Makalah

Makalah Bentuk Pemberian Layanan Bimbingan Konseling

BAB I 
PENDAHULUAN 
 
A. Latar Belakang 
    Dalam bimbingan dan konseling ada yang dinamakan kotak masalah yang sering disebut “kotak tanya”. Dasar pikirannya adalah untuk menampung masalah-masalah atau pertanyaan-pertanyaan yang dihadapi oleh anak-anak atau anggota yang lain dalam sekolah. Dengan ini, diharapkan tidak terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan sarana ini, apabila ada masalah atau persoalan dapat segera ditampung dan dipecahkan. 
   Sebagaimana yang telah diketahui bahwa bimbingan konseling merupakan suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis dari konselor/guru pembimbing kepada peserta didik atau kliennya agar tercapai pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri dan perwujudan diri dalam rangka mencapai tingkat perkembangan optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan. Untuk dapat memberikan pelayanan konseling yang efektif dan efesien, seorang Guru Pembimbing atau konselor harus memahami pula kondisi lingkungannya sepenuhnya. Pemahaman yang utuh tentang klien/ peserta didik dan kondisi lingkungannya akan diperoleh dari data tentang kondisi klien dan lingkungannya. 
 
B. Rumusan Masalah 
  1. Apa saja jenis-jenis masalah dalam bimbingan dan konseling? 
  2. Jelaskan Layanan yang ada dibimbingan dan konseling! 
  3. Apa saja Bentuk-bentuk pemberian bantuan dalam bimbingan dan konseling? 
C. Tujuan Penulisan 
      Untuk mengetahui tentang: 
  1. Jenis-jenis masalah 
  2. Layanan pemberian bantuan 
  3. Bentuk-bentuk pemberian bantuan 
BAB II 
PEMBAHASAN 
 
A. Jenis-Jenis Masalah 
1. Dasar Pikiran 
    Kotak masalah ini sering disebut “kotak tanya”. Dasar pikirannya adalah untuk menampung masalah-masalah atau pertanyaan-pertanyaan yang dihadapi oleh anak-anak atau anggota yang lain dalam sekolah. Dengan ini, diharapkan tidak terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan sarana ini, apabila ada masalah atau persoalan dapat segera ditampung dan dipecahkan. 
2. Pelaksanaan 
    Sekolah menyediakan kotak tertentu. Anak-anak atau pejabat yang lain dapat memasukkan hal-hal atau masalah-masalah yang menjadi persoalannya. Pada waktu-waktu tertentu (yang telah ditetapkan, misalnya seminggu sekali atau 3 hari sekali), kotak itu dibuka oleh pembimbing atau guru pembimbing untuk dipelajari. Jika dilihat dari masalahnya maka sifatnya ada dua macam, antara lain: 
  • Masalah yang bersifat umum. Apabila masalah bersifat umum, maka cara pemecahannya sebaiknya juga bersifat umum. Hal itu berarti bahwa masalah itu perlu dikemukakan secara umum kepada anak-anak dan dapat dilakukan dengan mengadakan bimbingan mengenai hal itu. Misalnya, anak mengajukan persoalan mengenai bagaimana cara belajar yang baik atau bagaimana cara belajar bahasa Inggris atau sebagainya. Ini dapat dikemukakan kepada anak-anak secara keseluruhan. 
  • Masalah yang bersifat khusus. Apabila bersifat khusus maka berarti hanya khusus mengenai anak tertentu. Oleh karena itu, cara pemecahannya juga secara individual, yaitu dengan konseling. 
3. Cara Memasukkan Masalah 
    Ada 2 pendapat yang sehubungan dengan perihal memasukkan masalah ke dalam kotak masalah, antara lain: 
  • Pertama, anak memasukkan masalahnya kedalam kotak tanpa disertai nama ataupun identitas yang lain. Hal ini didasari pemikiran agar anak lebih terbuka didalam menyampaikan masalahnya. Cara ini mempunyai kelemahan, antara lain siapa yang mengemukakan masalah tidak dapat diketahui sehingga dapat menimbulkan kesulitan. Disamping itu, dengan tidak adanya nama atau identitas lain maka ada tendensi tidak adanya pertanggungjawaban dari anak yang mengajukan. Hal ini dikhawatirkan akan dapat mengarah kebebasan tanpa batas. 
  • Kedua, anak memasukkan masalahnya dengan menyebutkan nama dan identitas lain. Dengan cara ini, jelas ada pertanggungjawaban dari anak yang mengajukan masalah. Kekurangan dari cara ini memang ada, yaitu mungkin anak menjadi kurang terbuka dalam menyampaikan masalahnya. 
    Sebagai contoh dari realisasi kotak masalah ini, ada praktikkan (Sdr. Danuri) yang menggunakan kotak masalah untuk mengetahui masalah anak-anak. Dengan jangka waktu tertentu, kotak diambil dan hasilnya adalah sebagai berikut: 

Golongan

Macam Problem

Putra

Putri

Jumlah

1. Seksualitas

1. Berpacaran

2. Cara mencari kawan pribadi

3. Cara memutuskan pertunangan

4. Cara menyalurkan seks

5. Cara menolak cinta

4

6

2

14

2

4

4

8

10

6

10

6

22

10

Jumlah

26

28

54

2. Cara belajar

1. Mempelajari ilmu pasti

2. Mempelajari hafalan

3. Mempelajari bahasa

4. Mengatur waktu

5. Cara diskusi yang baik

6. Cara belajar kelompok

18

10

8

6

4

3

16

6

4

4

8

9

28

26

12

10

12

9

Jumlah

47

38

85

3. Pergaulan

1. Cara memperbanyak kawan

2. Berkenalan dengan lain seks

3. Menghadapi guru yang angkuh

4. Menghindari debat yang salah

5. Bagaimana etika yang baik

4

7

2

4

3

3

3

1

7

7

10

2

5

10

Jumlah

20

14

34

4.Keadaan keluarga

1. Orang tua sering berselisih

2. Sering dimarahi

3. Orang tua cerai

4. Orang tua kawin lagi

5. Saudara terpecah-pecah

2

3

1

2

3

5

2

1

1

5

8

3

1

3

Jumlah

8

12

20

5. Ekonomi

1. Biaya mondok

2. Biaya alat-alat sekolah

3. Uang sekolah

4. Uang pakaian

6

13

7

11

4

6

5

10

10

19

22

21

Jumlah

47

25

72

Jumlah seluruhnya

148

117

265

Keterangan: tiap-tiap murid dapat mengajukan kesulitannya sebanyak-banyaknya. 

Kesimpulan: 
    Dari data tersebut, dapat dikemukakan: 
a. Ternyata murid-murid banyak menghadapi kesulitan-kesulitan, dari yang terbanyak berturut-turut: 

 

  • Kesulitan cara belajar (85) 
  • Kesulitan ekonomi (72) 
  • Kesulitan seksualitas (54) 
  • Kesulitan dalam pergaulan (34) 
  • Kesulitan dalam berkeluarga (20) 

b. Kesulitan dalam seksualitas anak putri lebih menonjol 

c. Kesulitan cara belajar murid putra dan putri sama, sedangkan dalam ilmu pasti hampir semua murid merasakan. 
d. Dengan hubungan yang baik, ternyata murid-murid mau mengutarakan problem-problem yang bersifat pribadi 
f. Ternyata kotak masalah merupakan alat yang baik untuk mengungkapkan problematika murid. 
g. Ternyata pembimbing mempunyai bidang yang banyak dan luas.[1]
 
B. Layanan Pemberian Bantuan 
    Sebagaimana yang telah diketahui bahwa bimbingan konseling merupakan suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis dari konselor atau guru pembimbing kepada peserta didik atau kliennya agar tercapai pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri dan perwujudan diri dalam rangka mencapai tingkat perkembangan optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan. Untuk dapat memberikan pelayanan konseling yang efektif dan efesien, seorang guru pembimbing atau konselor harus memahami pula kondisi lingkungannya sepenuhnya. Pemahaman yang utuh tentang klien atau peserta didik dan kondisi lingkungannya akan diperoleh dari data tentang kondisi klien dan lingkungannya. Pembahasan ini akan mengemukakan hal-hal yang berhubungan dengan data tersebut. 
1. Jenis Data 
    Pada dasarnya ada dua data yang perlu dikumpulkan dalam rangka pemberian pelayanan bimbingan dan konseling yang efektif dan efesien, yaitu data tentang pribadi peserta didik dan data tentang lingkungan. 
    a. Data Pribadi 
     Data pribadi peserta didik adalah berupa data perorangan, yaitu dikumpulkan dari masing-masing peserta didik. Dari data pribadi dapat diperoleh pemahaman tentang keunikan pribadi masing-masing peserta didik. 
    Sebagaimana firman Allah SWT 
قل كلا يعمل عل شا كلته,فر بكم اعلم بمن هواهدى سبلا 
Artinya: “Katakanlah, tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing” (QS. Al-Isra’/17 :84). 
 
    Dari ayat ini dapat dipahami bahwa setiap individu mempunyai perbedaan dalam kesiapan dan kemampuan fisik dan intelektual, yang sekaligus akan melahirkan perbedaan pula dari segi kemampuan bekerja, memperoleh rezeki, meraih ilmu pengetahuan, mengkaji kebenaran dan keadilan. Oleh karena setiap siswa mempunyai keunikan pribadi masing-masing maka guru atau konselor harus pula memperlakukan mereka sesuai dengan kesiapan dan kemampuan intelektual yang mereka miliki. 
    Untuk memperoleh pemahaman yang utuh tentang keunikan pribadi setiap peserta didik diperlukan data sebagai berikut. 

 

  • Data kenal diri (nama, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir, dan lain sebagainya). 
  • Data tentang keluarga (orang tua, jumlah saudara, keadaan sosial, ekonomi, dan lain sebagainya). 
  • Data tentang perkembangan dan kesehatan (perkembangan phisik dan psikis). 
  • Data tentang pendidikan dan hasil belajar (riwayat sekolah angka rapor dan sebagainya). 
  • Data tentang kecerdasan, bakat, minat, aspirasi dan cita-cita. 
  • Data tentang keadaan lingkungan, kegiatan luar sekolah, penyesuaian sosial, nilai-nilai dan sikap. 
  • Data tentang kematangan emosional dan kebiasaan sehari-hari 
  • Data tentang masalah-masalah yang dihadapi. 

 

    Data pribadi ini dapat dikelompokkan sehingga dengan demikian dapat dikumpulkan suatu data kelompok. Dari data kelompok ini dapat diketahui kecenderungan umum yang terdapat didalam suatu kelompok, selain dari pada kedudukan seseorang individu dalam kelompoknya. 

 

 
    b. Data Tentang Lingkungan 
    Adapun data lingkungan yang perlu dikumpulkan meliputi: 

 

  • Data informasi pendidikan meliputi jenis program, kurikulum, sistem belajar dan sebagainya. 
  • Data tentang informasi jabatan atau pekerjaan, meliputi jenis-jenis jabatan, kesempatan dan syarat-syarat bekerja dan lain sebagainya. 
  • Data tentang lingkungan sosial, meliputi adat istiadat, norma dan nilai-nilai, lembaga/ organisasi sosial dan lain sebagainya. 

 

    Dengan adanya data tentang lingkungan ini maka seorang konselor/guru pembimbing dapat memberikan informasi yang jelas kepada para peserta didiknya, sehingga dengan demikian pada peserta didik dapat terhindar dari keraguan, kesulitan dan perbuatan tercela. 
 
2. Sumber Data 
  Untuk mendapatkan data yang diperlukan, baik data pribadi maupun data tentang lingkungan diperlukan sumber data yang dipercaya. Yang dimaksud dengan sumber data disini adalah pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan data yang diperlukan. Sumber data itu ada primer dan ada pula sekunder. Sumber data primer atau langsung adalah apabila suatu data atau keterangan diperoleh langsung dari individu yang bersangkutan, misalnya: data tentang pribadi seorang peserta didik diperoleh langsung dari peserta didik yang bersangkutan. 
   Sedangkan sumber data sekunder atau tidak langsung adalah data yang diperoleh dari pihak-pihak lain, misalnya data tentang siswa A, diperoleh dari orang tuanya atau dari teman dekatnya. Kedua macam sumber data itu digunakan untuk memperoleh berbagai sumber data yang otentik. 
 
DIAGRAM SUMBER DATA 
 

 

Keterangan: 
Lingkaran No 1; 
    Sumber data adalah individu yang bersangkutan; dalam hal ini data diperoleh langsung dari peserta didik itu sendiri. 
Lingkaran No 2; 
    yang menjadi sumber data dalam hal ini adalah orang-orang yang paling dekat dan paling bertanggung jawab terhadap individu yang bersangkutan, misalnya: orang tuanya, guru/dosennya, wali kelas, kepala sekolah, penasehat akademis, ketua jurusan, dekan dan lain sebagainya. 
Lingkaran No 3; 
    pada bagian ini ada yang menjadi sumber data adalah orang-orang yang dekat dengan individu atau peserta didik tersebut tetapi tidak bertanggung jawab secara langsung terhadapnya; misalnya teman-temannya, pengasuhnya, anggota keluarganya, bekas gurunya dan lain sebagainya. 
Lingkaran No 4; 
    dalam hal ini data diperoleh dari sumber data yang berasal dari orang-orang yang agak jauh hubungannya dengan individu atau siswa yang bersangkutannya, akan tetapi dapat memberi keterangan tentang individu atau siswa yang bersangkutan, misalnya tetangga pegawai tata usaha, sekolah, dokter, kepala desa, dan lain sebagainya. 
Lingkaran No 5; 
    pada lingkaran no 5 ini, sumber data adalah lembaga-lembaga yang berada diluar lembaga pendidikan dan rumah tangga yang diperkirakan dapat memberikan keterangan-keterangan tentang individu atau peserta didik yang bersangkutan, misalnya: rumah sakit, kantor polisi, masjid, perkumpulan-perkumpulan pemuda, organisasi pemuda dan lain sebagainya. 
 
3. Teknik Pengumpulan Data 
    a. Teknik Test 
    Data yang dikumpulkan dengan menggunakan teknik ini adalah data pribadi yang bersifat kemampuan potensial atau kemampuan dasar, yang berupa kecerdasan, bakat, minat dan lain-lain. 
    b. Teknik Non Test 
    Teknik non test lebih sesuai digunakan untuk menilai aspek tingkah laku, seperti sikap, minat, perhatian karakteristik dan lain sebagainya. 
1) Wawancara. merupakan suatu instrument pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengemukakan pertanyaan kepada klien serta lisan. Jenis wawancara ini dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Wawancara langsung adalah apabila data yang ingin dikumpulkan diperoleh dari individu yang bersangkutan. Misalnya, untuk memperoleh data tentang pribadi seorang peserta didik, konselor atau guru pembimbing langsung mewawancarai siswa tersebut. Sedangkan wawancara yang tidak langsung adalah apabila wawancara dilakukan dengan seseorang untuk memperoleh data tentang orang lain, misalnya seorang konselor/ guru pembimbing mewawancarai seorang ibu untuk memperoleh keterangan mengenai diri pribadi anaknya. 
    Sebaiknya, sebelum melaksanakan wawancara, konselor atau guru pembimbing telah mempersiapkan terlebih dahulu pedoman wawancara itu telah tersusun daftar pokok-pokok masalah atau pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada orang yang akan diwawancarai itu serta tempat untuk mencatat jawaban-jawaban yang akan diberikan. Daftar pokok masalah atau pertanyaan-pertanyaan itu disusun secara berurutan sedemikian rupa, sehingga pelaksanaan wawancara tidak bertele-tele dan dapat dilaksanakan dengan tertib sesuai dengan jenis data yang ingin diketahui dari orang yang diwawancarai itu, sehingga dengan demikian wawancara akan berjalan dengan baik, efektif dan efisien. Berikut ini akan dikemukakan dua bentuk pedoman wawancara yang biasa dipergunakan dalam pelayanan bimbingan konseling. 
2) Angket. Apabila dalam wawancara, Tanya jawab Antara pewawancara dengan responden dilakukan secara lisan, maka dalam angket, tanya jawab tersebut dilakukan secara tertulis. Dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan tertulis, dan responden menjawab pertanyaan itu secara tertulis pula. Dengan menggunakan angket atau kuesioner (quensionaire) dapat diperoleh data tentang keadaan, data pribadi, pengalaman pengetahuan atau pendapat dan lain sebagainya. 
    Sebagaimana halnya dengan wawancara, maka bila ditinjau dari segi sumber datanya, maka angket ini ada yang langsung dan ada pula yang tidak langsung. Angket dikatakan langsung, jika angket itu dikirimkan dan diisi langsung oleh orang yang dimintai jawaban tentang dirinya. Sedangkan angket tidak langsung adalah angket yang dikirimkan dan diisi oleh orang lain yang mengetahui keadaan orang yang dimintai keterangan itu. 
    Disamping itu, bila angket ini ditinjau dari segi cara menjawabnya, maka angket dapat dibedakan atas angket tertutup, terbuka dan campuran. Angket tertutup adalah angket yang disusun dengan menyediakan jawaban lengkap sehingga pengisi angket hanya tinggal memberi tanda pada jawaban yang dipilih. 
3) Pengamatan (observasi) 
    Pengamatan merupakan teknik untuk merekam secara langsung atau tidak langsung peristiwa atau kegiatan-kegiatan yang sedang terjadi. Teknik ini merupakan teknik yang sederhana dan tidak memerlukan keahlian yang luar biasa. Pengamatan dapat dilakukan dengan berencana atau secara insidentil, pengamatan yang berencana biasanya dilakukan dengan persiapan yang sistematis baik mengenai waktunya, alat yang akan digunakan maupun aspek-aspek yang diamati. Sedangkan pengamatan yang insidentil dilakukan sewaktu-waktu bila terjadi sesuatu menarik perhatian. 
    Sebenarnya jika pengamatan ini dapat dilakukan dengan cermat dan hati-hati, maka akan diperoleh data obyektif. Oleh karena itu agar data yang dikumpulkan itu dapat dicatat sebaik-baiknya, perlu dipersiapkan pedoman pengamatan, dalam bentuk seperti catatan anekdot (anecdotal record), daftar cek (check list), skala penilaian (rating scale) dan pencatatan dengan menggunakan alat bantu lainnya seperti film, tape recorder, video cassete dan lain-lain.[2]
 
C. Bentuk-Bentuk Pemberian Bantuan Layanan Bimbingan dan Konseling 
1. Bentuk 
    Bentuk diartikan sebagai sistem, cara dan tatanan.[3] Adapun bentuk yang di maksud dalam penelitian ini adalah cara dalam melakukan layanan Bimbingan dan Konseling. 
2. Layanan Bimbingan dan Konseling 
    Layanan merupakan cara melayani atau yang dipakai seseorang dalam melayani yang lain. Bentuk-bentuk pemberian bantuan Bimbingan dan Konseling dari berbagai sumber sebagai berikut: 
    a. Konselor Sebagai Profesi 
    Profesi konselor terutama memiliki peranan untuk mendorong perkembangan individu, membantu memecahkan masalah, dan mendorong tercapainya kesejahteraan (well being) individu secara fisik, psikologis, intelektual, emosional ataupun spiritual. 
    b. Wilayah Kerja Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor 
    Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang merupakan kurikulum yang berbasis kompetensi, bentuk pelaksanaannya turut mempengaruhi kegiatan bimbingan dan konseling. 
    c. Bentuk Model Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor 
    Salah satu bentuk atau model program yang berkembang di Indonesia adalah Bimbingan dan Konseling komprehensif. Model ini merupakan adaptasi dari ASCA (American School Counselor Asociation). Model bimbingan dan konseling komprehensif memberikan kesempatan bagi bimbingan dan konseling di indonesia untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. 
    d. Bentuk Etika Bimbingan dan Konseling atau Konselor 
    Salah satu isu yang di hadapi oleh bimbingan dan konseling atau konselor saat ini adalah dalam menentukan cara yang paling baik dan tepat untuk memberikan layanan kepada konseling dalam situasi yang semakin kompleks. Seperti isu HAM (Hak Asasi Manusia), demokrasi dan multikultur yang kritis, globalisasi ekonomi dan budaya, instrumentalisme dan privatisasi pendidikan telah mempengaruhi sekolah, dan yang pada gilirannya akan mempengaruhi pekerjaan guru bimbingan dan konseling atau konselor. 
    e. Bentuk Isu-isu Etika Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor 
    Isu penting dalam profesi guru bimbingan dan konseling atau konselor adalah sebagai berikut: 
1) Dependensi konseli. Pada dasarnya konseling bertujuan untuk memandirikan konseli. Oleh karena itu, maka praktek konseling hendaknya menghindari berbagai strategi yang mendorong ketergangguan konseli, misalnya pemberian saran atau nasehat yang akan mendorong ketergangguan konseli. 
2) Manipulasi. Guru bimbingan dan konseling atau konselor sekolah yang memandang dirinya sebagai agen pengontrol murid, akan rentan untuk melakukan manipulasi terhadap konseli. 
3) Kerahasiaan. Kerahasiaan menjadi isu penting dalam pekerjaan guru bimbingan dan konseling atau konselor sekolah. 
4) Kompetensi dan integritas moral. Kompetensi merupakan isu besar dalam profesi bimbingan dan konseling. Sebagai profesi yang membutuhkan pendidikan khusus dan tingkat pendidikan tinggi, maka orang yang bergerak dalam profesi ini berarti mampu mendesain diri dan terbuka terhadap berbagai perubahan yang ada. 
 
D. Tahap-tahap Keefektifan Pengentasan Masalah Melalui Konseling 
    Tahap pertama, dimulai ketika klien menyadari bahwa dirinya mengalami masalah. Ini adalah tingkat keefektifan pertama, mengingat apabila klien tidak menyadari bahwa dirinya tidak bermasalah (padahal sebenarnya bermasalah), maka konseling yang diberikan kepada klien yang merasa dirinya tidak bermasalah itu tidak akan memberi hasil apa-apa. Konseling dengan orang-orang yang tidak menyadari masalah jelas tidak efektif. Jangankan efektif, konseling dapat berjalan pun tidak. 
    Tahap kedua, kesadaran bahwa individu memerlukan bantuan orang lain. Individu-individu yang menyadari bahwa dirinya bermasalah agaknya memiliki kemungkinan yang lebih baik dalam hal pemecahan masalahnya itu. Mula-mula ia akan menimbang bagaimana masalah itu dapat diatasi sendiri. Syukur kalau masalah itu bisa di atasi dengan sendiri. Yang menjadi persoalannya adalah apabila masalah itu tidak mampu untuk di atasi sendirian. Bagaimana selanjutnya? Ada 2 kemungkinan. Berhenti dan membiarkan masalah itu sebagaimana adanya dengan kemungkinan akibat akan menimbulkan kesulitan atau kerugian tertentu. Individu tersebut menutup diri bagi kemungkinan pemecahan masalah. Kemungkinan lain, individu menyadari bahwa ia memerlukan bantuan orang lain. Kesadaran ini yang disebut dengan tahap kedua. 
    Tahap ketiga, usaha mencari bantuan. Proses pemecahan masalah tetap terbuka, dan keefektifan konseling boleh jadi akan terwujud. Namun, bagaimana seterusnya? Apakah individu memang mencari orang lain untuk membantunya? Atau hanya sekedar berhenti pada “kesadaran akan perlunya bantuan orang lain”. Kalau individu memang gigih dalam mengupayakan pemecahan masalahnya, maka ia benar-benar mencari orang lain untuk membantu dirinya. Lebih baik lagi mencari orang yang mampu dan bertanggung jawab dalam pemecahan masalahnya itu. 
    Tahap keempat, partisipasi aktif dalam proses bantuan konseling. Dengan menemukan orang lain yang dapat membantunya, terbukalah bagi klien kemungkinan untuk memecahkan masalah itu. Namun, keefektifan konseling tidak dapat begitu saja. Klien dituntut untuk aktif dalam proses konseling. 
    Tahap kelima, menerapkan hasil-hasil yang telah dicapai melalui konseling. Dengan kata lain, hasil konseling itu benar-benar mengubah tingkah laku klien dan dengan demikian masalah klien secara berangsur-angsur teratasi.[4]
 
 
 
BAB III 
PENUTUP 
 
A. Kesimpulan 
     Layanan bimbingan dan konseling yaitu proses pemberian bantuan yang diberikan kepada seseorang yang membutuhkan pertolongan agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri, sehingga orang tersebut sanggup mengarahkan dirinya sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekitarnya baik itu lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Bimbingan konseling merupakan suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis dari konselor atau guru pembimbing kepada peserta didik atau kliennya agar tercapai pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri dan perwujudan diri dalam rangka mencapai tingkat perkembangan optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan. Untuk dapat memberikan pelayanan konseling yang efektif dan efisien, seorang Guru Pembimbing atau konselor harus memahami pula kondisi lingkungannya sepenuhnya. 
 
 
DAFTAR PUSTAKA 
A, Hallen. Bimbingan dan Konseling Dalam Islam. Jakarta: Ciputat Pers, 2002. 
Walgito, Bimo. Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta: Andi, 2010. 
Prayitno, dan Erman Amti. Dasar-dasar bimbingan konseling. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya, 2008. 
Hidayat, Dede Rahmat, dan Herdi. Bimbingan Konseling Kesehatan Mental di Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013. 
Echols, Jhon M. dan Hasan Shadily. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia, 1988. 
 
__________________
[1] Prof, Dr. Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling, (Yogyakarta: Andi, 2010) hlm 155-158 
[2] Hallen A, Bimbingan dan Konseling Dalam Islam (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm 119-121 
[3] Jhon M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta: Gramedia, 1988), hlm. 60. 
[4] Prayitno, dan Erman Amti, Dasar-dasar bimbingan konseling. (Jakarta: PT. Asdi Mahasatya, 2008), hlm 296

Baca juga: Karya Tulis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *