Makalah Komponen Bimbingan Konseling dan Evaluasi Program
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupan manusia. Kenyataan menunjukkan manusia dalam kehidupannya menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalam sifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang sanggup mengatasi persoalan tanpa bantuan pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibantu orang lain.
Pada pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah guru memiliki peranan yang sangat penting karena guru merupakan sumber yang sangat menguasai informasi tentang keadaan siswa. Di dalam melakukan bimbingan dan konseling, kerjasama konselor dengan personil lain di sekolah merupakan suatu syarat yang tidak boleh ditinggalkan. Kerjasama ini akan menjamin tersusunnya program bimbingan dan konseling yang komprehensif, memenuhi sasaran serta realistik.
Meskipun keberadaan layanan bimbingan dan konseling di sekolah sudah lebih diakui sebagai profesi, namun masih ada persepsi negatif tentang bimbingan dan konseling terutama keberadaannya di sekolah dari para guru, sebagian pengawas, kepala sekolah, para siswa, orang tua siswa bahkan dari guru BK sendiri. Selain persepsi negatif tentang BK, juga sering muncul tudingan miring terhadap guru bimbingan dan konseling di sekolah.
Untuk itu diperlukan pengetahuan tentang komponen program apa yang harus ada dalam bimbingan konseling di sekolah, sehingga dalam menyelesaikan masalah bisa terselesaikan dengan baik. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai komponen program bimbingan konseling di sekolah.
B. Rumusan Masalah
- Apa saja yang termasuk dalam komponen-komponen bimbingan dan konseling?
- Apa yang dimaksud dengan konseling?
- Apa yang dimaksud dengan evaluasi program?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui serta menambah wawasan para pembaca tentang komponen-komponen BK, konseling dan evaluasi program.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Komponen Program Bimbingan Konseling
Komponen adalah bentuk atau bagian, jadi komponen dasar dalam praktik bimbingan konseling adalah apa saja yang menjadi dasar dari praktik bimbingan itu sendiri. Program merupakan kegiatan layanan dan kegiatan pendukung yang akan dilaksanakan pada periode tertentu.
Komponen program bimbingan konseling Bagian-bagian atau unsur-unsur yang membangun sebuah program yang saling terkait dan merupakan faktor-faktor penentu keberhasilan program bimbingan konseling yang ada pada sebuah sekolah.[1]
Dalam melaksanakan program bimbingan di sekolah terdapat berbagai komponen. Komponen-komponen yang dimaksud di sini ialah saluran-saluran untuk melayani para siswa di sekolah.[2] Komponen program bimbingan konseling yaitu:
1. Pengumpulan data
Secara umum teknik pengumpulan data dilakukan secara tes dan non tes. Pertama, teknik tes. Tes merupakan suatu metode penelitian psikologis untuk memperoleh informasi tentang berbagai aspek dalam tingkah laku dan kehidupan psikologis seseorang, dengan menggunakan pengukuran (measurement) yang menghasilkan suau deskripsi kuantitatif tentang aspek yang diukur.
Alat tes yang digunakan untuk pengumpulan data (himpunan data) harus distandarisasikan dalam cara penyelenggaraan tes, cara pemeriksaan, dan penentuan norma penafsiran seragam. Selain itu juga harus memiliki validitas dan reliabilitas. Jadi tes ialah suatu metode atau alat untuk mengadakan penyelidikan dengan menggunakan soal-soal yang telah dipilih dengan seksama, artinya dengan standar tertentu.
Tes sebagai metode penyelidikan mulai dikenal setelah Binet pada tahun 1904 mendapat tugas dari pemerintah untuk menemukan seorang anak yang mengalami kelambatan belajar bila dibandingkan dengan teman-temannya. Kemudian, penyelidikan tersebut dikerjakan bersama-sama dengan Simon, sehingga dikenal dengan tes Binet Simon mengenai intelegensi. Kemudian tes Binet ini disempurnakan oleh ahli-ahli lain. Salah satu revisi yang terkenal ialah revisi dari Terman untuk dipakai di Amerika Serikat. Karena Terman ini bekerja di Stanford University, revisinya terkenal dengan Standard revision, dan sering disebut dengan Tes intelegensi Stanford-Binet.[3]
2. Pemberian informasi
Layanan informasi adalah layanan bimbingan yang memungkinkan peserta didik dan pihak-pihak lain yang dapat memberikan pengaruh yang besar kepada peserta didik (terutama orang tua) menerima dan memahami informasi (seperti informasi pendidikan dan informasi jabatan) yang dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dan pengambilan keputusan sehari-hari sebagai pelajar, anggota keluarga, dan masyarakat.
Layanan informasi bertujuan untuk membekali individu dengan berbagi pengetahuan dan pemahaman tentang berbagai hal yang berguna untuk mengenal diri, merencanakan, dan mengembangkan pola kehidupan sebagai pelajar, anggota keluarga dan masyarakat. Pemahaman yang diperoleh melalui layanan informasi, digunakan sebagai bahan acuan dalam meningkatkan kegiatan dan prestasi belajar, mengembangkan cita-cita, menyelenggarakan kehidupan sehari-hari dalam mengambil sebuah keputusan.
3. Penempatan
Layanan penempatan adalah usaha-usaha membantu siswa merencanakan masa depannya selama masih di sekolah dan madrasah dan sesudah tamat, memilih program studi lanjutan sebagai persiapan untuk kelak memangku jabatan tertentu.[4]
Individu dalam proses perkembangannya sering dihadapkan pada kondisi yang di satu sisi serasi atau kondusif mendukung perkembangannya dan di sisi lain kurang serasi atau kurang mendukung (mismatch). Kondisi mismatch berpotensi menimbulkan masalah pada individu (siswa). Oleh sebab itu, layanan penempatan dan penyaluran diupayakan untuk membantu individu yang mengalami mismatch. Layanan ini berusaha meminimalisasi kondisi mismatch yang terjadi pada individu sehingga individu dapat mengembangkan potensi dirinya secara optimal. Di tempat yang cocok dan serasi serta kondusif diharapkan individu dapat mengembangkan diri secara optimal.
4. Konseling
Konseling sebagai hubungan membantu, di mana salah satu pihak (konselor) bertujuan meningkatkan kemampuan dan fungsi mental pihak lain (klien), agar dapat menghadapi persoalan atau konflik yang dihadapi dengan lebih baik.
5. Konsultasi
Menurut Prayitno (2004: 1), “layanan konsultasi adalah layanan konseling oleh konselor terhadap pelanggan (konsulti) yang memungkinkan konsulti memperoleh wawasan, pemahaman dan cara yang perlu dilaksanakan untuk menangani masalah pihak ketiga”. Konsultasi pada dasarnya dilaksanakan secara perorangan dalam format tatap muka antara konselor (sebagai konsultan) dengan konsulti. Konsultasi dapat juga dilakukan terhadap dua orang konsulti atau lebih kalau konsulti-konsulti itu menghendakinya.
Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (2006: 6) dijelaskan bahwa “layanan konsultasi yaitu layanan yang membantu peserta didik atau pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam menangani kondisi dan atau masalah peserta didik”.[5]
6. Evaluasi program
Evaluasi program bimbingan adalah segala upaya tindakan atau proses untuk menentukan derajat kualitas kemajuan kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan program bimbingan dan konseling di Sekolah dengan mengacu pada keriteria atau patokan-patokan tertentu sesuai dengan program bimbingan yang dilaksanakan. Jadi evaluasi pelaksanaan program bimbingan merupakan suatu usaha untuk menilai efisiensi dan efektivitas pelayanan bimbingan konseling demi peningkatan mutu program bimbingan dan konseling.
B. Konseling
1. Pengertian Konseling
Dalam definisi yang lebih luas, Rogers (dikutip dari Lesmana, 2005) mengartikan konseling sebagai hubungan membantu, di mana salah satu pihak (konselor) bertujuan meningkatkan kemampuan dan fungsi mental pihak lain (klien), agar dapat menghadapi persoalan atau konflik yang dihadapi dengan lebih baik. Rogers (1971) mengartikan, “bantuan” dalam konseling adalah dengan menyediakan kondisi, sarana, dan keterampilan yang membuat klien dapat membantu dirinya sendiri dalam memenuhi rasa aman, cinta, harga diri, membuat keputusan, dan aktualisasi diri. Memberikan bantuan juga mencakup ketersediaan konselor untuk mendengarkan perjalanan hidup klien baik masa lalunya, harapan-harapan, keinginan yang tidak pernah terpenuhi, kegagalan yang dialami, trauma, dan konflik yang sedang dihadapi oleh klien.[6]
2. Penerapan Konseling Di Indonesia
Dapat diketahui bahwa konseling untuk pertama kalinya lahir di luar Indonesia. Kemunculannya di Indonesia adalah setelah melalui proses perkembangan yang berkesinambungan di negara asalnya dan dirasakan perlu untuk negara lain, termasuk Indonesia.
Sebelum kemunculannya di Indonesia, sebenarnya masyarakat Indonesia telah mengetahui berbagai sarana yang dapat dimanfaatkan untuk memecahkan masalah mereka. Tetapi semua itu dilakukan secara tradisional. Secara umum proses pemecahan masalah dilakukan dengan meminta bantuan dari tokoh masyarakat (kepala desa, orang yang “dituakan”), tokoh agama (kyai, ulama, pendeta, pastor), paranormal dan dukun yang dianggap lebih arif dan memiliki kelebihan. Masyarakat memiliki ketergantungan terhadap mereka. Berbagai macam bantuan pun diberikan, baik yang bernilai positif (wejangan, nasihat, dan petuah) hingga yang sama sekali tidak bermanfaat dan berefek negatif (jampi-jampi dan memberikan tumbal). Masyarakat memiliki keyakinan yang sangat kuat, bahwa masalah mereka akan selesai dengan baik dengan baik bila meminta bantuan dengan cara-cara tradisional tersebut.
Perkembangan pola pikir masyarakat perlahan lahan berubah ketika konseling masuk ke Indonesia, walaupun sampai saat ini tidak semua masyarakat mengenal dan menggunakan konseling untuk menyelesaikan masalah mereka.
Dalam buku Pengantar Konseling dan Psikoterapi yang ditulis oleh Mappiare (2002), menyebutkan beberapa faktor pendorong perkembangan konseling sekolah secara umum adalah sebagai berikut:
- Dari dalam diri individu, adanya masa-masa kritis pada tiap masa perkembangan individu, terutama masa remaja.
- Dari luar diri individu, adanya kemajuan teknologi, nilai demokratis dan humanistis versus nilai pragmatis, etika pergaulan, kondisi struktural bidang pendidikan dan lapangan kerja, dan kondisi lain di antaranya proses transmigrasi dan urbanisasi, kehidupan masyarakat massa (mass-society) yang menjauhkan nilai kekerabatan antar manusia.
Selain faktor-faktor tersebut di atas, Mappiare (2002) juga menambahkan bahwa faktor pendorong lain berkembangnya konseling di sekolah antara lain:
- Untuk menghadapi saat-saat krisis, misalnya kegagalan sekolah, kegagalan pergaulan, atau penyalahgunaan obat bius.
- Untuk menghadapi kesulitan pemahaman diri dalam mengarahkan diri untuk mengambil keputusan dalam karier, akademik, dan pergaulan sosial.
- Mencegah kesulitan yang dihadapi dalam pergaulan, pilihan karier dan sebagainya.
- Menopang kelancaran perkembangan individual, seperti pengembangan kemandirian, percaya diri, citra diri, perkembangan karier dan akademik.[7]
3. Adaptasi Konseling Dengan Ranah Keilmuan Lain
Konseling adalah cabang keilmuan yang telah berdiri sendiri sejak mendapat pengukuhan dari American Psychological Association (APA) pada tahun 1952. Meskipun demikian, konseling harus tetap menyesuaikan diri dan berdampingan dengan cabang ilmu-ilmu lain. [8]
a. Ilmu Pendidikan
Kemajuan dunia pendidikan sangat ditentukan oleh pihak-pihak yang mengenal pendidikan secara menyeluruh, yaitu para guru dan instansi pemerintah yang menaunginya. Siswa atau anak didik sebagai pihak yang diberi bekal pendidikan juga tidak kalah pentingnya menyukseskan kemajuan pendidikan ini. Interaksi yang baik antara guru dan anak didik adalah dasar terbentuknya harapan anak didik untuk lebih berprestasi. Dalam hal ini, guru sebagai pendidik diupayakan dapat mengembangkan potensi positif anak didik dalam segala aspeknya seperti intelektual, moral, sosial, dan emosional. Melalui teknik konseling, guru dapat membantu mengembangkan ke semua aspek tersebut menjadi lebih optimal.
Secara umum, Willis (2009) menjelaskan tujuan konseling dalam hubungan membantu dalam dunia pendidikan, adalah sebagai berikut:
- Mengembangkan potensi individu secara optimal sehingga siswa menjadi kreatif, produktif, mandiri dan bersifat religius.
- Memecahkan masalah yang di hadapi individu sehingga siswa terlepas dari tekanan emosional (stress), kemudian muncul lah ide yang cemerlang untuk merencanakan hidupnya secara wajar.
b. Ilmu Kesehatan
Dokter atau perawat yang sudah mempraktikan konseling dalam kesehariannya menangani pasien akan lebih terbuka dan menciptakan suasana hangat dengan pasiennya. Keramahan, ketulusan, dan kesediaan membantu pasien, secara langsung atau tidak akan meredakan ketegangan yang dirasakan pasien karena sakit yang dideritanya. konsep konseling yang memanusiakan manusia inilah yang harus dijiwai oleh para medis. Dokter atau perawat yang memperlakukan pasien dengan jiwa konseling akan menambah kepercayaan mereka terhadap penanganan yang dilakukan.
c. Ilmu Agama
Konseling agama merupakan sebuah langkah nyata yang dilakukan untuk membantu klien yang mengalami permasalahan seputar keagamaannya. Konseling agama lebih kepada memberikan nasihat, masukan, pandangan, yang dikaitkan dengan keyakinan agama klien.
Menyampaikan kewajiban ataupun larangan dalam beragama pada klien yang memiliki masalah tertentu haruslah menggunakan pendekatan konseling. Keakraban yang terjalin antara konselor klien akan meningkatkan penerimaan klien.[9]
d. Bidang Industri
Kehadiran konseling ditengah-tengah perusahaan, tidak lagi menjadikan pimpinan berbuat sewenang-wenang terhadap karyawannya. Pimpinan bukan lagi pihak yang hanya bisa mengeksekusi karyawan disaat karyawan tersebut melakukan kesalahan. Melalui konseling, pimpinan semakin dapat menghargai karyawan sebagai manusia yang memiliki kebutuhan untuk dihargai hasil kerjanya, diberikan motivasi ketika berprestasi, atau dapat berempati ketika karyawan mengalami masalah.
Begitupun halnya dengan karyawan, teknik konseling dapat memotivasi karyawan yang mengalami kejenuhan dalam bekerja, dan mempersempit persaingan yang muncul sesama karyawan. Karyawan yang secara kontinu mendapatkan pemahaman yang positif dari konselor akan lebih efektif bekerja dan loyal terhadap perusahaan.[10]
e. Ilmu Lain
Maksud dari kata “Ilmu Lain” dalam penulisan ini adalah adaptasi konseling dengan permasalahan kehidupan yang terlepas dari cabang keilmuan. Misalnya, konseling perkawinan dan keluarga.
Adanya konseling sebagai media yang membantu mengatasi permasalahan di segala aspek kehidupan, akan memberikan pemahaman yang menyeluruh terhadap masalah-masalah psikologis yang dialami oleh masyarakat (Klien) . melalui berbagai macam pendekatan konseling, klien dibimbing untuk dapat menelaah permasalahan yang dihadapinya. Selanjutnnya, berani mengambil keputusan dan bertanggung jawab atas keputusan yang telah diambilnya.
C. Evaluasi Program
1. Pengertian evaluasi program
Evaluasi program bimbingan, menurut W.S Winkel (1991: 135), adalah usaha menilai efisiensi dan efektivitas pelayanan bimbingan itu sendiri demi peningkatan mutu program bimbingan. Adapun menurut Dewa Ketut Sukardi (1990: 47), evaluasi program bimbingan adalah segala upaya tindakan atau proses untuk menentukan derajat kualitas kemajuan kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan program bimbingan dan konseling di Sekolah dengan mengacu pada kriteria atau patokan-patokan tertentu sesuai dengan program bimbingan yang dilaksanakan. Jadi evaluasi pelaksanaan program bimbingan merupakan suatu usaha untuk menilai efisiensi dan efektivitas pelayanan bimbingan konseling demi peningkatan mutu program bimbingan dan konseling.
Evaluasi dapat pula diartikan sebagai proses pengumpulan informasi (data) untuk mengetahui efektivitas (keterlaksanaan dan ketercapaian) kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan dalam upaya mengambil keputusan. Penilaian kegiatan bimbingan di sekolah adalah segala upaya, tindakan, atau proses untuk menentukan derajat kualitas kemajuan yang berkaitan dengan pelaksanaan program bimbingan di sekolah dengan mengacu pada kriteria atau patokan-patokan tertentu sesuai dengan program bimbingan yang dilaksanakan.
Kriteria atau patokan yang dipakai untuk menilai keberhasilan pelaksanaan program layanan bimbingan bimbingan dan konseling di sekolah adalah mengacu pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan-kebutuhan siswa. Pihak-pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung berperan membantu siswa memperoleh perubahan perilaku dan pribadi ke arah yang lebih baik.
2. Prinsip evaluasi
Beberapa prinsip yang harus diperankan dalam penyelenggaraan evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling, yaitu sebagai berikut:
- Evaluasi yang efektif menuntut pengenalan terhadap tujuan-tujuan program. Ini berarti perlu adanya kejelasan mengenai tujuan yang ingin dicapai dalam suatu kegiatan evaluasi.
- Evaluasi yang efektif memerlukan kriteria pengukuran yang jelas.
- Evaluasi melibatkan berbagai unsur yang profesional dalam program bimbingan dan konseling.
- Menuntut umpan balik (feed back) dan tindak lanjut sehingga hasilnya dapat digunakan untuk mebuat kebijakan atau keputusan.
- Evaluasi yang efektif hendaknya terencana dan berkesinambungan.
3. Tujuan dan fungsi evaluasi
Secara umum penyelenggaraan evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling bertujuan sebagai berikut.
- Mengetahui kemajuan program bimbingan dan konseling atau subjek yang telah memanfaatkan layanan bimbingan konseling.
- Mengetahui tingkat efisiensi dan efektivitas strategi pelaksanaan program bimbingan dan konseling yang telah dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu.
- Mengetahui sampai sejauh mana keterlibatan semua pihak dalam usaha menunjang keberhasilan pelaksanaan program bimbingan dan konseling.
- Mendapatkan informasi yang akurat dalam rangka perencanaan langkah-langkah pengembangan program bimbingan dan konseling selanjutnya.
Fungsi evaluasi, antara lain sebagai berikut.
- Memberikan umpan balik (feed back) kepada guru pembimbing (konselor) untuk memperbaiki atau mengembangkan program bimbingan dan konseling.
- Memberikan informasi kepada pihak pimpinan sekolah, guru mata pelajaran, dan orang tua siswa tentang perkembangan siswa agar secara bersinergi atau berkolaborasi meningkatkan kualitas implementasi program BK di sekolah.
4. Langkah-langkah evaluasi
Dalam melaksanakan evaluasi program, ada beberapa hal yang harus ditempuh, yaitu sebagai berikut.
- Merumuskan masalah atau beberapa pertanyaan. Karena tujuan evaluasi adalah memperoleh data yang diperlukan untuk mengambil keputusan, konselor harus mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan hal-al yang akan dievaluasi. Pertanyaan-pertanyaan itu pada dasarnya terkait oleh dua aspek pokok yang dievaluasi, yaitu: tingkat keterlaksanaan program (aspek proses) dan tingkat ketercapaian tujuan program (aspek hasil).
- Mengembangkan atau menyusun instrumen pengumpul data. Untuk memperoleh data yang diperlukan, yaitu mengenai tingkat keterlaksanaan dan ketercapaian program, konselor harus menyusun instrumen yang relevan dengan kedua aspek tersebut. Instrumen itu diantaranya inventori, angket, pedoman wawancara, pedoman observasi, dan studi dokumentasi.
- Mengumpulkan dan menganalisis data. Setelah diperoleh, data harus dianalisis, yang ditelaah program apa saja yang telah dan belum dilaksanakan, serta tujuan mana saja yang telah dan belum tercapai.
- Melakukan tindak lanjut (follow up). Berdasarkan temuan yang diperoleh, dapat dilakukan kegiatan tindak lanjut. Kegiatan ini meliputi dua kegiatan, yaitu:
-Memperbaiki hal-hal yang dipandang lemah, kurang tepat, atau kurang relevan dengan tujuan yang ingin dicapai.
-Mengembangkan program dengan cara mengubah atau menambah beberapa hal yang dipandang perlu untuk meningkatkan efektivitas atau kualitas program.
Penilaian di tingkat sekolah merupakan tanggung jawab kepala sekolah yang dibantu oleh pembimbing khusus dan personal sekolah lainnya. Di samping itu, penilaian kegiatan bimbingan dilakukan juga oleh pejabat yang berwenang (pengawas bimbingan dan konseling) dari instansi yang lebih tinggi (Departemen Pendidikan Nasional Kota atau Kabupaten).
Sumber informasi untuk keperluan penilaian ini antara lain siswa, kepala sekolah, para wali kelas, guru, mata pelajaran, orang tua, tokoh masyarakat, organisasi profesi bimbingan, sekolah lanjutan, dan sebagainya.
Penilaian dilakukan dengan menggunakan berbagai cara dan alat, seperti wawancara, observasi, studi dokumentasi, angket, tes, analisis hasil kerja siswa dan sebagainya.
Penilaian harus diprogramkan secara sistematis dan terpadu. Kegiatan penilaian baik mengenai proses maupun hasil harus dianalisis untuk kemudian dijadikan dasar dan tindak lanjut untuk perbaikan dan mengembangkan program layanan bimbingan. Dengan dilakukan penilaian secara komprehensif, jelas, dan cermat, data atau informasi ini dapat disajikan sebagai bahan untuk pertanggung jawaban atau akuntabilitas pelaksanaan program bimbingan dan konseling.
Pengawas melakukan pembinaan dan pengawasan dalam bentuk mendorong konselor layanan bimbingan dan konseling untuk melakukan evaluasi program dan keterlaksanaan program. Evaluasi sebaiknya dilakukan pada akhir tahun ajaran dan menjadi salah satu dasar pengembangan program untuk tahun ajaran berikutnya. Evaluasi proses sebaiknya dilakukan setiap bulan melalui forum pertemuan staf (MGBK di sekolah) dan dapat dihadiri oleh unsur pimpinan sekolah. Konselor dapat mengembangkan instrumen yang dapat menjaring umpan balik secara triangulasi, yaitu dari siswa sebagai objek dan subjek bimbingan dari pendidik di sekolah sebagai personal yang terlibat dan berinteraksi langsung dengan siswa.[11]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Komponen adalah bentuk atau bagian, jadi komponen dasar dalam praktik bimbingan konseling adalah apa saja yang menjadi dasar dari praktik bimbingan itu sendiri. Yang termasuk komponen dalam BK yaitu: pengumpulan data, pemberian informasi dan orientasi, penempatan, konseling, konsultasi dan evaluasi program.
Konseling merupakan hubungan bantuan dan tuntutan, di mana salah satu pihak (konselor) bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan fungsi mental pihak lain
(klien), agar dapat menghadapi persoalan atau konflik yang dihadapi dengan lebih baik.
Evaluasi pelaksanaan program bimbingan yaitu merupakan suatu usaha untuk menilai efisiensi dan efektivitas pelayanan bimbingan konseling demi peningkatan mutu program bimbingan dan konseling.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi dan Safrudin Abdul Jabar, Cepi. Pedoman Praktis Bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 2010.
Ketut Sukardi, Dewa. Pengantar Pelaksana Program Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta, 2002.
Lumongga Lubis, Namora. Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori dan Praktik. Jakarta: Kencana, 2011.
Salahudin, Anas. Bimbingan dan Konseling. Bandung: Pustaka Setia, 2010.
Tohirin. Bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007.
Layanan Konsultasi BK, http://counselingndut.blogspot.com/2013/02/layanan-konsultasi-bk.html, diakses pada 9 April 2019
__________________
[1] Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin Abdul Jabar, Pedoman Praktis Bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm. 9
[2] Dewa ketut Sukardi, Pengantar Pelaksana Program Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm. 182
[3] Anas Salahudin, Bimbingan dan Konseling, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), cet. ke-2, hlm. 82.
[4] Tohirin, Bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 153
[5] Layanan Konsultasi BK, http://counselingndut.blogspot.com/2013/02/layanan-konsultasi-bk.html, diakses pada 9 April 2019.
[6] Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori dan Praktik, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 2
[7] Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori dan Praktik, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 7-8
[8] Ibid, hlm. 15-16
[9] Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori dan Praktik, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm.18
[10] Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori dan Praktik, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 19-20
[11] Anas Salahudin, Bimbingan dan Konseling, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), cet. ke-2, hlm. 217-224
Baca juga: Karya Tulis