Makalah

Makalah Pengertian dan Fungsi Bimbingan Konseling

BAB I 
PENDAHULUAN 
 
A. Latar Belakang 
   Bimbingan dan konseling merupakan sebuah pelayanan yang ada pada setiap lembaga pendidikan, yang menyediakan pembimbing bagi para siswa yang sedang membutuhkan atau sedang mencari solusi dari permasalahan yang mereka miliki. Tidak sampai disitu melihat banyak sekali peran bimbingan dan konseling pada lembaga pendidikan, kami tertarik untuk menggali lebih dalam akan makna, tujuan serta fungsi dari adanya bimbingan dan konseling. 
    Maka dari itu penulis akan mengulas pembahasan dengan judul “Pengertian, Tujuan dan Fungsi dari Bimbingan dan Konseling” yang akan kami ulas pada makalah ini. Semoga dengan mengulas pembahasan mengenai judul makalah tersebut, dapat memperlancar pembelajaran serta dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak. 
 
B. Rumusan Masalah 
  1. Apa yang dimaksud dengan bimbingan dan konseling? 
  2. Apa tujuan dari adanya bimbingan dan konseling? 
  3. Apa fungsi dari bimbingan dan konseling? 
C. Tujuan Penulisan 
    Untuk mengetahui serta menambah wawasan para pembaca mengenai pengertian, tujuan serta fungsi dari adanya bimbingan dan konseling. 
 
BAB II 
PEMBAHASAN 
 
A. Pengertian Bimbingan dan Konseling 
    Bimbingan dan konseling berasal dari dua kata, yaitu bimbingan dan konseling. 
1. Pengertian Bimbingan 
    Menurut Anas Salahudin (2010:13), bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada individu dari seorang yang ahli. Akan tetapi, tidak sesederhana itu untuk memahami pengertian bimbingan. Oleh karena itu, untuk memahami pengertian bimbingan, perlu dipertimbangkan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli berikut: 
  • “Bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu untuk memilih, mempersiapkan diri, dan memangku suatu jabatan, serta mendapat kemajuan dalam jabatan yang dipilihnya” (Frank Parson, 1951) 
  • “Bimbingan membantu individu untuk lebih mengenali berbagai informasi tentang dirinya sendiri” (Chiskolm) 
  • “Bimbingan merupakan kegiatan yang bertujuan meningkatkan realisasi pribadi setiap individu” (Bernard & Fullmer, 1969) 
  • “Bimbingan merupakan pendidikan dan pengembangan yang menekankan proses belajar yang sistematik” (Mathewson, 1969) 
  • “Bimbingan merupakan proses bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman diri dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimum kepada sekolah, keluarga, dan masyarakat” (Miller 1961) 
2. Pengertian Konseling 
   Menurut Prayitno dan Amti (2004:99), secara etimologis istilah konseling berasal dari bahasa Latin, yaitu “consilium” yang berarti “dengan” atau “bersama” yang dirangkai dengan “menerima” atau “memahami”. Sedangkan dalam bahasa Anglo-Saxon, istilah konseling berasal dari “sellan” yang berarti “menyerahkan” atau “menyampaikan”. 
    Menurut Winkel (1997:70), dalam kamus bahasa Inggris Counseling dikaitkan dengan kata Counsel, yang diartikan sebagai berikut: nasihat (to obtain counsel); anjuran (to give counsel); pemberian nasihat, pemberian anjuran, dan pembicaraan dengan bertukar pikiran kemudian orang-orang yang memberikan nasihat dan informasi yang relevan di berbagai bidang kehidupan, akan menyebut dirinya seorang counselor, misalnya pengacara hukum (defense counselor), notaris (legal counselor), ahli perpajakan (tax counselor), ahli penanaman modal (investment counselor). 
    Menurut Tohirin (2009:25-26), konseling bisa berarti kontak atau hubungan timbal balik antara dua orang (konselor dan klien) untuk menangani masalah klien. 
   Berdasarkan makna bimbingan dan konseling yang tertera di atas, dapat dirumuskan makna bimbingan dan konseling sebagai berikut. 
    Bimbingan dan konseling merupakan proses bantuan atau pertolongan yang diberikan oleh pembimbing (konselor) kepada individu (konseli) melalui pertemuan tatap muka atau hubungan timbal balik antara keduanya, agar konseli memiliki kemampuan atau kecakapan melihat dan menemukan masalahnya serta mampu memecahkan masalahnya sendiri. Atau proses pemberian bantuan atau pertolongan yang sistematis dari pembimbing (konselor) kepada konseli (siswa) melalui pertemuan tatap muka atau hubungan timbal balik antara keduanya untuk mengungkap masalah sendiri, mampu menerima dirinya sendiri sesuai dengan potensinya, dan mampu memecahkan sendiri masalah yang dihadapinya. 
 
B. Tujuan Bimbingan dan Konseling 
    Pelayanan bimbingan mempunyai tujuan supaya orang yang dilayani mampu mengatur kehidupannya sendiri, memiliki pandangannya sendiri dan tidak sekedar membebek pendapat orang lain, mengambil sikap sendiri, dan berani menanggung sendiri akibat dan konsekuensi dari tindakan-tindakannya. 
    Menurut Thompson dan Rudolph (1983), bimbingan dan konseling bertujuan agar klien mengikuti kemauan-kemauan saran konselor, mengadakan perubahan tingkah laku secara positif, melakukan pemecahan masalah, melakukan pengambilan keputusan, pengembangan kesadaran, dan pengembangan pribadi, mengembangkan penerimaan diri, memberikan pengukuhan. 
  Menurut Colleman, dalam Thomson dan Rudolph (1983), bimbingan dan konseling bertujuan memberikan dukungan, memberikan wawasan, pandangan, pemahaman, keterampilan dan alternatif baru dan mengatasi permasalahan yang dihadapi. 
 Tujuan umum bimbingan dan konseling adalah untuk membantu individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan prediposisi yang dimiliknya (seperti kemampuan dasar dan bakat-bakatnya), berbagai latar belakang yang ada (seperti latar belakang keluarga , pendidikan, status sosial ekonomi), serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya. 
    Dalam kaitan ini, bimbingan dan konseling membantu individu untuk menjadi insan yang berguna dalam kehidupannya yang memiliki berbagai wawasan, pandangan, interpetasi, pilihan, penyesuaian, dan keterampilan yang tepat berkenaan dengan diri sendiri dan lingkungannya. Adapun tujuan khusus bimbingan dan konseling merupakan penjabaran tujuan umum tersebut yang dikaitkan secara langsung dengan permasalahan yang dialami oleh individu yang bersangkutan, sesuai dengan kompleksitas permasalahannya itu. 
    Bimbingan dan konseling berkenaan dengan perilaku, oleh sebab itu tujuan bimbingan dan konseling adalah dalam rangka: membantu mengembangkan kualitas kepribadian individu yang dibimbing atau dikonseling, membantu mengembangkan kualitas kesehatan mental klien, membantu mengembangkan perilaku-perilaku yang lebih efektif pada diri individu dan lingkungannya, membantu klien menanggulangi problema hidup dan kehidupannya secara mandiri. 
    M. Hamdan Bakran Adz Dzaky (2004), merinci tujuan bimbingan dan konseling dalam islam sebagai berikut: 
  1. Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, kesehatan, dan kebersihan jiwa dan mental. Jiwa menjadi tenang, jinak, dan damai (muthmainnah), bersikap lapang dada (radhiyah) dan mendapatkan pencerahan tauhid dan hidayah-Nya (mardhiyah) 
  2. Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, dan kesopanan tingkah laku yang dapat memberikan manfaat baik pada diri sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah atau madrasah, lingkungan kerja, maupun lingkungan sosial, dan alam sekitarnya. 
  3. Untuk menghasilkan kecerdasan rasa (emosi) pada individu sehingga muncul dan berkembang rasa toleransi (tasamuh), kesetiakawanan, tolong menolong, dan rasa kasih sayang. 
  4. Untuk menghasilkan kecerdasan spiritual pada diri individu sehingga muncul dan berkembang keinginan untuk berbuat taat kepada-Nya, ketulusan mematuhi segala perintah-Nya, serta ketabahan menerima ujian-Nya. 
  5. Untuk menghasilkan potensi Ilahiyah, sehingga dengan potensi itu individu dapat melakukan tugas-tugasnya sebagai khalifah dengan baik dan benar, dapat dengan baik menanggulangi berbagai persoalan hidup, dan dapat memberikan kemanfaatan dan keselamatan bagi lingkungannya pada berbagai aspek kehidupan. 
    Dengan demikian tujuan bimbingan dan konseling dalam islam merupakan tujuan yang ideal dalam rangka mengembangkan kepribadian muslim yang sempurna atau optimal (kaffah dan insan kamil). 
 
C. Fungsi Bimbingan dan Konseling 
    Menurut Tohrin (2007:39-50), pelayanan bimbingan dan konseling khususnya di sekolah dan madrasah memiliki beberapa fungsi, yaitu fungsi pencegahan, pemahaman, pengentasan, pemeliharaan, penyaluran, penyesuaian, dan pengembangan. 
1. Fungsi Pencegahan 
    Pelayanan timbulnya masalah pada diri siswa sehingga mereka terhindar dari berbagai masalah yang dapat menghambat perkembangannya. Beberapa kegiatan atau layanan yang dapat diwujudkan berkenaan dengan fungsi ini yang bertujuan untuk mencegah terhadap timbulnya masalah adalah: 
    a. Layanan Orientasi 
    Program ini diberikan kepada siswa baru agar mereka mengenal lingkungan sekolahnya yang baru secara lebih baik, sehingga mereka terhindar dari berbagai masalah selama mengikuti kegiatan belajar mengajar (selama menjadi siswa di sekolah dan madrasah yang bersangkutan. 
    Melalui program ini disampaikan berbagai hal kepada siswa seperti informasi tentang kurikulum, cara-cara belajar, fasilitas belajar, hubungan sosial, tata tertib atau peraturan sekolah dan madrasah, sarana pendidikan, dan lain sebagainya. 
    b. Layanan Pengumpulan Data 
    Melalui program ini akan diperoleh data yang lebih lengkap dan akurat tentang siswa, sehingga bisa diperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang siswa. Melalui data-data yang dikumpulkan, bisa diperoleh secara lebih awal tentang siswa sehingga bisa menjadi siswa sehingga bisa menjadi antisipasi terhadap munculnya berbagai persoalan pada siswa. 
    c. Layanan Kegiatan Kelompok 
    Melalui program ini diharapkan siswa memperoleh pemahaman diri secara lebih baik. Kegiatan-kegiatan yang dapat diwujudkan berkenaan dengan fungsi ini antara lain: diskusi kelompok, bermain peran, dinamika kelompok dan kegiatan-kegiatan lainnya. 
    d. layanan bimbingan karir 
    Melalui program ini siswa diharapkan memperoleh pemahaman diri dan lingkungan secara lebih baik dan mengembangkannya ke arah pencapaian karir yang sesuai dengan bakat, minat, cita-cita, dan kemampuan. 
 
2. Fungsi Pemahaman 
    Pelayanan bimbingan dan konseling dilaksanakan dalam rangka memberikan pemahaman tentang diri klien atau siswa beserta pemahamannya. 
    a. Pemahaman tentang klien 
    Fungsi pemahaman tentang diri klien harus secara komprehensif yang berkenaan dengan latar belakang pribadi, kekuatan, dan kelemahannya, serta kondisi lingkungan. Pemahaman tentang klien secara komprehensif yang mencakup aspek-aspek diatas, apabila dijabarkan meliputi: 
  • Identitas individu klien yang mencakup: nama, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir, agama, orang tua, status dalam keluarga, tempat tinggal 
  • Latar belakang pendidikan 
  • Status sosial ekonomi orang tua 
  • Kemampuan yang mencakup intelegensi, bakat, minat, dan hobi 
  • Kesehatan 
  • Kecenderungan sikap dan kebiasaan 
  • Cita-cita pendidikan dan pekerjaan 
  • Keadaan lingkungan tempat tinggal 
  • Kedudukan dan prestasi yang pernah dicapai 
  • Kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan 
  • Jurusan atau program studi yang diikuti 
  • Mata pelajaran yang diambil 
  • Nilai atau prestasi menonjol yang pernah dicapai 
  • Kegiatan ekstrakulikuler yang diikuti 
  • Sikap dan kebiasaan belajar 
  • Hubungan dengan teman sebaya dan lain-lain. 
    Menurut Prayitno dan Erman Amti (1999), pemahaman terhadap siswa di sekolah dan madrasah harus mendahului pengajaran dan konseling. 
 
    b. Pemahaman tentang masalah klien 
    Pemahaman terhadap masalah klien menyangkut jenis masalahnya, intensitasnya, sangkut pautnya dengan masalah lain, dan kemungkinan-kemungkinan dampaknya apabila tidak segera dipecahkan. 
 
    c. Pemahaman tentang lingkungan 
    Lingkungan bisa dikonsepsikan segala sesuatu yang ada sekitar individu yang secara langsung dapat mempengaruhi individu tersebut seperti keadaan rumah tempat tinggal, keadaan sosio ekonomi dan sosio emosional keluarga, keadaan hubungan antar tetangga, teman sebaya, dan lain-lain sebagainya. 
 
3. Fungsi Pengentasan 
    Apabila seorang siswa mengalami suatu permasalahan dan ia dapat memecahkannya sendiri lalu ia pergi ke pembimbing atau konselor, maka yang diharapkan oleh siswa yang bersangkutan adalah teratasinya masalah yang dihadapinya. Siswa yang mengalami masalah dianggap berada dalam suatu kondisi atau keadaan yang tidak mengenakkan sehingga perlu diangkat atau dikeluarkan dari kondisi atau keadaan tersebut. 
    Upaya pengentasan masalah pada dasarnya dilakukan secara perorangan, sebab setiap masalah adalah unik. Masalah-masalah yang diderita oleh individu-individu yang berbeda tidak boleh disamaratakan. Dengan demikian penanganannya pun harus secara unik disesuaikan terhadap kondisi masing-masing masalah itu. Untuk itu konselor perlu memiliki ketersediaan bahan dan keterampilan untuk menangani berbagai masalah yang beraneka ragam. 
    a. Pengentasan masalah berdasarkan diagnosis 
    Pada umumnya diagnosis dikenal sebagai istilah medis yang berarti proses penentuan jenis penyakit dengan meneliti gejala-gejalanya. Sejak tahun empat puluhan, Bordin memiliki konsep diagnostik yang mirip dengan pengertian medis itu dalam pelayanan bimbingan dan konseling (dalam Hansen, Stevic & Warner, 1997). Pengertian diagnostik yang dipakai Bordin itu lebih lanjut dikenal sebagai “diagnostik pengklasifikasian”. Dalam upaya diagnostik itu masalah-masalah diklasifikasi, dilihat sebab-sebabnya, dan ditentukan cara pengentasannya. Berikut adalah contoh diagnosis menurut Bordin 
 
Klasifikasi Masalah, Sebabnya, dan Cara Pengentasannya 
 

Klasifikasi Masalah

Sebab

Cara Pengentasannya

Sikap tergantung

Klien belum belajar untuk bertanggung jawab dalam pemecahan diri sendiri

Konselor membantu klien agar merasa sanggup menghadapi masalah dalam hidupnya sehari-hari dan memperoleh pengalaman langsung untuk memungkinkannya tidak lagi tergantung pada orang lain

Kekurangan informasi

Pengalaman yang dimiliki klien selama ini tidak memadai lagi untuk mengatasi permasalahan yang dihadapinya

Konselor memberikan informasi yang diperlukan klien atau langsung membawa klien ke sumber informasi yang maksud.

Terjadi konflik dalam diri sendiri

Dua atau lebih perasaan dan keinginan yang berlainan arah mendorong konflik dalam diri klien

Konselor membantu klien untuk mengenali dan menerima perasaan-perasaan dan keinginan-keinginannya yang berlainan arah itu sehingga konflik itu dapat diatasi

Kecemasan dalam memilih

Klien tidak mampu menghadap dan menerima suasana berat (dalam memilih) yang tak terelakkan

Konselor membantu klien menyadari dan menerima masalah yang dihadapinya itu dan selanjutnya membuat suatu keputusan.

Tidak ada masalah *)

Klien membutuhkan dukungan terhadap keputusan yang telah diambilnya, atau ingin mengecek apakah ia bertindak di jalur yang benar

Konselor memberikan dorongan dan dukungan kepada klien.

 
*) kadang-kadang klien yang datang kepada konselor tanpa masalah yang memberatkan dirinya. Ia hanya ingin memperoleh “kawan yang dipercaya” dalam menindak lanjuti apa yang menjadi keputusannya. Klien seperti ini digolongkan “tidak ada masalah” 
 
    Model diagnosis Bordin itu tampak cukup menarik. Sejalan dengan diagnosis medis: ada masalah, dianalisis dan diklasifikasi, ditetapkan sebab-sebabnya, dan diberikan “resep” pengentasannya. Tampak sederhana dan mudah. Model ini beredar cukup lama : pada akhir tahun lima puluhan mulai dirasakan bahwa model seperti itu tidak tepat , bahkan pada tahun enam puluhan dikecam sebagai cara diagnosis yang tidak membuahkan hasil diagnosisi apa pun yang berupa sebab-sebab timbulnya masalah yang mendorong ditetapkannya cara-cara pengentasan tertentu (dalam Hansen, dkk., 1977). Disamping itu, mengklasifikasikan masalah yang satu sering saling terkait satu sama lain, dan dengan lebih penting lagi setiap masalah klien adalah unik. Pengklasifikasian masalah cenderung menyamaratakan masalah klien yang satu dengan klien lainnya. 
    Perkembangan lebih lanjut menggaris bawahi bahwa model diagnosis yang diterima dalam bimbingan dan konseling adalah model diagnosis pemahaman, yaitu mengupayakan pemahaman masalah klien, yaitu pemahaman terhadap seluk beluk masalah klien, termasuk didalamnya perkembangan dan sebab-sebab timbulnya masalah. Sebagai rambu-rambu yang dapat dipergunakan untuk terselenggaranya diagnosis pemahaman itu, di sini dicatatkan tiga dimensi diagnosisi yaitu: 
  • Diagnosis mental/psikologis 
  • Diagnosis sosio-mental 
  • Diagnosis instrumental 
    b. Pengentasan Masalah Berdasarkan Teori Konseling 
    Sejumlah ahli telah mengantarkan berbagai teori konseling, antara lain teori ego-counseling yang didasarkan pada tahap perkembangan psikososial menurut Erickson, pendekatan transactional analysis dengan tokohnya Eric Berne, pendekatan konseling berdasarkan self-theory denga tokohnya Carl Rogers, getselt counseling dengan tokohnya Frita Perl, pendekatan konseling yang bersifat behavioristik yang didasarkan pada pemikiran tentang tingkah laku oleh B.F. Skinner, pendekatan rasional dalam konseling dalam bentuk Reality Therapy dengan tokohnya William Glasser dan Rational Emotive Therapy dengan tokohnya Albert Ellis (dalam Hansen, dkk., 1977); dan Barmmer & Shartsom, 1982). 
    Masing-masing teori konseling itu dilengkapi dengan teori tentang kepribadian individu, perkembangan tingkah laku individu yang dianggap sebagai masalah, tujuan konseling, serta proses dan teknik-teknik khusus konseling. 
 
4. Fungsi Pemeliharaan 
    Menurut Prayitno dan Erman Amti (1999), fungsi pemeliharaan berarti memelihara segala sesuatu yang baik yang ada pada diri individu (siswa), baik hal itu merupakan pembawaan maupun hasil-hasil perkembangan yang telah dicapai selama ini. Intelegensi yang tinggi, bakat yang istimewa, minat yang menonjol untuk hal-hal yang positif dan produktif, dan berbagai aspek positif lainnya termasuk akhlak yang baik dari individu perlu dipertahankan dan dipelihara. 
 
5. Fungsi Penyaluran 
    Melalui fungsi ini pelayanan bimbingan dan konseling berupaya mengenali masing-masing siswa secara perorangan, selanjutnya memberikan bantuan menyalurkan kearah kegiatan atau program yang dapat menunjang tercapainya perkembangan yang optimal. 
    Bentuk kegiatan bimbingan dan konseling berkaitan dengan fungsi ini adalah : 
  • Pemilihan sekolah lanjutan 
  • Memperoleh jurusan yang tepat 
  • Penyusunan program belajar 
  • Pengembangan bakat dan minat 
  • Perencanaan karier 
6. Fungsi Penyesuaian 
    Fungsi penyesuaian mempunyai dua arah. 
  • Bantuan kepada siswa agar dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekolah atau madrasah. Sekolah dan madrasah memiliki tata sosial budaya tersendiri dengan segala tuntutan dan norma-normanya; untuk itu siswa harus mampu menyesuaikan dirinya. Untuk dapat menyesuaikan dirinya secara baik, siswa harus memperoleh bantuan yang terarah dan sistematis. 
  • Bantuan dalam mengembangkan program pendidikan yang sesuai dengan keadaan masing-masing siswa. Dalam arah kedua ini, lingkungan yang disesuaikannya berbeda dalam aspek kepribadian, kemampuan, bakat, minat, dan aspek-aspek lainnya. Supaya siswa memperoleh kepuasan diri secara optimal perlu dikembangkan program pendidikan yang disesuaikan dengan keadaan masing-masing siswa. Dalam konteks ini, pelayanan bimbingan dan konseling berfungsi membantu mengenali keadaan pribadi masing-masing siswa dan selanjutnya membantu mengembangkan berbagai program pendidikan yang disesuaikan dengan keadaan pribadi masing-masing siswa. 
7. Fungsi Pengembangan 
  Siswa di sekolah atau madrasah merupakan individu yang sedang dalam proses perkembangan. Mereka memiliki potensi tertentu untuk dikembangkan. Melalui fungsi ini, pelayanan bimbingan dan konseling diberikan kepada para siswa untuk membantu para siswa dalam mengembangkan keseluruhan potensinya secara lebih terarah. Dengan kata lain, pelayanan bimbingan dan konseling membantu para siswa agar berkembang sesuai dengan potensinya masing-masing. 
 
BAB III 
PENUTUP 
 
A. Kesimpulan 
   Bimbingan dan konseling merupakan sebuah pelayanan yang disediakan pada setiap lembaga pendidikan seperti sekolah. Bimbingan dan konseling merupakan proses bantuan atau pertolongan yang dilakukan oleh para pembimbing (konselor) kepada individu (konseli) melalui tatap muka, agar individu (konseli) tersebut dapat memiliki kemampuan untuk menemukan masalah yang dimiliki serta mampu memecahkan masalahnya sendiri. 
   Pelayanan bimbingan dan konseling memiliki tujuan agar orang yang dilayani mampu mengatur kehidupannya sendiri dan tidak sekedar membebek pendapat orang lain, mengambil sikap sendiri, serta berani menanggung sendiri akibat serta konsekuensi yang telah kami bahas pada pembahasan di atas yaitu dengan adanya fungsi-fungsi pada bimbingan dan konseling berupa fungsi pencegahan, pemeliharaan, pengembangan, penyesuaian, pemahaman, dan pengentasan yang semua itu dibuat agar para pembimbing (konselor) dapat membantu para individu (konseli) dalam menyelesaikan permasalahan mereka. 
 
 
DAFTAR PUSTAKA 
Afifuddin. Bimbingan dan Konseling. Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010. 
Prayitno, & Amti, E. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2014. 
Salahudin, A. Bimbingan dan Konseling. Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010. 
Tohirin. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (berbasis integrasi). Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2007. 
Winkel, W. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta: PT Grasindo, 1997. 

Baca juga: Karya Tulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *