Makalah

Makalah Bimbingan Konseling Komprehensif

BAB I
PENDAHULUAN
 
A. Latar Belakang
 Sejalan dengan tujuan Pendidikan Nasional (UU No. 20 Tahun 2003) setiap satuan pendidikan tidak hanya memberikan pembekalan ilmu pengetahuan dan teknologi (perkembangan aspek kognitif) namun juga memfasilitasi perkembangan peserta didik secara optimal. Upaya untuk memberikan pembekalan ilmu pengetahuan dan teknologi (perkembangan aspek kognitif) merupakan wilayah garapan guru bidang studi. 
 
 Sedangkan upaya untuk memfasilitasi perkembangan peserta didik merupakan wilayah garapan bimbingan dan konseling yang harus dilakukan secara proaktif dan berbasis data tentang perkembangan peserta didik beserta faktor yang mempengaruhinya. Meskipun demikian, dalam pelaksanaannya layanan bimbingan dan konseling memerlukan kolaborasi antara konselor dengan pimpinan sekolah, guru mata pelajaran, staf administrasi, orang tua peserta didik dan pihak-pihak terkait begitu juga sebaliknya.
 
  Sehubungan dengan hal tersebut maka diperlukan program bimbingan dan konseling yang mewadahi seluruh kegiatan bimbingan dan konseling yang akan diberikan kepada peserta didik dalam rangka menunjang tercapainya tujuan pendidikan nasional pada umumnya dan visi/misi yang ada di sekolah secara khusus. Penyusunan program bimbingan dan konseling hendaknya merujuk pada pedoman kurikulum dan berdasarkan kondisi objektif yang berkaitan dengan kebutuhan nyata di sekolah yang disesuaikan dengan tahapan perkembangan peserta didik. Sehingga program yang dilaksanakan merupakan program yang realistik dan layak untuk di implementasikan  dan dapat mengembangkan potensi peserta didik secara optimal di sekolah-sekolah. 
 
 Muro dan Kottman (Syamsu dan Juntika, 2010: 26) mengemukakan bahwa struktur bimbingan dan konseling komprehensif diklasifikasikan ke dalam empat jenis layanan, yaitu: layanan dasar bimbingan, layanan responsif, layanan perencanaan individual dan dukungan sistem. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai struktur-struktur bimbingan dan konseling komprehensif tersebut. 
 
B. Rumusan Masalah
  1. Jelaskan pengertian Bimbingan dan Konseling Komprehensif?
  2. Jelaskan pengertian layanan bimbingan konseling?
  3. Jelaskan tujuan pelayanan dasar dan strategi pelaksanaan pelayanan dasar?
  4. Jelaskan fokus pengembangan pelayanan dasar?
  5. Jelaskan makna bimbingan dan konseling komprehensif, tujuan bimbingan dan konseling komprehensif, dan fungsi bimbingan dan konseling komprehensif?
  6. Apa saja prinsip-prinsip bimbingan dan konseling komprehensif, bidang bimbingan dan konseling komprehensif, dan komponen program bimbingan dan konseling komprehensif?
  7. Jelaskan    strategi    implementasi    komponen    program    bimbingan    dan konseling  komprehensif?
  8. Apa yang dimaksud dengan model pembelajaran Active Learning, Interactive learning, dan problem solving?
C. Tujuan Penulisan
  1. Untuk mengetahui pengertian layanan bimbingan konseling.
  2. Untuk mengetahui tujuan pelayanan dasar dan strategi pelaksanaan pelayanan dasar.
  3. Untuk mengetahui fokus pengembangan pelayanan dasar.
  4. Untuk mengetahui makna bimbingan dan konseling komprehensif, tujuan bimbingan dan konseling komprehensif, dan fungsi bimbingan dan konseling komprehensif.
  5. Untuk mengetahui prinsip-prinsip bimbingan dan konseling komprehensif, bidang bimbingan dan konseling komprehensif, dan komponen program bimbingan dan konseling komprehensif. 
  6. Untuk mengetahui strategi implementasi komponen program bimbingan dan konseling komprehensif.
  7. Untuk mengetahui pengertian model pembelajaran Active Learning, Interactive learning, dan problem solving.
BAB II
PEMBAHASAN
 
A. Bimbingan Konseling Komprehensif
  Bimbingan dan komprehensif merupakan sistem kegiatan yang dibuat guna membantu klien dalam mengembangkan potensi dirinya seoptimal mungkin. Namun dalam prosesnya, siswa tidak selalu mengalami perkembangan yang baik. Terkadang sifatnya fluktualitatif atau tidak stabil. Oleh karena itu, siswa perlu diberikan layanan bimbingan dan konseling yang komprehensif dalam perkembangannya.
 
 Bimbingan dan konseling komprehensif diprogramkan bagi seluruh siswa artinya semua peserta didik wajib mendapatkan layanan bimbingan dan konseling oleh karena itu bimbingan dan konseling komprehensif perlu memperhatikan hal- hal berikut:
  1. Ruang lingkup yang menyeluruh.
  2. Dirancang untuk lebih berorientasi pada pencegahan
  3. Tujuannya pengembangan potensi peserta didik (suherman, 2011:51)
  Ruang lingkup bimbingan dan konseling komprehensif tidak hanya berorientasi pada peserta didik sebagai pribadi saja, tetapi semua aspek kehidupan siswa sejak usia dini sampai usia remaja (SMA/SMK) bahkan sampai dengan masyarakat. Fokus utamanya adalah teraktualisasinya potensi peserta didik dan mencapai perkembangan optimal sehingga peserta didik dapat meraih sukses di sekolah maupun masyarakat.
 
  Titik berat bimbingan dan konseling komprehensif adalah mengarahkan peserta didik agar mampu mencegah berbagai hal yang dapat menghambat perkembangannya. Selain itu, melalui hal preventif peserta didik mampu memutuskan  dan  memilih  tindakan-tindakan  tepat  yang  dapat  mendukung perkembangannya.
 
  Agar pelaksanaan program bimbingan dan konseling komprehensif berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka kita harus memahami lima premis dasar bimbingan dan konseling komprehensif. Menurut Gysbers dan Hennderson (2006:28) lima premis tersebut adalah:
  1. Tujuan   bimbingan   dan   konseling   bersifat   kompatibel   dengan   tujuan pendidikan.
  2. Fokus  utama  layanan  bimbingan  dan  konseling  adalah  mengawal perkembangan peserta didik agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi mandiri dan lebih optimal.
  3. Program bimbingan dan konseling merupakan team building approach. Artinya merupakan suatu tim yang bersifat kolaboratif antar staf.
  4. Program bimbingan dan konseling merupakan sebuah proses yang tersusun secara sistematis dan dikemas melalui tahap-tahap perencanaan, desain, implementasi, evaluasi dan tindak lanjut.
  Program bimbingan dan konseling harus dikendalikan oleh kepemimpinan yang memiliki visi dan misi yang kuat mengenai bimbingan dan konseling. (Sutirna, 2013:66)
Berikut uraian mengenai bimbingan konseling komprehensif
1. Komponen Bimbingan dan konseling komprehensif
  Pelayanan  bimbingan  konseling  komprehensif  dikemas  dalam  empat komponen yaitu:
  • Kurikulum bimbingan dan konseling
  • Perencanaan individual
  • Layanan rensponsif
  • Dukungan system (Gybers dan Henderson, 2006:139-140)
2. Layanan dasar (kurikulum bimbingan dan konseling)
  Kurikulum  bimbingan  dan  konseling  merupakan  seperangkat  aktivitas yang  dirancang  secara  sistematis  untuk  memfasilitasi  perkembangan peserta didik yang mencakup perkembangan akademis, karir, pribadi, dan sosial. Berikut adalah strategi yang dilakukan konselor dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling dalam pelayanan dasar yang dikemukakan oleh departemen pendidikan nasional (2008:224-230)
  • Bimbingan kelas merupakan suatu strategi yang digunakan konselor untuk memberikan layanan kepada peserta didik dengan jalan berinteraksi secara langsung didalam kelas.
  • Pelayanan orientasi salah satu kegiatan konselor dalam membantu peserta didik agar dapat memahami dan menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi yang baru
  • Pelayanan infomasi berupa layanan yang menitik beratkan pada pemberian informasi kepada peserta didik agar bisa memahami dirinya dan lingkungannya.
  • Bimbingan kelompok merupakan bentuk layanan bimbingan yang diberikan kepada kelompok kecil yang beranggotakan 5-12 peserta didik. Hal ini di maksudkan untuk membantu peserta didik agar dapat merespons kebutuhan dan minatnya.
  • Pelayanan pengumpulan data berupa layanan yang bermaksud untuk mengumpulkan berbagai data/informasi mengenai peserta didik secara lengkap dan komprehensif.
3. Perencanaan individual
  Suatu hal yang perlu dilakukan konselor adalah memahami peserta didik secara mendalam beserta aspek kepribadiannya melalui berbagai assesmen dan menyajikan informasi yang akurat tentang potensi diri dan lingkungan serta peluang yang tersedia sehingga peser didik dapat:
  • Menganalisis kekuatan dan kelemahan yang berkaitan potensi, bakat, minat, kepribadian, dan lingkungan.
  • Mempersiapkan diri untuk mengikuti pendidikan lanjutan yang sesuai dengan dirinya sehingga dapat mengikuti pendidikan lanjutan dengan suasana yang kondusif.
  • Mengukur dan menilai ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan.
  • Mempertimbangkan   dan   selanjutnya   memilih   serta   menentukan pilihan melalui keputusan yang tepat dan bijak sehingga apa yang nantinya dilakukan adalah buah dari perencanaan yang matang.
4. Pelayanan responsif
  Layanan responsif merupakan layanan yang harus segera di berikan kepada peserta didik artinya, jangan menunda memberikan bantuan jika peserta didik memiliki masalah ruang lingkup responsif terdiri dari layanan bidang pribadi, bidang sosial, dan bidang akademik.
a. Bidang pribadi
  • Ketakwaan kepada allah swt 
  • Memperoleh system nilai
  • Kemandirian emosional
  • Pengembangan keterampilan intlektual
  • Menerima diri dan mengembangkan secara positif
b. Bidang sosial
  • Berperilaku sosial yang bertanggung jawab 
  • Mencapai hubungan yang lebih matang
c. Bidang akademik
  • Kurang memiliki kebiasaan belajar yang efektif
  • Kurang memahami cara mengatasi kesulitan belajar 
  • Kurang memahami cara membagi waktu belajar
  • Kurang menyenangi pelajaran-pelajaran tertentu 
  • Dukungan sistem
5. Komponen   dukungan   sistem   mencakup   dua   bagian   yaitu   program bimbingan dan konseling dan layanan pendukung strategi yang digunakan dalam dukungan sistem ini berupa:
  • Pengembangan jejaring (networking) yaitu upaya menjalin kerjasama dengan guru, orang tua, dan masyarakat serta seluruh personil sekolah agar tercipta suasana kondusif dalam proses pembelajaran dan layanan bimbingan dan konseling.
  • Pengembangan   konselor   yang   meliputi   pelatihan-pelatihan   yang terkait dengan bimbingan dan konseling, aktif dalam organisasi seperti aktif dalam pertemuan ilmiah seperti seminar, workshop, dan lain sebagainya (sugito, 2011).
  • Pemberian pelayananan
          -Konsultasi dengan guru-guru.
          -Menyelenggarakan kerja sama dengan orang tua/masyarakat. 
          -Berpartisipasi.
          -Bekerja sama dengan personil sekolah lainnya. 
          -Melakukan penelitian.
  • Kegiatan menajemen
          -Pengembangan program 
          -Pengembangan staff
  • Pemanfaatan sumber daya masyarakat
  • Pengembangan atau penentuan kebijakan (Sutirna 2013:74)
B. Pendekatan Active Learning
1. Pengertian Metode Student Active Learning (SAL)
  Istilah active learning atau yang bisa disebut dengan pembelajaran aktif terdiri dari dua suku kata, yaitu pembelajaran dan aktif. Kata pembelajaran berasal dari kata dasar belajar yang mendapat awalan pe- dan akhiran -an. Menurut Muhibbin Syah belajar mempunyai arti tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Sedang menurut Sardiman, pengertian belajar dibagi dua, yaitu pengertian luas dan khusus. Dalam pengertian luas belajar dapat diartikan sebagai kegiatan psiko-fisik menuju perkembangan pribadi seutuhnya. Kemudian dalam arti sempit, belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya. Definisi dalam arti khusus inilah yang banyak dianut sekolah-sekolah.
 
  Sedangkan aktif berasal dari bahasa Inggris, yaitu “active”, yang mempunyai arti rajin, sibuk, giat. Sebagai suatu konsep, pembelajaran aktif adalah suatu proses kegiatan belajar mengajar yang subyek didiknya terlibat secara intelektual dan emosional, sehingga subyek didik betul-betul terlibat dalam melakukan kegiatan belajar. Dalam pembelajaran aktif, siswa diposisikan sebagai inti dalam kegiatan belajar mengajar. Pembelajaran aktif adalah salah satu strategi belajar mengajar yang menuntut keaktifan dan partisipasi subyek didik secara optimal, sehingga siswa mampu mengubah tingkah lakunya secara efektif dan efisien. 
 
 Dalam sistem pengajaran yang demikian, peserta didik berpikir dan memahami mata pelajaran bukan sekedar mendengar, menerima dan mengingat-ingat. Setiap mata pelajaran harus diolah dan diinterpretasikan sedemikian  rupa sehingga masuk  akal.  Pembelajaran aktif  menuntut setiap siswa secara aktif menggunakan otak, baik untuk menemukan ide pokok dari materi pelajaran yang memecahkan persoalan atau mengaplikasikan apa yang baru mereka pelajari ke dalam suatu persoalan yang ada dalam kehidupan nyata.
 
  Belajar aktif sangat diperlukan siswa untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Ketika siswa pasif dimana belajar hanya mengandalkan indera pendengaran, maka ia akan cepat melupakanapa yang telah diberikan. Oleh karena itu, diperlukan perangkat tertentu untuk mengikat informasi yang baru saja diterima dari guru. Active learning  adalah salah satu cara untuk mengikat informasi yang baru kemudian menyimpannya dalam otak.
 
  Menurut Melvin L. Siberman, sebagaimana dikutip oleh Hisyam Zaini, mengatakan bahwa belajar akan bermakna dan bermanfaat apabila siswa menggunakan semua alat indera, mulai dari telinga, mata, sekaligus berpikir mengolah informasi dan ditambah dengan mengerjakan sesuatu. Dengan mendengarkan saja, kita tidak dapat mengingat banyak dan akan mudah lupa.
 
  Keaktifan siswa dalam belajar dapat berupa bentuk yang bermacam-macam ragam, mulai dari kegiatan mendengar, melihat, mengajukan pertanyaan dan membahas dengan orang lain. Bukan cuma itu saja, siswa perlu mengerjakannya yakni menggambarkan sesuatu dengan cara mereka sendiri, menunjukkan contohnya, mencoba mempraktekkan keterampilan dan mengerjakan tugas yang menuntut pengetahuan yang telah atau harus mereka dapatkan. Penjelasan yang dikemukakan oleh pakar di atas, dapat ditarik kesimpulan, bahwa pembelajaran dapat berlangsung efektif manakala dalam suatu proses yang terjalin komunikasi yang aktif antara guru dan siswa dengan melibatkan aspek intelektual dan emosional. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pembelajaran aktif adalah proses keterlibatan intelektual dan emosional peserta didik dalam proses belajar mengajar yang dapat memungkinkan terjadinya:
  • Proses asimilasi dan akomodasi dalam pencapaian pengetahuan.
  • Proses perbuatan serta pengalaman langsung terhadap umpan balik dalam pembentukan keterampilan.
  • Proses penghayatan serta internalisasi nilai-nilai dalam rangka pembentukan nilai dan sikap.
  Dengan keterlibatan ketiga aspek tersebut, maka pengetahuan, keterampilan serta nilai dan sikap akan dapat dicapai sehingga tujuan pembelajaran dapat dikatakan berlangsung efektif dan efisien. Menurut  Moh.  Ali  sebagaimana  dikutip  oleh  Mulyani  Sumantri  dalam ”Strategi Belajar Mengajar”, menyatakan guru hendaknya selalu berpegang pada asas-asas mengajar sebagai berikut:
  • Mengajar sepatutnya mempertimbangkan pengalaman belajar (peserta didik) sebelumnya.
  • Proses pengajaran dimulai bila peserta didik dalam keadaan siap untuk melakukan kegiatan belajar.
  • Bahan    pelajaran    seharusnya    menarik    minat    peserta    didik    untuk mempelajarinya.
  • Dalam melaksanakan pengajaran, guru seharusnya berusaha agar peserta didik terdorong untuk melakukan kegiatan belajar.
  • Proses    pengajaran    sepatutnya    memperhatikan    perbedaan-perbedaan individual yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik.
  • Pengajaran sepatutnya mengantarkan peserta didik untuk melakukan proses belajar secara aktif.
  • Pelaksanaan pengajaran sepatutnya berpegang pada prinsip-prinsip pencapaian hasil belajar secara psikologis, yaitu belajar dilakukan secara bertahap dan meningkat:
-Dari bahan-bahan yang bersifat konkrit menuju ke bahan yang bersifat sederhana meningkat kepada bahan-bahan yang makin rumit atau sulit.
-Berasal dari bahan-bahan yang bersifat konkrit dibawa menuju ke bahan yang bersifat, seperti konsep, ide atau simbol.
-Dari bahan-bahan yang bersifat umum meningkat ke bahan yang bersifat analisis, dengan kajian yang lebih rumit.
-Didasarkan penggunaan penalaran, baik induktif (mulai dari mencari fakta dan mengambil kesimpulannya), maupun deduktif (mulai dengan rumusan konsep, kemudian mengujinya berdasarkan fakta yang dialami).
 
2. Fungsi Metode Student Active Learning
 Ada beberapa fungsi dari penggunaan metode pembelajaran aktif dalam proses pembelajaran, yaitu:
  • Membekali peserta didik dengan kecakapan (life skill  atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan hidup dan kebutuhan peserta didik, misalnya pemecahan masalah secara reflektif sangat penting dalam kegiatan belajar yang dilakukan melalui kerjasama secara demokratis.
  • Membantu proses belajar peserta didik dan merangsang serta mendorong peserta didik untuk mandiri aktif melakukan sesuatu.
  • Mempersiapkan peserta didik untuk belajar tanggung-jawab, inisiatif, kerjasama, tolong-menolong dan pandangan sosial dalam masa depan.
  • Mengembangkan  wawasan  berpikir  secara  terbuka  dan  obyektif, menumbuhkan suasana demokratis dan mengembangkan sikap tenggang rasa terhadap berbagai perbedaan pandangan.
3. Unsur-unsur Metode Student Active Learning
 Di bawah ini adalah unsur-unsur yang terdapat pada pembelajaran siswa aktif beserta dimensinya, yaitu:
a. Aktivitas belajar peserta didik, meliputi:
  • Keinginan dan keberanian menampilkan minat, kebutuhan, dan permasalahannya.
  • Keinginan   dan   keberanian   untuk   berpartisipasi   dalam   kegiatan persiapan, proses dan kelanjutan belajar.
  • Penampilan berbagai usaha atau kekreativan belajar dalam menjalani dan menyelesaikan kegiatan belajar mengajar sampai mencapai keberhasilannya.
  • Dorongan ingin tahu (curioustity) yang besar dari peserta didik untuk mengetahui serta mengerjakan sesuatu yang baru dalam proses belajar mengajar.
  • Keterlibatan intelektual-emosional siswa, baik  melalui  kegiatan mengalami, menganalisis, berbuat atau pembentukan sikap.
  • Keikut-sertaan  secara kreatif  dalam  menciptakan situasi yang  cocok untuk kelangsungan proses belajar mengajar.
b. Aktivitas guru mengajar, meliputi:
  • Usaha membina serta mendorong peserta didik dalam meningkatkan kegairahan peserta didik berpartisipasi aktif dalam proses belajar mengajar.
  • Kemampuan menjalankan fungsi dan peranan guru sebagai motivator dan inovator yang senantiasa mau menemukan hal-hal yang baru.
  • Sikap yang tidak mendominasi kegiatan belajar mengajar peserta didik dalam keseluruhan proses belajar mengajar.
  • Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar menurut cara, irama serta kemampuan masing-masing dalam proses belajar mengajar.
  • Kemampuan menggunakan bermacam strategi belajar mengajar serta pendekatan multimedia dalam proses belajar mengajar.
  • Kemampuan untuk membantu peserta didik dalam menciptakan situasi yang kondusif untuk belajar, mengembangkan semangat belajar bersama,  dan  saling  tukar pengalaman secara  terbuka sehingga para peserta didik melibatkan diri secara aktif dan bertanggung jawab dalam kegiatan belajar mengajar.
  • Kemampuan mendorong peserta didik untuk meningkatkan semangat berprestasi.
  • Kemampuan menyediakan dan mengusahakan sumber belajar yang diperlukan oleh siswa.
c. Program belajar, meliputi:
  • Tujuan pelajaran serta konsep maupun isi pelajaran sesuai dengan kebutuhan, minat serta kemampuan peserta didik.
  • Program   yang   memungkinkan   terjadinya   pengembangan   konsep maupun aktivitas peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar.
  • Program yang tidak kaku dalam penentuan metode dan media dimana peserta didik memahaminya dalam proses belajar mengajar.
d. Suasana belajar mengajar, meliputi:
  • Adanya multikomunikasi antara guru-siswa, siswa-siswa, siswa- lingkungan yang intim dan hangat.
  • Situasi kelas menantang siswa melakukan kegiatan belajar secara bebas tapi terkendali.
  • Kegiatan belajar siswa bervariasi.
  • Situasi dan kondisi kelas tidak kaku terikat dengan susunan yang mati, tapi sewaktu-waktu diubah sesuai dengan kebutuhan siswa.
  • Belajar  tidak  hanya  dilihat  dan  diukur  dari  segi  proses  belajar  yang dilakukan siswa.
  • Adanya keberanian siswa mengajukan pendapat melalui pertanyaan atau gagasannya baik yang diajukan kepada guru maupun kepada siswa lainnya dalam pemecahan masalah belajar.
  • Adanya situasi saling menghargai pendapat antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa, terlepas dari benar atau salah selama proses pembelajaran berlangsung.
e. Sarana belajar, meliputi:
  • Sumber-sumber belajar yang berupa tertulis, manusia maupun pengalaman siswa sendiri.
  • Fleksibilitas waktu untuk melakukan kegiatan belajar.
  • Bentuk dan alat kegiatan belajar mengajar yang bervariasi dengan pendekatan multimedia dan multimetode.
  • Kegiatan belajar siswa tidak terbatas di dalam kelas, tapi juga di luar kelas.
C. Pendekatan Interactive Learning
  Model pembelajaran Interaktif adalah suatu cara atau teknik pembelajaran yang digunakan guru pada saat menyajikan bahan pelajaran dimana guru pemeran utama dalam menciptakan situasi interaktif yang edukatif, yakni interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan dengan sumber pembelajaran dalam menunjang tercapainya tujuan belajar.
 
  Menurut Syah (1998) proses belajar mengajar keterlibatan siswa harus secara totalitas, artinya melibatkan pikiran, penglihatan, pendengaran dan psikomotor (keterampilan, salah satunya sambil menulis). Dalam proses mengajar seorang guru harus mengajak siswa untuk mendengarkan, menyajikan media yang dapat dilihat, memberi kesempatan untuk menulis dan mengajukan pertanyaan atau tanggapan sehingga terjadi dialog kreatif yang menunjukan proses belajar mengajar yang interaktif.
 
  Pengembangan model Pembelajaran interaktif dalam mata pelajaran IPS dapat dilakukan guru pada semua pokok bahasan, dengan syarat harus memperhatikan Sembilan hal yakni: motovasi, pemusatan perhatian, latar belakang siswa dan konteksitas materi pelajaran, perbedaan individual siswa, belajar sambil bermain, belajar sambil bekerja, belajar menemukan dan memecahkan permasalahan serta hubungan sosial.
 
  Dalam proses kegiatan belajar mengajar yang interaktif, guru berperan sebagai pengajar, motivator, fasilitator, mediator, evaluator, pembimbing dan pembaru. Dengan demikian kedudukan siswa dalan kegiatan pembelajaran di dalam kelas melalui peran aktif, dimana aktifitasnya dapat diukur dari kegiatan memperhatikan, memcatat, bertanya menjawab, mengemukakan pendapat dan mengerjakan tugas, baik tugas kelompok maupun tugas individu. Dalam situasi belajar yang demikian siswa akan mendapatkan pengalaman yang berkesan, menyenangkan dan tidak membosankan.
 
  Ahmad Sabari (2005;52) memaparkan tentang syarat-syarat yang harus diperhatikan oleh seorang guru dalam penggunaan model pembelajaran yaitu sebagai berikut:
  • Model pembelajaran yang digunakan harus dapat membangkitkan motivasi, minat atau gairah belajar siswa.
  • Model pembelajaran yang digunakan dapat merangsang keinginan siswa untuk belajar lebih lanjut, seperti melakukan interaksi dengan guru dan siswa lainnya.
  • Model pembelajaran harus dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk memberikan tanggapannya terhadap materi yang disampaikan.
  • Model pembelajaran harus dapat menjamin perkembangan    keegiatan kepribadian siswa.
  • Model pembelajaran yang digunakan harus dapat mendidik siswa dalam teknik belajar sendiri dan cara memperoleh pengetahuan melalui usaha pribadi.
  • Model yang digunakan harus dapat menanamkan dan mengembangkan nilai- nilai dan sikap siswa dalam kehidupan sehari-hari.
D. Pendekatan Problem Solving
1. Pengertian Pendekatan Pemecahan Masalah
 Pendekatan adalah cara umum dalam melihat dan bersikap dalam suatu masalah.  Pemecahan masalah  adalah  proses, cara, perbuatan, memecah  atau memecahkan. Masalah dapat diartikan setiap hal yang mengundang keragu-raguan, ketidakpastian atau kesulitan yang harus di atasi dan diselesaikan, yang biasanya masalah terjadi dilapangan.
Dengan demikian pendekatan pemecahan masalah adalah pendekatan yang digunakan dalam mempelajari suatu ilmu pengetahuan dengan maksud mengubah keadaan yang aktual menjadi suatu keadaan, seperti yang kita kehendaki dengan memperhatikan prosedur pemecahan yang sistematis.
 
  Menurut beberapa ahli tentang pengertian pendekatan pemecahan masalah adalah:
  • Watts, M (1991) pembelajaran pemecahan masalah adalah jika seseorang menemui masalah dan orang itu memiliki suatu obsesi/kehendak/keinginan yang sulit diperoleh secara lansung.
  • Jackson (1983) merumuskan masalah sebagai gabungan antara obsesi dan hambatan.
  • Gagne  (1970)  memberikan batasan sebagai berikut: pemecahan masalah dapat dipandang sebagai suatu proses dimana pembelajar menemukan perpaduan rumus/aturan/konsep yang sudah di pelajari sebelumnya dan selanjutnya menerapkan untuk memperoleh cara pemecahan pada situasi keadaan baru, cara demikian juga merupakan proses belajar yang baru.
  Belajar melalui pendekatan pemecahan masalah ditunjukkan pada pengembangan generalisasi-generalisasi yang akan membantu individu untuk memecahkan masalah-masalah yang dkemukakannya. Pendekatan ini disenangi oleh banyak ahli pendidikan, karena mereka mengakui bahwa pemecahan masalah merupakan bentuk belajar yang paling tinggi tingkatannya. Proses pemecahan masalah menghasilkan lebih banyak prinsip yang dapat membantu pemecahan masalah selanjutnya. Pengajaran matematika misalnya terdiri atas “masalah”.  Pemecahan  terhadap  suatu  masalah  biasanya  dilakukan  dengan mempelajari prinsip-prinsip kemudian menerapkannya ke dalam pemecahan masalah tersebut.
 
  Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaian, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapakan pada pemecahan masalah yang tidak rutin. Namun kenyataan menunjukkan bahwa aktifitas pemecahan masalah dalam proses pembelajaran matematika belum dijadikan sebagai kegiatan utama.
 
  Suryadi dkk. (dalam Suhaerman dkk., 2003) dalam surveinya menemukan bahwa pemecahan masalah matematika merupakan salah satu kegiatan matematika yang dianggap penting baik oleh para guru maupun siswa di semua tingkatan mulai dari Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Umum. Akan tetapi, hal tersebut masih dianggap bagian yang paling sulit dalam matematika baik bagi siswa dalam mempelajarinya maupun bagi guru dalam mengajarkannya.
 
  Menurut Polya (Muhkal, 1999: 3) membedakan masalah matematika menjadi dua macam yaitu:
  • Masalah untuk menemukan. Masalah matematika macam ini, penyelesaiannya diperoleh melalui proses penemuan. Masalahnya dapat bersifat teoretis atau praktis, abstrak atau konkret. Bagian utamanya yaitu apa yang harus ditemukan, data apa yang diketahui, dan syarat-syarat apa yang harus dipenuhi.
  • Masalah untuk membuktikan. Masalah matematika macam ini, penyelesaiannya adalah menunjukkan apakah suatu pernyataan benar atau salah (tidak kedua-duanya). Bagian utamanya yaitu hipotesis, dan konklusi.
  Mengajar  dengan  menggunakan  pendekatan  pemecahan  masalah  adalah cara  mengajar  dengan  membimbing  siswa  untuk  menyelesaikan  soal  yang membentuk langkah yang jelas untuk mendapatkan hasilnya. Dalam arti bahwa mengajar dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah adalah materi- materi yang disampaikan masih merupakan masalah dan diserahkan kepada siswa untuk menyelesaikannya.
 
2. Langkah-langkah Pemecahan Masalah
  Menurut  Polya  (dalam  Suhaerman  dkk.,2003)  solusi  soal  pemecahan masalah memuat empat langkah fase penyelesaian, yaitu:
  • Memahami masalah
  • Merencanakan penyelesaian
  • Menyelesaikan masalah sesuai rencana
  • Melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan
  Adapun   langkah-langkah   dalam   menyelesaikan   masalah   matematika menurut Hudoyo (Upu,2003:36) sebagai berikut.
a. Mengerti masalah
  • Apa yang dipertanyakan atau dibuktikan?
  • Data apa yang diketahui?
  • Bagaimana syarat-syaratnya?
b. Membuat rencana penyelesaian
  • Informasi yang berkaitan prasyarat yang telah ditentukan.
  • Informasi dengan melaksanakan analogi masalah.
  • Jika siswa menemui jalan buntu, maka guru membantu mereka melihat masalah dari sudut yang berbeda.
c. Melaksanakan rencana penyelesaian
d. Mengevaluasi kembali penyelesaian
  • Kecocokan hasil
  • Apakah ada hasil yang lain?
  • Apakah ada cara yang lain untuk menyelesaikan masalah tersebut?
  • Dengan cara yang berbeda apakah hasilnya sama?
  Menurut  Haji  (dalam  Syarifuddin,  2001)  dalam  memecahkan  masalah matematika, diperlukan kemampuan awal yakni:
a. Kemampuan menentukan hal yang diketahui dalam masalah. 
b. Menentukan hal yang ditanyakan dalam masalah.
c. Kemampuan membuat model.
d. Kemampuan melakukan komputasi
e. Kemampuan menginterpretasikan jawaban model ke permasalahan semula.
 
  Selanjutnya dalam Media Pendidikan (dalam Syarifuddin, 2001) kemampuan-kemampuan awal tersebut merupakan penunjang untuk memecahkan masalah matematika sebagaimana yang tercantum pada langkah- langkah penyelesaian masalah di bawah ini:
a.   Membaca soal dengan cermat untuk dapat menangkap makna tiap kalimat. 
b.   Memisahkan dan mengungkap:
  • Apa yang diketahui dari masalah.
  • Apa yang diminta/ditanyakan dalam masalah
  • Operasi/ pengerjaan apa yang diperlukan. 
c. Membuat model dari masalah.
d. Menyelesaikan model menurut aturan-aturan sehingga mendapat jawaban dari model tersebut.
e. Mengembalikan jawaban model ke jawaban masalah semula.
 
 Sejalan dengan itu, Polya (dalam Wahid,2003) mengemukakan bahwa kemampuan-kemampuan awal tersebut merupakan penunjang dalam proses pemecahan masalah yang tercantum dalam langkah-langkah penyelesaian masalah matematika berikut:
a. Pemahaman masalahUntuk memahami persoalan perlu dijawab seperti: apa yang diketahui? Apa ketentuannya? Bagaimana bunyi persyaratan? Apakah itu sudah cukup, tidak cukup,atau terlalu diarahkan? Dapatkah beberapa bagian dari persyaratan itu dipisah-pisahkan? Adakah bentuk-bentuk maupun tanda- tanda sesuai dengan bantuan atau perantaranya.
b. Pemikiran suatu rencanaYang terpenting dalam memikirkan suatu rencana adalah mencari masalah atau unsur pengetahuan lain yang berhubungan, dan dengan persoalan yang diajukan terdapat kaitan yang dapat dinyatakan (persyaratan serupa, hal tidak diketahui yang serupa, soal-soal yang dapat membantu).
c. Pelaksanaan rencanaPembentukan secara sistematis masalah yang lebih baru dari bahan yang tersedia, dengan sedikit perubahan mengenai persyaratan atau tujuannya, atau mengubah-ubah data. Bila langkah rencana telah dilaksanakan, mungkin kebenaran kejadiannya dibuktikan.
d. Peninjauan kembaliMengoreksi hasil pendapat yang diperoleh dan dapatkah hasil tersebut atau metode itu digunakan untuk masalah lain.
 
3. Ciri-ciri Pendekatan Pemecahan Masalah
  Ciri-ciri pendekatan pemecahan masalah yaitu:
  • Diawali dengan masalah yang tidak rutin 
  • Mempunyai penyelesaian yang berbeda
  • Untuk dapat menyelesaikan suatu permasalahan seseorang harus memiliki banyak pengalaman.
  Pemecahan masalah juga dapat mendorong untuk dapat melakukan evaluasi cara memilih pembelajaran dengan pendekatan masalah memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
  • Mengaplikasikan pemahaman pengetahuan dalam kehidupan.
  • Memilih masalah yang berkaitan dengan situasi nyata dalam kehidupan.
  • Mengembangkan sifat ilmiah seperti jujur, teliti, terbuka, propesional dan kerja keras.
BAB III 
KESIMPULAN
 
A.  Kesimpulan
  Bimbingan dan komprehensif merupakan sistem kegiatan yang dibuat guna membantu klien dalam mengembangkan potensi dirinya seoptimal mungkin. Namun dalam prosesnya, siswa tidak selalu mengalami perkembangan yang baik.
  Titik berat bimbingan dan konseling komprehensif adalah mengarahkan peseta didik agar mampu mencegah berbagai hal yang dapat menghambat perkembangannya. Selain itu, melalui hal preventif peserta didik mampu memutuskan dan memilih tindakan-tindakan tepat yang dapat mendukung perkembangannya.
  Dalam pembelajaran aktif, siswa diposisikan sebagai inti dalam kegiatan belajar mengajar. Pembelajaran aktif adalah salah satu strategi belajar mengajar yang menuntut keaktifan dan partisipasi subyek didik secara optimal, sehingga siswa mampu mengubah tingkah lakunya secara efektif dan efisien.
 
 
DAFTAR PUSTAKA
Susanto, Ahmad. 2015. Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rajawali Pers. Tohirin.  2007.  Bimbingan  dan  Konseling  di  Sekolah  dan  Madrasah.  Jakarta:  PT. Rajagrafindo.
Yusuf, Syamsul, & Nurhasan, Juntika. 2014. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN), 2007, Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal, Departemen Pendidikan Nasional.
Hera  Lestari  Mikarsa  dkk,  2007.  Pendidikan  Anak  di  SD,  Universitas Terbuka.
Prayitno. 2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta. R. W. Dahar, 1989, Teori-teori Belajar, Jakarta, Erlangga.
Sabri,  A.  2005,  Strategi  Belajar  Mengajar  Micro  Teaching,  Quantum  Teaching, Jakarta.
Suherman, Uman. 2000. Manajemen Layanan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Tidak diterbitkan.
Supriatna,  Mamat.  2011.  Bimbingan  dan  Konseling  Berbasis  Kompetensi.  Jakarta: Rajawali Pres.
Sutirna. 2013 . Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta. CV. Andi Offset.
Udin S. Winataputra, 2007. Materi dan Pembelajaran IPS SD, Universitas Terbuka.
Willis  S,  Sofyan.  2013.  Konseling   Individual,   Teori   dan   Praktek.   Bandung: ALFABETA.
Winkel, W.S. & Hastuti, S. 2007. Bimbingan dan Konseling di Institut Pendidikan. Jakarta: Gramedia.

Baca juga: Karya Tulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *