebagai suatu fungsi dari interaksi antara individu dengan lingkungannya. Semua perilaku individu agaknya dibentuk oleh kepribadiannya dan pengalamannya. Karakter biografis, kemampuan, kepribadian, determinan kepribadian dan pembelajaran merupakan variabel tingkat individual yang mendasari perilaku individual. Persepsi adalah suatu proses yang ditempuh individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indra mereka agar memberikan makna bagi lingkungan mereka. Individu mempersepsikan suatu benda yang sama secara berbeda-beda. Persepsi dan penilaian kita terhadap tindakan seseorang akan cukup banyak dipengaruhi oleh pengandaian-pengandaian yang kita ambil mengenai keadaan internal orang itu.
 
 
DAFTAR PUSTAKA
Mulyadi, Deddy & Rival, Veithzai. Kepimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: Rajawali Pers, 2012.
Siswanto & Sucipto, Agus. Teori & Perilaku Organisasi. Malang: UIN-Malang Press, 2008.
Thoha, Miftah. Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Organisasi. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2009.
 
__________________
[1] Miftah Thoha, Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Organisas (Jakarta: PT Rajagrafindo Pers), 2009 hlm 33-34
[2] Deddy Mulyadi, Veithzai Rival, Kepimpinan dan Perilaku Organisasi (Jakarta:Rajawali Pers), edisi ketiga, 2012 hlm 230
[3] Deddy Mulyadi, Veithzai Rival, Kepimpinan dan Perilaku Organisasi (Jakarta:Rajawali Pers), edisi ketiga, 2012 hlm 231
[4] Siswanto, Agus Sucipto, Teori & Perilaku Organisasi (Malang:UIN-Malang Press), cetakan pertama, 2008 hlm 231
[5] Deddy Mulyadi, Veithzai Rival, Kepimpinan dan Perilaku Organisasi (Jakarta:Rajawali Pers), edisi ketiga, 2012 hlm 236
[6] Ibid, 242
[7] Deddy Mulyadi, Veithzai Rival, Kepimpinan dan Perilaku Organisasi (Jakarta:Rajawali Pers), edisi ketiga, 2012 hlm 244
[8] Deddy Mulyadi, Veithzai Rival, Kepimpinan dan Perilaku Organisasi (Jakarta:Rajawali Pers), edisi ketiga, 2012 hlm 246

Baca juga: Karya Tulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *