Makalah

Makalah Konflik Dalam Organisasi

BAB I
PENDAHULUAN
 
A. Latar Belakang
    Orang-orang dalam kelompok organisasi mengembangkan keahlian dan pandangan yang berbeda tentang pekerjaannya/ tugasnya dengan pekerjaan/tugas kelompok yang lain. Ketika interaksi diantara mereka terjadi maka konflik menjadi potensial untuk muncul. Dalam kehidupan berorganisasi, setiap saat dapat terjadi konflik baik berbentuk konflik antarindividu sebagai anggota organisasi, terjadi di dalam diri individu masing-masing, maupun konflik antara anggota atau organisasi dengan orang luar/masyarakat.
   Kondisi konflik tidak menguntungkan bagi kepemimpnan karena akan menimbulkan berbagai kesulitan dalam menggerakkan anggota agar bekerja sama, dalam usaha mencapai tujuan organisasi. Dalam kondisi seperti itu, partisipasi anggota tidak saja menurun, tetapi juga mengindar dan menantang sebagai pertama kepemimpinan kurang atau tidak efektif. Konflik mendorong individu mencari teman yang menunjukkan solidaritas pada diri dan permasalahan, sehingga terjadi pengelompokkan anggota yang bertentangan antara satu dengan yang lain, baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi.
    Kepemimpinan yang efektif harus berusaha menyelesaikan konfli yang berlangsung, dengan bersikap dan berprilaku untuk membantu setiap anggota, tanpa menimbulkan kesan yang memihak untuk menguntungkan atau merugikan salah satu pihak, guna mewujudkan kepentingan bersama. Kepemimpinan yang efektif dalam menyelesaikan konflik harus menunjukkan sikap dan prilaku yang bertujuan menyelamatkan organisasi, yang jika mungkin terhindar dari akibat yang merugikan anggota organisasi.
 
B. Rumusan Masalah
  1. Apa pengertian konflik?
  2. Apa itu konflik, negosiasi, dan perilaku?
  3. Mengapa konflik antar kelompok terjadi?
  4. Bagaimana mengelola konflik antarkelompok melalui resolusi?
  5. Bagaimana mengatasi konflik antarkelompok dengan cara negosiasi?
  6. Bagaimana mengatasi konflik antarkelompok melalui stimulasi?
C. Tujuan Penulisan
     Untuk memahami dan mengetahui bagaimana cara mengelola atau mengatasi konflik antar kelompok atau dalam organisasi.
 
BAB II
PEMBAHASAN
 
A. Pengertian Konflik
    Menurut bahasa, konflik dapat diartikan dengan perbedaan; pertentangan dan perselisihan. Konflik merupakan masalah yang serius dalam setiap organisasi, yang mungkin tidak menimbulkan kematian suatu firma seperti terjadi pada Shea & Gould, tetapi pasti dapat merugikan kinerja suatu organisasi maupun mendorong kerugian bagi banyak karyawan yang baik. Selain itu, konflik dapat pula diartikan dengan perbedaan, pertentangan dan perselisihan. Dalam istilah Al-Qur’an, konflik itu sinonim “ikhtilaf”.[1]
  Konflik dalam terminologi Al-Qur’an sepadan kata “Ikhtilaf” yang berarti berselisih atau berlainan (to be variance); menemukan sebab perbedaan (to find cause disagreement); berbeda (to differ); mencari sebab perselisihan (to seek cause of dispute), dan sebagainya. Selain itu, konflik juga dapat dikatakan merupakan suasana batin yang berisi kegelisahan karena pertentangan dua motif atau lebih, yang mendorong seseorang berbuat dua motif atau lebih kegiatan yang saling bertentangan pada waktu yang bersamaan. Pada hakikatnya konflik adalah segala sesuatu interaksi pertentangan atau antaginistik antara dua pihak atau lebih.
  Konflik organisasi (organization conflict) adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau keompok-kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya yang terbatas atau kegiatan kerja dan atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai dan persepsi.
    Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa konflik adalah pertentangan dalam hubungan kemanusiaan antara satu pihak dengan pihak lain dalam mencapai suatu tujuan, yang timbul akibat adanya perbedaan kepentingan, emosi/psikologi dan nilai.
 
Selanjutnya pengertian konflik dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, yaitu:
1. Pandangan Tradisional. Pandangan ini beranggapan bahwa semua konflk adalah buruk dan negatif, disinonimkan dengan istilah kekerasan (violence), yang merugikan, tetapi harus dihindari dan diatasi.
2. Pandangan Hubungan Tradisional. Pandangan ini berkeyakinan bahwa konflik merupakan hasil wajar dan tidak terelakan dalam ssetiap kelompok.
3. Pandangan Interaksional. Pandangan ini berkeyakinan bahwa konflik tidak hanya suatu kekuatan positif dalam suatu kelompok melainkan juga mutlak perlu untuk suatu kelompok agar dapat berkinerja efektif.
 
Dengan demikian, konflik pada hakikatnya mengandung arti segala macam bentuk hubungan antara manusia yang menandai sifat berlawanan. Dalam kehidupan organisasi yang didalamnya melibatkan interaksi antarberbagai manusia, baik secara individual maupun kelompok, masalah konflik itu sendiri pada hakikatnya merupakan proses dinamis yang dapat dilihat, diuraikan, dan dianalisis.
 
B. Konflik, Negosiasi, dan Perilaku Antar kelompok
   Pengertian konflik adalah kondisi perilaku yang tidak tersembunyi atau tidak disembunyikan dimana satu pihak ingin memenangkan kepentingannya sendiri di atas kepentingan pihak lain. Konflik pada dasarnya merupakan suatu proses, yang dimulai pada saat satu pihak merasa dibuat tidak senang oleh, atau akan berbuat tidak menyenangkan kepada pihak lain mengenai sesuatu yan oleh pihak pertama dianggap penting.
     Jenis konflik berdasarkan hasilnya dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Konflik destruktif adalah konflik yang menimbulkan kerugian bagi individu dan organisasi dimana masing-masing pihak akan memfokuskan perhatian tenaga dan pikiran serta sumber-sumber organisasi bukan untuk mengembangkan produktifitas tetapi untuk merusak bahkan menghancurkan lawan konfliknya.
2. Konflik konstruktif adalah konflik yang mengarah pada pencarian solusi mengenai substansi konflik.[2]
 
  Konflik dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu: berdasarkan pelakunya, berdasarkan penyebabnya, dan berdasarkan akibatnya. Menurut pelakunya, konflik bisa bersifat internal atau eksternal bagi individu yang mengalaminya, sedangkan berdasarkan penyebabnya, konflik disebabkan karena mereka yang bertikai ingin memperoleh keuntungan sendiri atau karena timbulnya perbedaan pendapat, penilaian atau norma. Sementara itu berdasarkan akibatnya, konflik dapat bersifat baik atau buruk. Konflik merupakan suasana batin yang berisi kegelisahan dan pertentangan antara dua motif atau lebih yang mendorong seseorang untuk melakukan dua atau lebih kegiatan yang saling bertentangan, bila tidak dikendalikan secara baik akan menimbulkan dampak yang negatif yang pada akhirnya dapat menimbulkan perpecahan di antara organisasi.
    Sebagaimana dijelaskan pada pembahasan sebelumnya tentang mengendalikan konflik, ada beberapa cara mengatasi konflik diantara nya dengan cara “negosiasi”. Negosiasi dapat diartikan: (1) Proses tawar menawar dengan jalan berunding, untuk memberi atau menerima guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak (kelompok atau organisasi) dan pihak yang lain. (2) penyesuaian sengketa secara damai melalui perundingan antara pihak-pihak yang bersangketa. Dengan demikian, yang dimaksud dengan negosiasi adalah tindakan yang menyangkut pandangan bahwa penyelesaian konflik dapat dilakukan oleh orang- orang yang berkonflik secara bersama-sama tanpa melibatkan pihak ketiga, yang diakhiri dengan perdamaian. Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam surah Al-Hujurat [49]: 9-10, yang artinya:
 
“Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” (QS Al-Hujurat [49]: 9-10).
 
C. Konflik Antar Kelompok
  Setiap kelompok paling tidak mempunyai sedikit konflik dengan kelompok lain yang berhubungan. Ada empat faktor yang menyebabkan tibulnya konflik yaitu: saling ketergantungan kerja, perbedaan tujuan, perbedaan persepsi, dan tuntunan yang meningkat akan spesialis.
1. Saling Ketergantungan Kerja. Saling ketergantugan kerja terjadi bila dua orang atau lebih kelompok organisasi tergantung satu dengan yang lainnya untuk menyelesaikan tugas-tugas mereka. Potensi konflik pada keadaan ini sangat tinggi. Ada tiga jenis saling ketergantungan diantara kelompok yaitu:
  • Saling ketergantungan yang dikelompokkan. Saling ketergantungan yang dikelompokkan tidak memerlukan adanya interaksi diantara kelompok sebab setiap kelompok, bertindak secara terpisah. Bagaimanapun, kinerja yang dihimpun dari semua kelompok menunjukkan seberapa berhasil organisasi itu.
  • Saling ketergantungan yang berurutan. Saling ketergantungan yang berurutan memerlukan satu kelompok untuk menyelesaikan tugasnya sebelum kelompok lainnya dapat menyelesaikan tugasnya. Tugas-tugas ditampilkan dalam bentuk yang berurutan.[3]
  • Saling ketergantungan timbal balik. Saling ketergantungan timbal balik memerlukan hasil untuk dijadikan masukan bagi kelompok lain dalam organisasi.
2. Perbedaan Tujuan. Karena perbedaan tujuan konflik dapat terjadi, ketika kelompok-kelompok saling berinteraksi, dimana setiap kelompok memiliki tujuan memiliki tujuan yang berbeda dalam suatu organisasi/ konflik antarkelompok yang timbul dari perbedaan tujuan tidak berguna bagi organisasi secara keseluruhan, juga tidak berguna bagi pihak ketiga termasuk klien-klien organisasi.
3. Perbedaan Persepsi. Perbedaan tujuan dapat disertai perbedaan persepsi mengenai realitas, ketidaksetujuan atas apa yang sebenarnya dari realitas yang dapat menyebabkan konflik.
4. Tuntunan yang Meningkat Akan Spesialis. Konflik diantara staf spesialis dan manajemen lini yang generalus merupakan hal yang biasa dalam konflik. Orang-orang manajemen lini dan staf saling menyatakan pandangan dan peranannya dalam organisasi dari perspektif yang berbeda. Dengan berkembangnya keahlian teknis disemua bidang organisasi, peranan staf dapat diharapkan meningkat. Meningkatnya kecanggihan, spesialisasi, dan kerumitan di banyak organisasi membuat konflik manajemen lini dan staf menjadi perhatian utama dalam mengelola perilaku organisasi.[4]
 
D. Mengelola Konflik Antar kelompok Melalui Resolusi
    Pengertian resolusi dari sisi bahasa diartikan sebagai putusan atau kebulatan pendapat berupa permintaan atau tuntunan yang ditetapkan oleh rapat (musyawarah atau sidang), pernyataan tertulis biasanya berisi tuntutan tentang sesuatu hal. Memilih sebuah resolusi konflik yang cocok tergantung pada beberapa faktor termasuk alasan mengapa konflik terjadi dan hubungan khusus di antara pimpinan dan kelompok yang berkonflik. Dalam hal ini terdapat beberapa teknik yang digunakan untuk mengurangi konflik antarkelompok melalui resolusi sebagai berikut:
1. Superordinat
  • Tujuan Superordinat. Tujuan superordinat adalah tujuan bersama yang diantu oleh dua unit atau lebih yang memaksakan dan sangat menarik, yang tidak dapat dicapai dengan sumber dari unit mana saja secara terpisah. Tujuan superordinat adalah tujuan yang tidak akan dicapai tanpa kerja sama dari kelompok-kelompok yang terlibat.
  • Perluasan Sumber Daya. Menambah sumber daya adalah teknik yang berhasil secara potensial untuk memecahkan masalah dalam banyak kasus. Dengan kata lain memperluas sumber daya sebagai suatu metode resolusi yang berhasil membuat pihak-pihak berkompromi puas.
  • Pemecahan Masalah Bersama. Pertemuan tatap muka dari pihak-pihak yang berkonflik dengan maksud mengidentifikasi masalah dan memecahkan lewat pembahasan yang terbuka. Untuk masalah konflik, bermula terjadi dari kesalahpahaman, metode ini efektif. Tetapi untuk masalah yang lebih kompleks, misalnya kelompok yang memiliki sistem nilai yang berbeda, metode ini kurang tepat.
2. Sistem Naik Banding. Penyelesaian konflik/ perselisihan dnegan cara naik banding dapat dilihat dari dua versi yaitu:
  • Versi Pemimpin. Pemimpin unit yang lebih rendah bila tidak dapat menyelesaikan konflik antara anggotanya dapat meneruskan pada pimpinan setingkat lebih tinggi, demikian seterusnya naik banding itu sampai pucuk pimpinan tertinggi di lingkungan organisasi tersebut.
  • Versi Pihak yang Bertikai. Versi ini berarti pihak yang bertikai merasa tidak puas terhadap penyelesaian dari pimppinan suatu jenjang, dapat meneruskan masalahnya pada pimpinan jenjang yang lebih tinggi.
3. Penggantian Variabel Manusia. Menggunakan teknik pengubahan perilaku manusia misalnya, hubungan manusia untuk mengubah sikap dan prilaku yang menyebabkan konfllik. Cara ini berfokus pada satu banyak sebab dan pada sikap dari orang yang terlibat, meskipun cara ini lebih lambat daripada cara lain dan mahal, yang pada akhirnya penggantian variable manusia dapat mempunyai hasil jangka panjang yang lebih nyata.
4. Penggantian Variabel Struktural. Mengubah struktur organisasi formal dan pola struktur interaksi dari pihak-pihak yang berkonflik lewat desain pekerjaan, pemindahan, penciptaan posisi koordinasi dan perputaran anggota kelompok atau mempunyai coordinator, penghubung di antara orang-orang yang tetap menjaga komunikasi satu dengan lainnya di dalam kelompok.
5. Membaurkan Unit yang Berkonflik. Agar salah satu yang berkonflik memperluas batas-batasnya dan menyerap sumber kejengkelannya. Contoh, sistem sekolah dasar dan menengah menggunakan teknik mengizinkan orang-orang yang terhadap kurikulum untuk turut serta dalam meninjau kembali dan menggevaluasi program.
6. Perintah kekuasaan. Penggunaan kekuasaan bisa dikatakan paling banyak digunakan untuk menyelesaikan konflik diantara kelompok, menggunakan cara ini dengan mudah menyelesaikan masalah yang dillihatnya pantas dan mengomunikasikan keinginan-keinginannya kepada kelompok-kelompok yang terlibat, bawahan biasanya berpegang pada keputusan atasan, Perintah kekuasaan biaanya bekerja dalam jangka pendek, tidak memfokuskan pada sebab-sebab konflik tetapi agak berfokus pada hasilnya.
7. Pelunakan. Suatu teknik yang dikenal sebagai pelunakan menenkankan kepentingan umum dari kelompok yang berkonflik dan melunakan perbedaan-perbedaanya. Manajer harus menjelaskan pada pihak yang berkonflik bahwa kerja oraganisasi akan berada dalam bahaya jika kelompok tidak saling bekerja sama, maka bila manajer tidak memihak kelompok yang berkonflik akan setuju, paling tidak membatasi permusuhan.
8. Penghindaran. Penghindaran dapat diartikan menarik diri sendiri atau menekan konflik. Menghidari konflik bukan merupakan penyelesaian yang efektif dan juga tidak menghilangkan, tetapi konflik harus dihadapi. Tetapi konflik harus dihadapi. Tetapi dalam beberapa keadaan konflik memang perlu dihindari.
9. Kompromi. merupakan cara tradisional untuk menyelesaikan konflik. Kompromi dapat digunakan secara efektif ketikan bentuk tujuan (misalnya uang) dapat dibagi secara adil. Jika ini tidak mungkin, salah satu kelompok harus merelakan sesuatu yang berharga sebagai konsesi. Oleh karenanya tidak ada pihak yang benar-benar puas menerima hasil kompromi, berarti kompromi sebatas pemecahan masallah yang bersifat sementara.[5]
 
E. Mengatasi Konflik Antarkelompok dengan Cara Berunding atau Negosiasi
  Metode yang banyak dipakai tapi sering tidak dikenal dalam mengatasi konflik antarkelompok adalah prooses perundingan. Disamping kegiatan prosesnya sering disalahartikan dan terkadang diselesaikan dengan cara yang tidak baik. Jika dilakukan dengan efektif, proses negosiasi dapat menyebabkan kelanjutan kerja sama untuk mencapai tujuan bersama dan usaha kerja sama untuk mencapai tujuan bersama, dan jika diselesaikan secara tidak benar, proses dapat digambarkan seperti sebuah perkelahian di jalan.
    Perundingan memepertemukan dua pihak, dengan kepentingan yang berbeda, bersama-sama untuk mencapai sebuah persetujuan. Para pemimpin dalam organisasi menunjukkan fungsi yang sama, melakukan perundingan secara kontinu, berunding dengan bawahan, atasan, pemasok da pelanggan sehari-hari.
    Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengatasi konflik dengan cara perundingan atau negosiasi adalah sebagai berikut:
1. Berkompromi dalam hal bahwa semua pihak berpengaruh meninggalkan perasaan seperti mereka telah memenangkannya.
2. Tugas sebelum berunding yaitu dengan cara memahami pihak lain, dan mengetahui semua pilihan.
  • Dampak kepribadian dalam proses negosiasi. Proses negosiasi adalah pengalaman yang sangat berorientasi pada manusia. Untuk menambah pemahaman akan tujuan, kebutuhan, dan keinginan pihak lain. Perunding yang sukses berusaha untuk memahami sifat kepribadian yang relevan dari individu yang lain yang berunding. Para manajer harus berhenti dan melihat dengan seksama peranan pihakk-pihak lain dalam perundingan memainkan dan menanyakan apa yang sebenarnya mendorong individu-individu.
  • Peranan Kepercayaan. dalam proses perundingan, akan ada kemungkinan yang besar dari hasil yang menguntungkan bagi organisasi bila tingkat kepercayaan yang tinggi timbul diantara kelompok yang berunding. Para perunding bermaksud membuat pertanyaan tentang kebutuhan, keinginan, dan prioritas kelompok sepertinya berbahaya dan karena itu mereka hanya bersedia membuatnya jika mereka punya rasa percaya padanya. Tingkat kepercayaan yang tinggi di antara dua pihak yang berkonflik akan menjadi lebih terbuka dan berbagi informasi. Sebagai tambahan, perundingan yang baik tidak akan pernah menepatkan pihak lain pada posisi di mana dia tidak keluar tanpa kehilangan muka (dipermalukan).
  • Alternatif untuk mengarahkan perundingan. Bisa dengan cara penggunaan mediator (penengah) memungkinkan sesorang yang netral untuk mencapai suatu persetujuan yang menguntungkan kedua belah pihak dan organisasi secara keseluruhan. Suatu pilihan untuk penengahan adalah arbitrasi. Beberapa perusahaan membentuk komite resmi sebagai mediator.
    Dengan demikian, dapatlah disimpulkan bahwa upaya untuk menyelesaikan atau mengatasi konflik dapat dilakukan dengan cara:1. Forum komunikasi, 2. Refleksi, 3. Arbitrasi, 4. Perubahan sistem, 5. Sosialisasi peraturan/ visi misi, 6. Sarasehan, 7. Pembinaan rohani, 8. Musyawarah, 9. Negosiasi.
 
F. Mengatasi Konflik Antarkelompok melalui Stimulasi
   Stimulasi konflik dalam satuan-satuan organisasi di mana pelaksanaan kegiatan lambat karena tingkat konflik terlalu rendah. Situasi dimana konflik terlalu rendah akan menyebabkan karyawan takut berinisiatif dan menjadi pasif. Kejadian-kejadian, perilaku dan informasi yang dapat mengarahkan orang-orang bekerja lebih baik diabaikan, para angggota kelompok lebih saling toleransi terhadap masalah yang ada padahal jika masalah diselesaikan akan lebih efektif dan efisien terhadap pekerjaan. Manajer dari kelompok seperti ini perlu merangsang timbunya persingan konflik yang dapat mempunyai efek penggemblengan.
      Metode stimulasi konflik meliputi:
  • Mengubah struktur organisasi, dengan merubah struktur dapat menyelesaikan masalah dan juga menimbulkan masalah baru, misal suatu perguruan tinggi dipandang baik jika memecah satu sistem yang memimpin banyak bawahan menjadi unit-unit kecil dengan ketua masing-masing. Hal ini dapat menstimulan persaingan antar unit yang tadinya satu, hingga mereka akan berlomba untuk memperbaiki masalah yang dianggap rendah sebelumnya.
  • Mendorong adanya persaingan. Persaingan yang baik juga dapat timbul karena adanya dorongan berupa reward/achievement, yang biasanya berupa insentif dan bonus gaji, dengan adanya insentif dapat mendorong perbaikan mutu kerja yang menjadi masalah yang tidak dianggap masalah atau masalah tersebut tidak terlalu terlihat hingga tidak dicarikan solusinya.[6]
BAB III
PENUTUP
 
A. Kesimpulan
    Konflik adalah pertentangan dalam hubungan kemanusiaan antara satu pihak dengan pihak lain dalam mencapai suatu tujuan, yang timbul akibat adanya perbedaan kepentingan, emosi/psikologi dan nilai. Setiap kelompok paling tidak mempunyai sedikit konflik dengan kelompok lain yang berhubungan. Ada empat faktor yang menyebabkan tibulnya konflik yaitu: saling ketergantungan kerja, perbedaan tujuan, perbedaan persepsi, dan tuntunan yang meningkat akan spesialis.
 Metode yang banyak dipakai tapi sering tidak dikenal dalam mengatasi konflik antarkelompok adalah prooses perundingan. Disamping kegiatan prosesnya sering disalahartikan dan terkadang diselesaikan dengan cara yang tidak baik. Jika dilakukan dengan efektif, proses negosiasi dapat menyebabkan kelanjutan kerja sama untuk mencapai tujuan bersama dan usaha kerja sama untuk mencapai tujuan bersama, dan jika diselesaikan secara tidak benar, proses dapat digambarkan seperti sebuah perkelahian di jalan.
 
 
DAFTAR PUSTAKA
Wirawan. Konflik dan Manajemen Konflik: Teori, Aplikasi dan Penelitian. Jakarta: Salemba Humanika, 2016.
Rivai, Veithzal. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
Winardi. Manajemen Konflik: Konflik perubahan dan Pengembangan. Bandung: Bandar Maju, 1994.
 
__________________
[1] Veithzal Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm. 274
[2] Winardi, Manajemen Konflik: Konflik perubahan dan Pengembangan, (Bandung: Bandar Maju, 1994), hlm. 5
[3] Veithzal Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm. 294
[4] Veithzal Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm. 295
[5] Wirawan, Konflik dan Manajemen Konflik: Teori, Aplikasi dan Penelitian, (Jakarta: Salemba Humanika, 2016), hlm. 299
[6] Wirawan, Konflik dan Manajemen Konflik: Teori, Aplikasi dan Penelitian, (Jakarta: Salemba Humanika, 2016), hlm. 303

Baca juga: Karya Tulis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *