Makalah

Makalah Program Layanan Bimbingan Konseling Komprehensif

BAB I
PENDAHULUAN
 
A. Latar Belakang
 Sejalan dengan tujuan Pendidikan Nasional (UU No. 20 Tahun 2003) setiap satuan pendidikan tidak hanya memberikan pembekalan ilmu pengetahuan dan teknologi (perkembangan aspek kognitif) namun juga memfasilitasi perkembangan peserta didik secara optimal. Upaya untuk memberikan pembekalan ilmu pengetahuan dan teknologi (perkembangan aspek kognitif) merupakan wilayah garapan guru bidang studi. 
 
  Sedangkan upaya untuk memfasilitasi perkembangan peserta didik merupakan wilayah garapan bimbingan dan konseling yang harus dilakukan secara proaktif dan berbasis data tentang perkembangan peserta didik beserta faktor yang mempengaruhinya. Meskipun demikian, dalam pelaksanaannya layanan bimbingan dan konseling memerlukan kolaborasi antara konselor dengan pimpinan sekolah, guru mata pelajaran, staf administrasi, orang tua peserta didik dan pihak-pihak terkait begitu juga sebaliknya.
 
  Sehubungan dengan hal tersebut maka diperlukan program bimbingan dan konseling yang mewadahi seluruh kegiatan bimbingan dan konseling yang akan diberikan kepada peserta didik dalam rangka menunjang tercapainya tujuan pendidikan nasional pada umumnya dan visi/misi yang ada di sekolah secara khusus. Penyusunan program bimbingan dan konseling hendaknya merujuk pada pedoman kurikulum dan berdasarkan kondisi objektif yang berkaitan dengan kebutuhan nyata di sekolah yang disesuaikan dengan tahapan perkembangan peserta didik. Sehingga program yang dilaksanakan merupakan program yang realistik dan layak untuk di implementasikan  dan dapat mengembangkan potensi peserta didik secara optimal di sekolah-sekolah. 
  
  Muro dan Kottman (Syamsu dan Juntika, 2010: 26) mengemukakan bahwa struktur bimbingan dan konseling komprehensif diklasifikasikan ke dalam empat jenis layanan, yaitu: layanan dasar bimbingan, layanan responsif, layanan perencanaan individual dan dukungan sistem. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai struktur-struktur bimbingan dan konseling komprehensif tersebut. 
 
B. Rumusan Masalah
  1. Jelaskan pengertian layanan bimbingan konseling?
  2. Apa strategi pelaksanaan pelayanan dasar?
  3. Jelaskan fokus pengembangan pelayanan dasar?
  4. Apa makna bimbingan konseling komprehensif?
  5. Apa saja tujuan dan fungsi bimbingan konseling komprehensif?
  6. Sebutkan prinsip-prinsip bimbingan konseling komprehensif?
  7. Apa saja komponen program bimbingan konseling dan komprehensif?
  8. Apa saja model-model pembelajaran dengan pendekatan?
C. Tujuan Penulisan
  1. Untuk mengetahui pengertian layanan bimbingan konseling.
  2. Untuk mengetahui strategi pelaksanaan pelayanan dasar.
  3. Untuk mengetahui fokus pengembangan pelayanan dasar.
  4. Untuk mengetahui makna bimbingan konseling komprehensif.
  5. Untuk mengetahui tujuan dan fungsi bimbingan konseling komprehensif.
  6. Untuk mengetahui prinsip-prinsip bimbingan konseling komprehensif.
  7. Untuk mengetahui komponen program bimbingan konseling dan komprehensif.
  8. Untuk mengetahui model-model pembelajaran dengan pendekatan.
BAB II
PEMBAHASAN
 
A. Pengertian Layanan Bimbingan Konseling
  Pelayanan dasar adalah salah satu komponen program Pelayanan Bimbingan dan Konseling Komprehensif yang saat ini dikembangkan di Indonesia.  Pelayanan dasar diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada seluruh konseling melalui kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara klasikal atau kelompok yang disajikan secara sistematis dalam rangka mengembangkan perilaku jangka panjang sesuai dengan tahap dan tugas-tugas perkembangan (yang dituangkan sebagai standar kompetensi kemandirian) yang diperlukan dalam pengembangan kemampuan memilih dan mengambil keputusan dalam menjalani kehidupannya.
 
 Di Amerika Serikat sendiri, istilah pelayanan dasar ini lebih populer dengan sebutan kurikulum bimbingan (guidance curriculum). Tidak jauh berbeda dengan pelayanan dasar, kurikulum bimbingan ini diharapkan dapat memfasilitasi peningkatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan tertentu dalam diri siswa yang tepat dan sesuai dengan tahapan perkembangannya (Bowers & Hatch dalam Fathur Rahman). Penggunaan instrumen asesmen perkembangan dan  kegiatan tatap muka terjadwal di kelas sangat diperlukan untuk mendukung implementasi komponen ini. Asesmen kebutuhan diperlukan untuk dijadikan landasan pengembangan pengalaman terstruktur yang disebutkan.
 
  “Dilihat dari segi bahasa, istilah bimbingan dan konseling terdiri dari dua kata, yaitu bimbingan dan konseling. Dahulu istilah BK belum dikenal, karena orang lebih banyak menggunakan istilah bimbingan dan penyuluhan atau disingkat BP. Namun saat ini istilah peyuluhan telah diganti dengan kata konseling.” (Ahmad Susanto, 2015).
 
  Adapun  menurut Traxler (1966:3) makna bimbingan lebih mengarah pada peran bimbingan itu sendiri. Menurutnya, bimbingan memungkinkan setiap individu mengetahui kemampuannya, minat, guna mengembangkan sebaik mungkin sifat-sifat kepribadiannya, supaya memahami lingkungannya, dan mengaplikasikan dalam kehidupannya untuk mencapai kematangan diri sebagai warga negara yang demokratis.
 
  “Dari definisi-definisi di atas, dapat dipahami bahwa bimbingan merupakan kegiatan yang sengaja dilakukan dalam upaya pemberian bantuan kepada orang- orang tertentu, baik individu maupun kelompok, dari berbagai usia yang diberikan oleh tenaga ahli dimaksudkan untuk perbaikan kehidupan orang yang dibimbing tersebut.” (Ahmad Susanto, 2015).
 
  Istilah kedua dalam bimbingan konseling adalah konseling. Dalam buku Bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah karya Drs. Tohirin menjelaskan bahwa “istilah konseling yang diadopsi dari bahasa inggris “counseling”  di dalam kamus artinya dikaitkan dengan kata “counsel” memiliki beberapa arti, yaitu nasihat (to obtain counsel), anjuran (to give counsel), dan pembicaraan (to take counsel)” (Tohirin, 2007:21-22).
 
  Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), “konseling diartikan sebagai pemberian b
bimbingan oleh yang ahli kepada seseorang dengan menggunakan metode psikologis dan sebagainya; pengarahan. Atau dalam arti lain dapat didefinisikan sebagai pemberian bantuan konselor kepada konseli sedemikian rua sehingga pemahaman terhadap kemampuan diri sendiri meningkat dalam memecahkan berbagai masalah; penyuluhan”(KBBI, edisi V).
 
 Berdasarkan makna bimbingan dan konseling yang telah dijabarkan diatas, dapat kita paparkan bahwa pengertian bimbingan dan konseling adalah “proses bantuan  atau pertolongan yang diberikan oleh  pembimbing (konselor) kepada individu  (konseli) melalui  pertemuan tatap muka atau  hubungan  timbal balik antara keduanya, agar konseli memiliki kemampuan atau kecakapan melihat dan menemukan masalahnya serta mampu memecahkan masalahnya sendiri”. (Tohirin, 2007:26).
 
B. Strategi Pelaksanaan Pelayanan Dasar
1. Bimbingan kelas
  Program yang dirancang menuntut konselor untuk melakukan kontak langsung dengan para peserta didik di kelas. Secara terjadwal, konselor memberikan pelayanan bimbingan kepada para peserta didik. Kegiatan bimbingan kelas ini bisa berupa diskusi kelas atau brain storming (curah pendapat)
2. Pelayanan orientasi
 Jenis pelayanan ini merupakan suatu kegiatan yang memungkinkan peserta didik dapat memahami dan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Terutama lingkungan  sekolah/madrasah,  untuk  mempermudah atau  memperlancar berperannya mereka di lingkungan baru tersebut. Pelayanan orientasi ini biasanya dilaksanakan pada awal program pelajaran baru. Materi pelayanan orientasi di sekolah/madrasah biasanya mencakup organisasi sekolah/madrasah, staf dan guru-guru, kurikulum, program bimbingan dan konseling, program ekstrakurikuler, fasilitas atau sarana prasarana, dan tata tertib sekolah/madrasah
3. Pelayanan informasi
  Pemberian informasi tentang berbagai hal yang dipandang bermanfaat bagi peserta didik melalui komunikasi langsung maupun tidak langsung. (melalui media cetak maupun elektronik, seperti: buku, brosur, leaflet, majalah, dan internet)
4. Bimbingan kelompok
 Konselor memberikan pelayanan bimbingan kepada peserta didik melalui kelompok-kelompok kecil (5-10 orang). Bimbingan ini ditujukan untuk merespon kebutuhan dan minat para peserta didik. Topik yang didiskusikan dalam bimbingan kelompok ini adalah masalah yang bersifat umum (common problem) dan tidak rahasia, seperti: cara-cara belajar yang efektif, kiat-kiat menghadapi ujian, dan mengelola stress.
5. Pelayanan pengumpulan data (aplikasi instrumentasi)
  Merupakan kegiatan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang pribadi peserta didik dan lingkungan peserta didik. Pengumpulan data ini dapat dilakukan dengan berbagai instrumen, baik tes maupun non-tes.
 
 Pelayanan Dasar bertujuan untuk membantu semua konseli agar memperoleh perkembangan yang normal, memiliki mental yang sehat dan memperoleh keterampilan dasar hidupnya atau dengan kata lain membantu konseling agar mereka dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya. Secara rinci tujuan pelayanan ini dapat dirumuskan sebagai upaya untuk membantu konseling agar:
  1. Memiliki   kesadaran (pemahaman) tentang diri dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, sosial budaya dan agama)
  2. Mampu mengembangkan keterampilan untuk mengidentifikasi tanggung jawab atau seperangkat tingkah laku yang layak bagi penyesuaian diri dengan lingkungannya
  3. Mampu menangani atau memenuhi kebutuhan dan masalahnya
  4. Mampu mengembangkan dirinya dalam rangka mencapai tujuan hidupnya.
C. Fokus Pengembangan Pelayanan Dasar
  Untuk mencapai tujuan tersebut, fokus perilaku yang dikembangkan menyangkut aspek-aspek pribadi, sosial, belajar dan karir. Semua ini berkaitan erat dengan upaya membantu konseli dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya (sebagai standar kompetensi kemandirian). Materi pelayanan dasar dirumuskan dan dikemas atas dasar standar kompetensi kemandirian antara lain mencakup pengembangan:
  1. Motivasi berprestasi
  2. Keterampilan pengambilan keputusan 
  3. Keterampilan pemecahan masalah
  4. Keterampilan hubungan antar pribadi atau berkomunikasi 
  5. Penyadaran keragaman budaya
  6. Perilaku bertanggung jawab.
  Hal-hal  yang  terkait  dengan  perkembangan  karir  (terutama  di  tingkat SLTP/SLTA) mencakup pengembangan:
  1. Fungsi agama bagi kehidupan
  2. Pemantapan pilihan program studi 
  3. Keterampilan kerja profesional
  4. Kesiapan pribadi (fisik-psikis, jasmaniah-rohaniah) dalam menghadapi pekerjaan
  5. Perkembangan dunia kerja
  6. Iklim kehidupan dunia kerja 
  7. Cara melamar pekerjaan
  8. Kasus-kasus kriminalitas
  9. Bahayanya perkelahian masal (tawuran) dan dampak pergaulan bebas.
D. Makna Bimbingan Konseling Komprehensif
  Bimbingan dan konseling merupakan serangkaian kegiatan atau aktivitas yang  dirancang  oleh  konselor  untuk  membantu  klien  dalam  upaya  untuk mengembangkan dirinya seoptimal mungkin. Karena perkembangan siswa bersifat fluktatif, maka untuk membantu kondisi seperti itu perlu diberikan layanan bimbingan konseling yang komprehensif. Bimbingan dan konseling komprehensif merupakan upaya untuk memberikan bantuan secara utuh yang melibatkan konselor, pimpinan sekolah, guru mata pelajaran, staff administrasi, orang tua dan masyarakat.
 
  Bimbingan dan konseling komprehensif diprogramkan untuk semua peserta didik, artinya bahwa semua peserta didik hukumannya wajib menerima layanan bimbingan dan konseling, sehingga persepsi bahwa fokus bimbingan dan konseling hanyalah pada siswa yang bermasalah saja akan hilang. Oleh karena itu, bimbingan dan konseling komprehensif perlu memperhatikan ruang lingkup yang menyeluruh, dirancang untuk lebih berorientasi pada pencegahan dan tujuannya pengembangan potensi peserta didik. Melalui bimbingan dan konseling komprehensif peserta didik diharapkan memahami dan dapat mengetahui kehidupan yang mencakup kehidupan akademik, karir, dan pribadi sosial. Fokus utama dalam bimbingan dan konseling komprehensif adalah teraktualisasinya potensi peserta didik dapat berkembang secara optimal. Lima premis dasar dalam bimbingan dan konseling komprehensif menurut Gysbers dan Henderson (2006:28) adalah sebagai berikut:
  1. Tujuan bimbingan dan konseling komprehensif bersifat kompatibel dengan tujuan pendidikan
  2. Program bimbingan dan konseling komprehensif bersifat perkembangan
  3. Program bimbingan dan konseling merupakan Team building approach
  4. Program bimbingan dan konseling merupakan proses yang sistematis dan dikemas melalui tahap-tahap perencanaan, desain, implementasi, evaluasi, dan tindak lanjut
  5. Program bimbingan dan konseling harus dikendalikan oleh kepemimpinan yang mempunyai visi dan misi yang kuat tentang bimbingan dan konseling.
 
E. Tujuan dan Fungsi Bimbingan Konseling Komprehensif
Tujuan Bimbingan Konseling Komprehensif antara lain:
  1. Merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupannya di masa yang akan datang
  2. Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin
  3. Menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan kerjanya
  4. Mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat maupun lingkungan kerja.
  Fungsi Bimbingan Konseling Komprehensif antara lain:
  1. Pemahaman yaitu membantu peserta didik (siswa) agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama)
  2. Preventif yaitu upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya agar tidak dialami oleh peserta didik
  3. Pengembangan yaitu konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan siswa
  4. Perbaikan (penyembuhan) yaitu fungsi bimbingan yang bersifat kuratif
  5. Penyaluran yaitu fungsi bimbingan dalam membantu individu memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya
  6. Adaptasi yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan khususnya konselor, guru atau dosen untuk mengadaptasikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat kemampuan, dan kebutuhan individu (siswa)
  7. Penyesuaian yaitu fungsi bimbingan dalam membantu individu (siswa) agar dapat menyesuaikan diri secara dinamis dan konstruktif terhadap program pendidikan, peraturan sekolah, atau norma agama.
F. Prinsip-prinsip Bimbingan Konseling Komprehensif
  Terdapat beberapa prinsip dasar yang dipandang sebagai pondasi atau landasan bagi layanan bimbingan. Prinsip-prinsip ini berasal dari konsep-konsep filosofis tentang kemanusiaan yang menjadi dasar bagi pemberian layanan bantuan atau  bimbingan,  baik  di sekolah  maupun di luar sekolah. Prinsip-prinsip itu adalah sebagai berikut:
  1. Bimbingan diperuntukhan bagi semua individu (guidance is for all individuals)
  2. Bimbingan bersifat individualisasi yaitu setiap individu bersifat unik (berbeda satu sama lainnya)
  3. Bimbingan menekankan hal yang positif
  4. Bimbingan merupakan usaha bersama sekolah. Mereka sebagai team work terlibat dalam proses bimbingan
  5. Pengambilan keputusan merupakan hal yang sensial dalam bimbingan
  6. Bimbingan berlangsung dalam berbagai setting (adegan) kehidupan
  Bidang Bimbingan Konseling Komprehensif
  1. Bimbingan akademik yaitu bimbingan yang diarahkan untuk membantu para individu dalam menghadapi dan memecahkan masalah-masalah akademik
  2. Bimbingan sosial pribadi merupakan bimbingan untuk membantu para individu dalam memecahkan masalah-masalah sosial pribadi
  3. Bimbingan karir yaitu bimbingan untuk membantu individu dalam perencanaan, pengembangan dan pemecahan masalah-masalah karir.
G. Komponen Program Bimbingan Konseling dan Komprehensif
1. Layanan dasar
  Layanan dasar diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada seluruh peserta didik melalui kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara klasikal atau kelompok yang disajikan secara sistematis dalam rangka mengembangkan perilaku jangka panjang sesuai dengan tahap dan tugas-tugas perkembangan (yang dituangkan sebagai standar kompetensi kemandirian) yang diperlukan dalam pengembangan kemampuan memilih dan mengambil keputusan dalam menjalani kehidupannya. Penggunaan instrumen  asesmen perkembangan dan kegiatan tatap muka terjadwal di kelas sangat diperlukan untuk mendukung implementasi komponen ini. Asesmen kebutuhan diperlukan untuk dijadikan landasan pengembangan pengalaman terstruktur yang disebutkan.
 
  Layanan ini bertujuan untuk membantu semua siswa agar memperoleh perkembangan yang normal, memiliki mental yang sehat, dan memperoleh keterampilan dasar hidupnya, atau dengan kata lain membantu siswa agar mereka dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya.
  Strategi implementasinya:
  • Bimbingan KelasProgram yang dirancang menuntut konselor untuk melakukan kontak langsung dengan para peserta didik di kelas. Secara terjadwal, konselor memberikan pelayanan bimbingan kepada para peserta didik. Kegiatan bimbingan kelas ini bisa berupa diskusi kelas atau brain storming (curah pendapat)
  • Pelayanan Orientasi. Jenis pelayanan ini merupakan suatu kegiatan yang memungkinkan peserta didik dapat memahami dan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, terutama lingkungan sekolah/madrasah, untuk mempermudah atau memperlancar berperannya mereka di lingkungan baru tersebut. Pelayanan orientasi ini biasanya dilaksanakan pada awal program pelajaran baru. Materi pelayanan orientasi disekolah/madrasah biasanya mencakup organisasi sekolah/madrasah, staf dan guru-guru, kurikulum, program bimbingan dan konseling, program ekstrakurikuler, fasilitas atau sarana prasarana dan tata tertib sekolah/madrasah.
  • Pelayanan InformasiPelayanan ini merupakan pemberian informasi tentang berbagai hal yang dipandang bermanfaat bagi peserta didik melalui komunikasi langsung maupun tidak langsung (melalui media cetak maupun elektronik, seperti: buku, brosur, leaflet, majalah dan internet)
  • Bimbingan Kelompok. Konselor memberikan pelayanan bimbingan kepada peserta didik melalui kelompok-kelompok kecil (5-10 orang). Bimbingan ini ditujukan untuk merespon kebutuhan dan minat para peserta didik.Topik yang didiskusikan dalam bimbingan kelompok ini, adalah masalah yang bersifat umum (common problem) dan tidak rahasia, seperti cara-cara belajar yang efektif, kiat-kiat menghadapi ujian dan mengelola stress.
  • Pelayanan Pengumpulan Data (aplikasi instrumentasi)Merupakan kegiatan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang pribadi peserta  didik  dan  lingkungan peserta didik. Pengumpulan data ini dapat dilakukan dengan berbagai instrumen, baik tes maupun non-tes.
2. Layanan Responsif
  Layanan    responsif    merupakan    pemberian    bantuan    kepada    peserta didik yang menghadapi kebutuhan dan masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera, sebab jika tidak segera dibantu dapat menimbulkan gangguan dalam proses pencapaian tugas-tugas perkembangan. Konseling indiviaual, konseling krisis, konsultasi dengan orangtua, guru, dan alih tangan kepada ahli lain adalah ragam bantuan yang dapat dilakukan dalam layanan responsif.
  Strategi implementasinya sebagai berikut:
  • Konseling Individual dan KelompokPemberian pelayanan konseling ini ditujukan untuk membantu peserta didik yang mengalami kesulitan, mengalami hambatan dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Melalui konseling, peserta didik (konseli) dibantu untuk mengidentifikasi masalah, penyebab masalah, penemuan alternatif pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan secara lebih tepat. Konseling ini dapat dilakukan secara individual maupun kelompok.
  • Referal (Rujukan atau Alih Tangan)Apabila konselor merasa kurang memiliki kemampuan untuk menangani masalah konseli, maka sebaiknya dia mereferal atau mengalih tangankan konseli kepada pihak lain yang lebih berwenang, seperti psikolog, psikiater, dokter, dan kepolisian. Konseli yang sebaiknya direferal adalah mereka yang memiliki masalah, seperti mempunyai niat untuk bunuh diri, depresi, tindak kejahatan (kriminalitas), kecanduan narkoba, dan penyakit kronis.
  • Kolaborasi dengan Guru Mata Pelajaran atau Wali KelasKonselor berkolaborasi dengan   guru   dan   wali   kelas   dalam rangka      memperoleh informasi tentang peserta didik (seperti prestasi belajar, kehadiran, dan pribadinya), membantu memecahkan masalah peserta didik, dan mengidentifikasi aspek-aspek bimbingan yang dapat  dilakukan oleh guru mata pelajaran. Aspek-aspek itu di antaranya: memahami karakteristik peserta didik yang unik dan beragam, menandai peserta didik yang diduga bermasalah, membantu peserta didik yang mengalami kesulitan belajar melalui program remedial.
  • Kolaborasi dengan Orang tuaKonselor perlu melakukan kerjasama dengan para orang tua peserta didik. Kerjasama ini penting agar proses bimbingan terhadap peserta didik tidak hanya berlangsung di sekolah/madrasah, tetapi juga oleh orang tua di rumah. Melalui kerjasama ini memungkinkan terjadinya saling memberikan informasi, pengertian, dan tukar pikiran antar konselor dan orang tua dalam upaya mengembangkan potensi peserta didik atau memecahkan masalah yang mungkin dihadapi peserta didik.
  • Kolaborasi dengan pihak-pihak terkaitYaitu berkaitan dengan upaya sekolah/madrasah untuk menjalin kerjasama dengan unsur-unsur masyarakat yang dipandang relevan dengan peningkatan mutu pelayanan bimbingan.
  • KonsultasiKonselor menerima pelayanan konsultasi bagi guru, orang tua, ataupihak    pimpinan    sekolah/madrasah    yang    terkait    dengan upaya membangun kesamaan persepsi dalam memberikan bimbingan kepada para peserta didik, menciptakan lingkungan sekolah/madrasah yang kondusif bagi perkembangan peserta didik, melakukan referal, dan meningkatkan kualitas program bimbingan dan konseling.
  • Bimbingan Teman SebayaBimbingan teman sebaya ini adalah bimbingan yang dilakukan oleh peserta didik terhadap peserta didik yang lainnya. Peserta didik yang menjadi pembimbing sebelumnya diberikan latihan atau pembinaan oleh konselor.  Peserta didik yang menjadi pembimbing berfungsi sebagai mentor atau tutor yang membantu peserta didik lain dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, baik akademik maupun non-akademik. Di samping itu dia juga berfungsi sebagai mediator yang membantu konselor dengan cara memberikan informasi tentang kondisi, perkembangan, atau masalah peserta didik yang perlu mendapat pelayanan bantuan bimbingan atau konseling.
  • Konferensi KasusYaitu kegiatan untuk membahas permasalahan peserta didik dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan peserta didik itu. Pertemuan konferensi kasus ini bersifat terbatas dan tertutup.
  • Kunjungan RumahYaitu kegiatan untuk memperoleh data atau keterangan tentang peserta didik tertentu yang sedang ditangani dalam upaya mengentaskan masalahnya melalui kunjungan ke rumahnya.
3. Perencanaan Individual
  Layanan ini diartikan proses bantuan kepada peserta didik agar mampu merumuskan dan melakukan aktivitas yang berkaitan dengan perencanaan masa depan berdasarkan pemahaman akan kelebihan dan kekurangan dirinya serta pemahaman akan peluang dan kesempatan yang tersedia di lingkungannya. Pemahaman peserta didik  secara mendalam dengan segala karakteristiknya, penafsiran hasil asesmen dan penyediaan informasi yang akurat sesuai dengan peluang dan potensi yang dimiliki peserta didik amat diperlukan sehingga peserta didik mampu memilih dan mengambil keputusan yang tepat di dalam mengembangkan potensinya secara optimal, termasuk keberbakatan dan kebutuhan khusus peserta didik.
 
 Konselor membantu peserta didik menganalisis kekuatan dan kelemahan dirinya berdasarkan data atau informasi yang diperoleh, yaitu yang menyangkut pencapaian tugas-tugas perkembangan atau aspek-aspek pribadi, sosial, belajar, dan karir. Melalui kegiatan penilaian diri ini, peserta didik akan memiliki pemahaman, penerimaan, dan pengarahan dirinya secara positif dan konstruktif. Pelayanan perencanaan individual ini dapat dilakukan juga melalui pelayanan penempatan (perpindahan situasi dari sekolah ke lapanagan kerja, sekolah ke jenjang berikutnya, atau pindah ke sekolah lain) untuk membantu peserta didik menempati posisi yang sesuai dengan bakat dan minatnya
 
  Hal  senada  juga  diungkapkan  oleh  Gysber  &  Henderson  (2006:  75) menyatakan strategi implementasi dari individual planning adalah dengan cara:
  • Individual appraisal yaitu konselor sekolah membantu siswa untuk menilai dan menafsirkan kemampuan, minat, keterampilan dan prestasi mereka
  • Individual advisement yaitu konselor sekolah membantu siswa untuk menggunakan informasi pribadi/sosial, akademik, karir, dan informasi pasar tenaga  kerja  untuk  membantu  mereka merencanakan  dan  menyadarkan mereka tentang pribadi, sosial, akademik, dan tujuan karirnya
  • Transition planning yaitu konselor sekolah dan tenaga pendidikan lainnya membantu siswa untuk melakukan transisi dari sekolah ke kerja atau untuk pelajaran tambahan dan pelatihan
  • Follow-up yaitu konselor sekolah dan tenaga pendidikan lainnya memberikan bantuan tindak lanjut untuk siswa serta tindak lanjut mengumpulkan data untuk evaluasi dan perbaikan program.
 Konseli menggunakan informasi tentang pribadi, sosial, pendidikan dan karir yang diperolehnya untuk merumuskan tujuan dan merencanakan kegiatan (alternatif kegiatan) yang menunjang pengembangan dirinya atau kegiatan yang berfungsi untuk memperbaiki kelemahan dirinya, melakukan kegiatan yang sesuai    dengan tujuan atau perencanaan yang telah ditetapkan, dan mengevaluasi kegiatan yang telah dilakukannya.
 
4. Dukungan Sistem
  Ketiga komponen diatas, merupakan pemberian layanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik secara langsung. Sedangkan dukungan sistem merupakan komponen layanan dan kegiatan manajemen, tata kerja, infra struktur (misalnya Teknologi Informasi dan Komunikasi) dan pengembangan kemampuan profesional konselor secara berkelanjutan yang secara tidak langsung memberikan bantuan kepada peserta didik atau memfasilitasi kelancaran perkembangan peserta didik. Berikut implementasi kegiatannya:
  • Pengembangan ProfesiKonselor secara terus menerus berusaha untuk meng-update pengetahuan dan keterampilannya melalui in-service training, aktif dalam organisasi profesi,  aktif  dalam  kegiatan-kegiatan  ilmiah,  seperti  seminar danworkshop atau melanjutkan studi  ke program yang lebih tinggi.
  • Manajemen ProgramProgram pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin akantercipta, terselenggara dan tercapai bila tidak memiliki suatu sistem manajemen yang bermutu, dalam arti dilakukan secara jelas, sistematis, dan terarah. Oleh karena itu,  bimbingan  dan konseling harus ditempatkan sebagai bagian terpadu dari seluruh program sekolah/madrasah dengan dukungan wajar dalam aspek ketersediaan sumber daya manusia (konselor), maupun sarana dan pembiayaan.
  • Riset dan PengembanganStrategi melakukan penelitian mengikuti kegiatan profesi dan mengikuti aktifitas peningkatan profesi serta kegiatan pada organisasi profesi.
H. Model-model pembelajaran dengan Pendekatan
  Model pembelajaran active learning merupakan istilah yang mengacu pada penggunaan sebagai strategi belajar mengajar dengan tujuan agar terjadi keterlibatan siswa dalam proses belajar mereka. Model pembelajaran aktif (active learning) ini agar pelaksanaannya efektif dan efisien maka dibutuhkan beragam pendukung pada proses belajar mengajar yang dilakukan. Beberapa diantaranya seperti dari aspek siswa, guru, situasi pembelajaran, program belajar yang direncanakan hingga sarana pembelajaran.
 
 Model pembelajaran active learning (pembelajaran aktif) ini sangat sesuai dengan pandangan kontruktivisme, di mana proses belajar dianggap sebagai kegiatan membangun makna atau pengertian terhadap pengalaman dan informasi yang dilakukan secara mandiri oleh si pembelajar itu sendiri (dalam hal ini siswa) dan bukan oleh si pengajar (guru). Guru hanyalah sebagai fasilitator yang menyiapkan agar kegiatan belajar bersuasana inisiatif dan tanggung jawab belajar dari sisi si pembelajar (siswa). Melalui model pembelajaran aktif (active learning) ini dapat diharapkan siswa akan berkeinginan terus untuk belajar selama hidupnya (pebelajar sepanjang hayat), dan tidak tergantung pada guru atau orang lain bilamana mereka harus (perlu) untuk mempelajari hal-hal yang baru.
 
 Pembelajaran active learning adalah satu model pembelajaran di mana terdapat suatu kesatuan beragam strategi-strategi pembelajaran yang dapat berbentuk beragam cara untuk membuat peserta didik menjadi aktif dalam belajar. Pembelajaran aktif (active learning) agak sulit memang untuk didefinisikan secara tegas karena semua cara belajar itu dapat memberikan efek keaktifan peserta didik, walaupun demikian tentu kualitas dan kadar keaktifannya dapat berbeda-beda. Keaktifan siswa untuk belajar dapat muncul dalam berbagai bentuk. Tetapi, keaktifan di sini harus memiliki satu karakteristik keaktifan yang penting yaitu harus ada keterlibatan intelektual, emosional  dalam  kegiatan belajar, adanya asimilasi dan akomodasi kognitif (ingat Teori Piaget!) untuk memperoleh pengetahuan. Untuk ini siswa harus melakukan sesuatu sehingga ia memperoleh pengalaman langsung dalam pembentukan keterampilan dan penghayatan serta internalisasi nilai-nilai. 
 
  Pembelajaran aktif (active learning) digunakan oleh guru agar penggunaan semua potensi belajar yang dimiliki siswa optimal. Hal ini tentunya akan membawa  kepada hasil belajar yang baik  bagi  siswa. Pembelajaran dengan model active learning dapat membuat siswa belajar sesuai dengan karakter dan gaya belajarnya masing-masing, sehingga intensitas perhatian siswa lebih banyak tertuju pada kegiatan belajarnya masing-masing.
 
  Munculnya model pembelajaran aktif tak terlepas dari adanya kelemahan pada model pembelajaran konvensional seperti ceramah dan pendekatan pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered). Pada model pembelajaran konvensional/tradisional di mana guru adalah satu-satunya sumber informasi pada pembelajaran dan selalu mendominasi kelas dengan ceramahnya, maka kemampuan siswa menangkap pembelajaran semakin melemah bersama berlalunya waktu. Makin lama ceramah diberikan, semakin banyak gangguan belajar yang mengakibatkan siswa tak lagi dapat berkonsentrasi dan menerima informasi yang diberikan oleh guru. 
 
  Di sekolah-sekolah kita, di mana kebanyakan guru mendominasi pembelajaran melalui penyampaian materi, terjadilah juga hal yang demikian. Pembelajaran tidak lagi menjadi bermakna bagi siswa. Penggunaan model pembelajaran aktif (active learning) dalam kelas oleh guru diharapkan dapat membuat siswa lebih termotivasi untuk belajar karena mereka semua terlibat secara aktif belajar melalui kegiatan-kegiatan yang telah dirancang dan disediakan oleh guru untuk difasilitasi di kelasnya. 
 
  Model pembelajaran aktif (active learning) menggunakan beragam strategi mengajar yang dapat mengakomodasi berbagai karakter siswa yang tentunya berbeda-beda di dalam suatu kelas. Diusahakan untuk menyediakan beragam kegiatan belajar yang dilakukan sendiri oleh siswa, sehingga organ- organ sensori (alat indra) siswa berfungsi dan aktif. Tidak melulu cuma mendengarkan, tetapi mereka aktif melihat tampilan visual yang menarik, mendengarkan beragam jenis suara (misal musik), dan barang-barang atau alat dan bahan yang dapat dipegang atau dimanipulasi (untuk anak kinestetik). 
 
 Model pembelajaran dengan belajar aktif atau active learning intinya adalah guru mengupayakan agar stimulus dan respons anak didik dalam pembelajaran lancar dan menguat. Ini akan berimplikasi pada pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan jauh dari kata bosan. Model pembelajaran aktif (belajar aktif/active learning) diketahui telah mampu meningkatkan ingatan (memori) siswa. Ini tentunya akan memberikan kemungkinan yang lebih besar bagi guru untuk membawa siswanya ke pencapaian kompetensi yang diharapkan dibanding pembelajaran model tradisional atau konvensional yang didominasi oleh guru.
 
 Salah satu hal penting lain yang harus diperhatikan oleh guru jika ingin mengimplementasikan model pembelajaran aktif (active learning) di kelasnya adalah, pada saat di awal pembelajaran, guru harus mengaitkan materi atau topik yang akan dipelajari siswa dengan topik atau materi yang telah diajarkan sebelumnya. Atau dapat juga, jika materi atau topik benar-benar baru bagi siswa, guru mencoba menggali pengetahuan awal atau bekal awal yang telah dimiliki siswa yang mungkin saja mereka peroleh dari proses belajar mandiri seperti membaca buku atau menonton berita (tayangan televisi, dsb) atau pengalaman mereka sehari-hari. Hal ini penting karena akan membantu siswa belajar dari modal yang telah mereka miliki dan bukan mulai lagi dari nol. 
 
  Secara kognitif, sebagaimana yang diusulkan oleh Teori Piaget, adalah Perbandingan Model Pembelajaran Aktif dan Pembelajaran Konvensional/Tradisional. Perbedaan model pembelajaran aktif (active learning/belajar aktif) dengan model pembelajaran konvensional/tradisonal seperti:
  1. Model   pembelajaran   aktif   berpusat   pada   siswa   sedangkan   model pembelajaran konvensional/tradisional berpusat pada guru.
  2. Model pembelajaran aktif menggunakan berbagai strategi untuk melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan belajar, sementara model pembelajaran konvensional/tradisional cenderung monoton (strategi ceramah).
  3. Model pembelajaran aktif umumnya lebih disukai oleh siswa karena membuat mereka lebih aktif dan memberikan kesempatan untuk menunjukkan ide-ide mereka, sementara model pembelajaran konvensional/tradisional tidak memberikan kesempatan sedemikian.
  4. Karena model pembelajaran aktif (active learning/belajar aktif) lebih banyak mengakomodasi siswa dengan ide-ide dan minatnya, maka tentunya lebih menyenangkan dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional/tradisional.
  5. Model pembelajaran aktif lebih menekankan siswa sebagai pencari pengetahuan sementara model pembelajaran konvesional/tradisional lebih bersifat membuat siswa pasif untuk menerima pengetahuan dari guru.
  6. Model pembelajaran aktif menggunakan beragam sumber informasi dan banyak, sementara model pembelajaran konvesional/tradisional sumber informasi utama dan seringkali satu-satunya adalah guru.
  7. Model pembelajaran aktif (active learning) menggunakan beragam media dan alat pembelajaran untuk membuat siswa berkegiatan secara aktif di kelas sementara model pembelajaran konvensional/tradisional umumnya tanpa atau hanya menggunakan satu atau sedikit media pembelajaran.
BAB III
PENUTUP
 
A.  Kesimpulan
  Bimbingan dan komprehensif merupakan sistem kegiatan yang dibuat guna membantu klien dalam mengembangkan potensi dirinya seoptimal mungkin. Namun dalam prosesnya, siswa tidak selalu mengalami perkembangan yang baik.
  Titik berat bimbingan dan konseling komprehensif adalah mengarahkan peseta didik agar mampu mencegah berbagai hal yang dapat menghambat perkembangannya. Selain itu, melalui hal preventif peserta didik mampu memutuskan dan memilih tindakan-tindakan tepat yang dapat mendukung perkembangannya.
  Dalam pembelajaran aktif, siswa diposisikan sebagai inti dalam kegiatan belajar mengajar. Pembelajaran aktif adalah salah satu strategi belajar mengajar yang menuntut keaktifan dan partisipasi subyek didik secara optimal, sehingga siswa mampu mengubah tingkah lakunya secara efektif dan efisien.
 
 
DAFTAR PUSTAKA
Susanto, Ahmad. 2015. Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rajawali Pers. Tohirin.  2007.  Bimbingan  dan  Konseling  di  Sekolah  dan  Madrasah.  Jakarta:  PT. Rajagrafindo.
Yusuf, Syamsul, & Nurhasan, Juntika. 2014. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN), 2007, Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal, Departemen Pendidikan Nasional.
Hera  Lestari  Mikarsa  dkk,  2007. Pendidikan  Anak  di  SD,  Universitas Terbuka.
Prayitno. 2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta. R. W. Dahar, 1989, Teori-teori Belajar, Jakarta, Erlangga.
Sabri,  A.  2005,  Strategi  Belajar  Mengajar  Micro  Teaching,  Quantum  Teaching, Jakarta.
Suherman, Uman. 2000. Manajemen Layanan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Tidak diterbitkan.
Supriatna,  Mamat.  2011.  Bimbingan  dan  Konseling  Berbasis  Kompetensi.  Jakarta: Rajawali Pres.
Sutirna. 2013 . Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta. CV. Andi Offset.
Udin S. Winataputra, 2007. Materi dan Pembelajaran IPS SD, Universitas Terbuka.
Willis  S,  Sofyan.  2013.  Konseling   Individual,   Teori   dan   Praktek.   Bandung: ALFABETA.
Winkel, W.S. & Hastuti, S. 2007. Bimbingan dan Konseling di Institut Pendidikan. Jakarta: Gramedia.

Baca juga: Karya Tulis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *