Makalah

Makalah Peran Guru Dalam Layanan Bimbingan Konseling

BAB I
PENDAHULUAN
 
A. Latar Belakang
  Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 paasal 3 menyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 
 
  Proses pembelajaran atau belajar mengajar ini mencakup beberapa aspek atau unsur utama, yakni guru dan murid (peserta didik). Guru atau pengajar merupakan individu-individu yang memiliki tugas dan peranan penting dalam memberikan dan mentransfer pengetahuan kepada para peserta didiknya, sedangkan murid atau peserta didik adalah individu-individu yang berusaha mempelajari segenap pengetahuan yang diajarkan, diberikan dan dijelaskan oleh para pengajar. Dengan kata lain, guru adalah seorang yang bertugas menyampaikan materi pelajaran sedangkan murid adalah individu yang berhak mendapatkan materi pelajaran dengan berbagai macam penjelasannya. 
 
  Bimbingan konseling merupakan suatu program yang terintegrasi dalam keseluruhan proses pembelajaran. Kegiatan bimbingan konseling pada dasarnya adalah usaha sadar yang dilakukan oleh guru pembimbing bersama siswanya untuk mencapai kemandirian dalam keseluruhan proses kehidupan, baik sebagai individu, anggota kelompok, keluarga atau masyarakat pada umumnya. 
 
  Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri, dengan memanfaatkan kekuatan individu yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku. Sedangkan pengertian konseling adalah suatu proses memberi bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (yang disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami suatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien. 
 
 Banyaknya terjadi kasus-kasus menyimpang dari aturan sekolah yang berlaku, yang disebabkan oleh faktor-faktor dari dalam maupun dari luar. Artinya, baik masalah yang datang atau timbul dari sekolah itu sendiri maupun lingkungannya itu sendiri. Jadi, kepala sekolah, guru pembimbing, serta staf-staf yang ada di sekolah tidak mampu mengatasi itu semua. Jadi disini dibutuhkan seorang guru yang bisa mengatasi itu semua. Dimana guru tersebut telah memenuhi kriteria, dan keahlian dalam bidang tersebut yaitu mengatasi masalah siswanya dalam memberikan layanan bimbingan konseling. 
 
B. Rumusan Masalah 
  Dari latar belakang yang telah dituliskan di atas, dapat dirumuskan berbagai permasalahan yaitu, sebagai berikut: 
  1. Apa saja program yang ada dalam Bimbingan Konseling di sekolah? 
  2. Apa saja peran guru dalam pelaksanaan Bimbingan Konseling? 
  3. Bagaimana kerjasama guru dan konselor dalam layanan Bimbingan Konseling? 
  4. Apa saja tugas dan problem guru dalam layanan Bimbingan Konseling di sekolah? 
C. Tujuan Penulisan 
  Dari latar belakang yang telah dituliskan di atas, maka tujuan dari makalah ini antara lain: 
  1. Untuk mengetahui program apa saja dalam Bimbingan Konseling di sekolah 
  2. Untuk mengetahui peran guru dalam pelaksanaan Bimbingan Konseling 
  3. Untuk mengetahui bagaimana kerjasama antara guru dan konselor dalam layanan Bimbingan Konseling 
  4. Untuk mengetahui apa saja tugas dan problem guru dalam layanan Bimbingan Konseling di sekolah. 
BAB II 
PEMBAHASAN 
 
A. Program Bimbingan Konseling di Sekolah 
 Pelayanan bimbingan di lembaga pendidikan formal terlaksana dengan mengadakan sejumlah kegiatan bimbingan. Seluruh kegiatan itu terselenggarakan dalam rangka suatu program bimbingan (guidance program), yaitu suatu rangkaian kegiatan bimbingan yang terencana, terorganisasi, dan terkoordinasi selama periode waktu tertentu, misalnya satu tahun ajaran. Suatu program bimbingan dapat disusun berdasarkan suatu kerangka berpikir tertentu, dan pola dasar pelaksanaan bimbingan tertentu. Kegiatan bimbingan mencakup tiga jenis bimbingan, yaitu bentuk bimbingan, sifat bimbingan dan ragam bimbingan, yang masing-masing memberikan corak tertentu pada kegiatan yang tertampung pada suatu program bimbingan. 
 
  Di dalam program bimbingan, terdapat beberapa komponen, yang meliputi susunan saluran formal untuk melayani para siswa, tenaga-tenaga pendidik yang lain, serta orangtua siswa. Mengingat adanya beberapa jenjang pendidikan di sekolah, yang masing-masing menampung siswa dari golongan umur dan tahap perkembangan tertentu, program bimbingan di semua jenjang pendidikan itu akan menunjukkan perbedaan mendasar dalam aspek-aspek yang disebutkan diatas; yaitu dalam kerangka berpikir dan pola dasar pelaksanaan; dalam tekanan yang diberikan pada bentuk, sifat atau ragam bimbingan tertentu; dan mungkin pula dalam mengutamakan atau tidak mengutamakan satu-dua komponen tertentu dalam perencanaan serta penyelenggara program bimbingan.[1]
 
  Setiap program kerja, seyogyanya memiliki tujuan yang jelas dan diikuti oleh indikator atau kriteria keberhasilan yang spesifik, serta target yang jelas dan spesifik. Tanpa adanya hal-hal tersebut, suatu program kerja tidak akan memiliki arah yang jelas. Shertzer & Stone (1971) juga mengemukakan lima kategori umum indikator atau kriteria keberhasilan program bimbingan dan konseling di sekolah, yaitu sebagai berikut:
  1. Reduction in scholastic failure, yaitu penurunan kegagalan dan masalah pembelajaran di sekolah, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. 
  2. Reduction in discipline problems, yaitu penurunan masalah-masalah disiplin, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. 
  3. Greater utilization of the counseling service, yaitu peningkatan pemanfaatan layanan konseling secara sukarela. 
  4. Reduction in program chages, yaitu penurunan perubahan dalam program bimbingan di tengah jalan.
  5. Choice of “suitable” vocational goals, yaitu pilihan pekerjaan dan karier menjadi semakin tepat (cocok dengan potensi dan karakteristik pribadinya) 
  Program layanan bimbingan diselenggarakan dengan maksud bahwa program itu mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Telah disebutkan bahwa introduksi program ini di sekolah adalah untuk menunjang pencapaian tujuan pendidikan di sekolah. Dengan diselenggarakannya layanan bantuan khusus ini diharapkan peluang tercapainya tujuan pendidikan itu lebih besar. Untuk itu, bimbingan diberikan sifat dan fungsi sebagai penunjang kurikulum sekolah dan ia dinyatakan sebagai bagian terpadu dari keseluruhan sistem pendidikan di sekolah. Ibarat roda mobil penumpang, bimbingan adalah salah satu dari keempat roda mobil, ukuran roda kelima alias roda serep. 
 
  Secara umum, penilaian (evaluasi) bermaksud mengetahui apakah sesuatu yang dikerjakan mencapai hasil. Lebih khusus, penilaian bertujuan menentukan apakah tujuan yang telah ditetapan tercapai dan seberapa jauh jika benar-benar tercapai. Usaha pendidikan dan bimbingan dilakukan dengan pikiran bahwa usaha itu bermanfaat atau berguna. Penilaian bermaksud menentukan manfaat atau nilai guna itu. Tersirat disini adanya pertimbangan nilai (value judgment). 
 
  Secara garis besar, penilaian konseling berlangsung mengikuti tahap-tahap perumusan tujuan, penetapan kriteria, pengumpullan data (bukti evidensi), dan pertimbangan kecocokan evidensi itu dengan kriteria. Perumusan tujuan tahap penting dan menentukan, terutama untuk penetapan kriteria. Penetapan kriteria merupakan masalah dalam penilaian bimbingan. Program bimbingan yang kuantitatif lebih bersifat mudah menilai, kriteria jelas, dan kuantitatif. Meskipun penilaian bimbingan itu sulit, tidak berarti tidak mungkin untuk dijalankan. Dengan kriteria apapun, sukar bagi petugas bimbingan mengklaim bahwa kalau berhasil, keberhasilan itu berkat daya upayanya sendiri.[2]

B. Peran Guru dalam Pelaksanaan BK 

  Dalam kedudukan sebagai personel pelaksana proses pembelajaran di sekolah guru memiliki posisi strategis. Dibanding dengan guru pembimbing atau konselor, misalnya guru lebih sering berinteraksi dengan siswa secara langsung. Apabila dirinci ada beberapa peranan yang dapat dilakukan oleh seorang guru, ketika ia diminta mengambil bagian dalam penyelenggaraan program bimbingan dan konseling di sekolah.
  1. Guru sebagai informatoryGuru dalam kinerja dapat berperan sebagai infomator, berkaitan dengan tugasnya membantu guru pembimbing atau konselor dalam memasyrakatan layanan bimbingan dan konseling kepada siswa pada umumnya. 
  2. Guru sebagai fasilitatorGuru berperan sebagai fasilitator terutama ketika dilangsungkan layanan pembelajaran baik itu yang bersifat preventif ataupun kuratif. Dibandingkan guru pembimbing, guru lebih memahami tentang keterampilan belajar yang perlu dikuasai siswa pada mata pelajaran yang diajarkan. 
  3. Guru sebagai mediatorGuru dapat berperan sebagai mediator antara siswa dengan guru pembimbing. Misalnya saat diminta untuk melakukan kegiatan identifikasi siswa yang memerlukan bimbingan dan pengalihtanganan siswa yang memerlukan bimbingan dan konseling kepada guru pembimbing atau konselor sekolah. 
  4. Guru sebagai kolaboratorSebagai mitra seprofesi, yakni sama-sama sebagai tenaga pendidik sekolah, guru dapat berperan sebagai kolaborator. Konselor di sekolah, misalnya dalam penyelenggaraan berbagai jenis layanan orientasi informasi. 
  Secara operasional pelaksana utama layanan bimbingan dan konselor sekolah dibawah koordinasi seorang koordinator bimbingan dan konseling. Penyelenggara melibatkan personel sekolah lainnya agar lebih berperan sesuai batas-batas kewenangan dan tanggung jawab. Personel mencakup: kepala sekolah, wakil kepala sekolah, koordinator bimbingan dan konseling, guru pembimbing, guru wali kelas, dan staf administrasi.[3] 
 
  Adapun peran guru dalam bimbingan konseling, meliputi 
1. Peran guru kelas/mata pelajaran 
Disekolah, tugas dan tanggung jawab utama guru adalah melaksanakan kegiatan pembelajaran kepada peserta didik. Kendati demikian, bukan berarti dia sama sekali lepas dengan kegiatan pelayanan bimbingan konseling. Peran dan kontribusi guru mata pelajaran tetap sangat diharapkan guna kepentingan efektivitas dan efisien pelayanan bimbingan konseling disekolah. Adapun tugas dan tanggung jawab guruguru mata pelajaran dalam bimbingan konseling adalah: 
  • Membantu memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik 
  • Membantu guru pembimbing/konselor mengidentifikasi peserta didik yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling, serta pengumpulan data peserta didik tersebut 
  • Mengalih tangankan peserta didik yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling kepada konselor 
  • Membantu mengembangkan suasana kelas 
  • Membantu pengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka penelitian pelayanan bimbingan dan konseling serta upaya tindak lanjut 
 Sardiman (2001:142) menyatakan bahwa ada Sembilan peran guru dalam kegiatan bimbingan dan konseling, yaitu:[4]
  • Informator, guru diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar informative, labolatorium, studi lapangan, dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum. 
  • Organisator, guru sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus, jadwal pelajaran dan lain-lain. 
  • Motivator, guru harus mampu merangsang dan memberikan dorongan kepada peserta didik 
  • Director, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan. 
  • Inisiator, guru sebagai pencetus ide dalam proses belajar-mengajar. 
  • Transmitter, guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam pendidikan dan pengetahuan. 
  • Fasilitator, guru akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar-mengajar. 
  • Mediator, guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar. 
  • Evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi dalam bidang akademik maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak. 
Sedangkan dalam pengertian pendidikan yang terbatas, Abin Syamsuddin dengan mengutip pemikiran Gage dan Berliner, mengemukakan peran guru dalam proses pembelajaran peserta didik, yang mencakup: 
  • Guru sebagai perencana (planner) yang harus mempersiapkan apa yang akan dilakukan di dalam proses belajar mengajar (pre-teaching problems).; 
  • Guru sebagai pelaksana (organizer), yang harus dapat menciptakan situasi, memimpin, merangsang, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan rencana, di mana ia bertindak sebagai orang sumber (resource person), konsultan kepemimpinan yang bijaksana dalam arti demokratik & humanistik (manusiawi) selama proses berlangsung (during teaching problems). 
  • Guru sebagai penilai (evaluator) yang harus mengumpulkan, menganalisa, menafsirkan dan akhirnya harus memberikan pertimbangan (judgement), atas tingkat keberhasilan proses pembelajaran, berdasarkan kriteria yang ditetapkan, baik mengenai aspek keefektifan prosesnya maupun kualifikasi produknya.
  Selanjutnya, dalam konteks proses belajar mengajar di Indonesia, Abin Syamsuddin menambahkan satu peran lagi yaitu sebagai pembimbing (teacher counsel), di mana guru dituntut untuk mampu mengidentifikasi peserta didik yang diduga mengalami kesulitan dalam belajar, melakukan diagnosa, prognosa, dan kalau masih dalam batas kewenangannya, harus membantu pemecahannya (remedial teaching). 
 
  Di pandang dari segi diri-pribadinya (self oriented), seorang guru berperan sebagai:
  • Pekerja sosial (social worker), yaitu seorang yang harus memberikan pelayanan kepada masyarakat; 
  • Pelajar dan ilmuwan, yaitu seorang yang harus senantiasa belajar secara terus menerus untuk mengembangkan penguasaan keilmuannya; 
  • Orang tua, artinya guru adalah wakil orang tua peserta didik bagi setiap peserta didik di sekolah; 
  • Model keteladanan, artinya guru adalah model perilaku yang harus dicontoh oleh mpara peserta didik; dan 
  • Pemberi keselamatan bagi setiap peserta didik. Peserta didik diharapkan akan merasa aman berada dalam didikan gurunya. 
2. Peran wali kelas 
  Sebagai pengelola kelas tentunya dalam pelayanan bimbingan dan konseling, wali kelas berperan:
  • Membantu konselor melakukan tugas-tugasnya, khususnya dikelas yang menjadi tanggung jawabnya. 
  • Membantu guru mata pelajaran melaksanakan peranannya dalam pelayanan bimbingan dan konseling, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya. 
  • Membantu memberikan kesempatan dan kemudahan bagi peserta didik, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya, untuk mengikuti/menjalani layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling. 
  • Berpartisipasi aktif dalam kegiatan khusus bimbingan dan konseling, seperti konferensi kasus. 
  • Mengalihtangankan peserta didik yang memerlukan layanan bimbingan konseling kepada konselor. 
  • Kerjasama guru dan konselor dalam layanan bimbingan konseling.
3. Peran guru pembimbing/konselor 
  Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yang harus dimiliki oleh seorang guru penyuluh/ konselor. 
a. Kualifikasi dan pendidikan guru penyuluh 
  Untuk menghadapi kebutuhan dewasa ini seorang guru penyuluh sekurang-kurangnya harus sarjana muda. Ia harus memiliki kualifikasi yang memungkinkannya untuk dapat melaksanakan tugas penyuluhan dengan berhasil baik. Diantaranya: kecakapan scholastic, minat terhadap pekerjaannya, dan kepribadian yang baik.[5]

b. Kewajiban dan tanggung jawab guru penyuluh 

  Pada umumnya guru penyuluh bertanggung jawab dalam melaksanakan Bimbingan Pendidikan (Educational Guidance) dan Bimbingan dalam masalah-masalah pribadi (Personal Guidance). Lapun harus menetapkan kasus-kasus yang perlu mendapatkan perhatiannya dengan segera dengan jalan meneliti catatan-catatan sekolah, mengadakan pertemuan-pertemuan dengan anggota-anggota staff sekolah lainnya, melaksanakan observasi yang dilakukannya sendiri dan menggunakan teknik sosiometrik. 
 
C. Kerjasama Guru dan Konselor dalam Layanan BK 
  Pelayanan bimbingan dan konseling tidak akan berjalan dengan baik bila mana tidak ada kerjasama dari berbagai pihak atau orang-orang yang berkecimpung di dalam dunia sekolah atau pendidikan. 
 
  Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling di sekolah, memerlukan intervensi dan peran serta dari segenap pelaku pendidikan. Guru bimbingan dan konseling sebagai pengemban misi bimbingan dan konseling tidak akan dapat berbuat banyak tanpa bantuan dan kerjasama dengan personal terkait lainnya yang juga berperan dan bertanggung jawab dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah. 
 
  Guru mata pelajaran merupakan pihak yang paling banyak berhubungan dengan siswa, sehingga jalinan kerjasama guru bimbingan dan konseling dengan guru mata pelajaran akan membantu terlaksananya pelayanan bimbingan dan konseling secara menyeluruh dan terpadu. Menurut muhaimin (2011:32) adalah: 
  “kerjasama dalam pelaksanaan program bimbingan dan konseling ini penting sekali agar lebih mudah mencapai keberhasilan. Bimbingan konseling yang dilakukan dengan mengesampingkan kerjasama antar berbagai pihak yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak, akan sulit mencapai keberhasilan. Bimbingan dan konseling tidak dapat berjalan sendiri tanpa adanya dukungan dari guru-guru lain atau bahkan orang tua di rumah”.
 
  Pendapat di atas menjelaskan bahwa pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah tidak dapat berdiri sendiri namun memerlukan koordinasi dengan berbagai pihak. Kerjasama yang dikembangkan itu, tujuannya adalah untuk membantu siswa dalam mengatasi masalah dan kesulitan yang dihadapi serta mewujudkan pertumbuhan dan perkembangan guna mencapai kedewasaan siswa. 
 
  Pelaksanaan tugas pokok guru dalam proses belajar pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari proses bimbingan. Ada beberapa pendapat mengenai hal ini yaitu :[6]
  1. Proses belajar menjadi sangat efektif apabila bahan yang dipelajari dikaitkan langsung dengan tujuan pribadi siswa. 
  2. Guru memahami siswa dan masalah-masalah yang dihadapinya lebih peka terhadapa hal-hal yang dapat memperlancar dan mengganggu kelancaran kegiatan kelas. 
  3. Guru dapat memperhatikan perkembangan masalah/kesulitan secara lebih nyata. 
  Guru pembimbing mempunyai keterbatasan dalam hal yang berkaitan dengan: 
  1. Kurangnya waktu untuk bertatap muka dengan siswa dalam hal ini karena tenaga pembimbing masih sangat terbatas, sehingga pelayanan siswa dalam jumlah yang cukup banyak tidak bisa dilakukan secara intensif. 
  2. Keterlibatan guru pembimbing sehingga tidak mungkin dapat memberikan semua bentuk pelayanan seperti memberikan pengajaran perbaikan untuk bidang studi tertentu.
  Di lain pihak, guru juga mempunyai beberapa ketentuan menurut Koestoer Pratowisastro (1982). Keterbatasan-keterbatasan guru tersebut antara lain: 
  1. Guru tidak mungkin lagi menangani masalah siswa yang bermacammacam, karena guru tidak terlatih untuk melakukan semua tugas. 
  2. Guru sendiri sudah berat tugas mengajarnya, sehingga tidak mungkin lagi ditambah tugas yang lebih banyak untuk memecahkan berbagai macam masalah.
D. Tugas dan Problem Guru dalam layanan Bimbingan Konseling di sekolah 
  Guru harus dapat menerapkan fungsi bimbingan dalam kegiatan belajar mengajar. Seorang guru dapat melakukan bimbingan didalam kelas dengan hal-hal berikut:[7]
  1. Guru sebagai pembangkit motivasi belajar. Pembangkitan motivasi belajar oleh guru kelas dapat dilakukan secara khusus menggunakan jam pelajaran atau diselipkan sambil mengajar atau memberikan latihan-latihan. 
  2. Guru sebagai tokoh kunci bimbingan. Guru memiliki hubungan yang erat dengan murid. Karena guru banyak memiliki waktu dan kesempatan untuk mempelajari murid, mengawasi tingkah laku dan kegiatannya. 
  3. Mengetahui peserta didik sebagai individu. Tugas pertama guru dalam bimbingan adalah mengetahui atau lebih mengenal peserta didiknya. Kegiatan bimbingan tidak akan berhasil dengan baik manakala guru kurang memahami peserta didik. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman atau pengetahuan terhadap peserta didik tentang kebiasaannya dalam belajar, dalam bermain, kesehatannya, asal usulnya, teman-teman karibnya, bahkan latar belakang social ekonominya. 
  Jika melihat realita bahwa di Indonesia jumlah tenaga konselor professional memang masih relative terbatas, maka peran guru sebagai pembimbing tampaknya menjadi hal yang penting. Ada atau tidak ada konselor professional di sekolah, tentu upaya pembimbingan terhadap peserta didik mutlak diperlukan. 
 
  Beberapa keterbatasan guru antara lain: 
  1. Guru tidak mungkin lagi menangani masalah-masalah peserta didik yang bermacam-macam, karena guru tidak terlatih untuk melaksanakan semua tugas itu. 
  2. Guru sendiri sudah berat tugas mengajarnya, sehingga tidak mungkin lagi ditambah tugas yang lebih banyak untuk memecahkan berbagai macam masalah peserta didik.
BAB III 
PENUTUP 
 
A. Kesimpulan 
  Dengan demikian bimbingan memiliki sifat dan fungsi sebagai penunjang kurikulum sekolah dan ia dinyatakan sebagai bagian terpadu dari keseluruhan sistem pendidikan di sekolah dan pendidikan di Indonesia sangat membutuhkan penerapan program layanan bimbingan konseling agar peserta didik lebih terlihat perkembangannya. Dan juga guru memiliki peranan penting dalam melakukan pelayanan bimbingan konseling terhadap peserta didik namun dengan keterbatasannya guru tidak mungkin untuk memecahkan berbagai macam masalah peserta didik. 
 
B. Saran 
  Pendidikan di Indonesia perlu ditingkatkan baik dari segi pengajar ataupun peserta didik, dengan menjalankan program program layanan bimbingan konseling maka potensi dari peserta didik akn lebih termonitoring. Agar guru dapat mengoptimalkan perannya sebagai pembimbing, berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan: 
  1. Guru harus memiliki pemahaman tentang anak yang sedang dibimbingnya. 
  2. Guru dapat memperlakukan peserta didik sebagai indvidu yang unik dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar sesuai dengan keunikan yang dimilikinya 
  3. Guru seharusnya dapat menjalin hubungan yang akrab, penuh kehangatan dan saling percaya, termasuk didalmnya berusaha menjaga kerahasiaan data peserta didik yang dibimbingnya, apabila data itu bersifat pribadi.
 
DAFTAR PUSTAKA 
S. W. Winkel & M. M. Sri Hastuti. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi, 2013. 
Mashudi, Farid. Pedoman Lengkap Evaluasi & Supervisi Bimbingan Konseling. Yogyakarta: DIVA Press, 2015. 
Hikmawati, Fenti. Bimbingan Konseling. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010. 
Daryanto dan Mohammad Farid. Bimbingan Konseling. Yogyakarta: Gava Media, 2015.
 
__________________
[1] W. S. Winkel & M. M. Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, (Yogyakarta: Media Abadi), Cet. 9, 2013, hlm. 91
[2] Farid Mashudi, Pedoman Lengkap Evaluasi & Supervisi Bimbingan Konseling, (Yogyakarta: DIVA Press), Cet. 1, 2015, hlm. 91-94
[3] Fenti Hikmawati, Bimbingan Konseling, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), Ed. 1, Cet. 1, 2010, hlm. 20-22
[4] Daryanto dan Mohammad Farid, Bimbingan Konseling, (Yogyakarta: Gava Media), 2015, hlm. 29-30
[5] Daryanto dan Mohammad Farid, Bimbingan Konseling, (Yogyakarta: Gava Media) ,2015, hlm. 34-36
[6] Daryanto dan Mohammad Farid, Bimbingan Konseling, (Yogyakarta: Gava Media), 2015, hlm.40
[7] Daryanto dan Mohammad Farid, Bimbingan Konseling, (Yogyakarta: Gava Media), 2015, hlm.73-75

Baca juga: Karya Tulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *