Makalah Aspek Teologi Dalam Islam
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam menjalani kehidupan suatu hal yang kita mantapkan adalah aqidah atau keyakinan kepada allah SWT. Seolah aktifitas sehari-hari tak ada gunanya jika tidak di dasari dengan keimanan yang kuat. Dalam pembahasan kali ini kita akan mengenal Teologi Islam yang membahas tentang pemikiran dan kepercayaan tentang ketuhanan. Teologi Islam ini sudah sepantasnya kita ketahui agar dalam menjalani kehidupan ini kita mengetahui yang sebenarnya orang Islam. Dalam kehidupan sehari-hari kita banyak menjumpai perbedaan-perbedaan pemikiran dan aqidah yang mengiringi, dan kita harus pandai dalam memilih dan memilahnya dengan berlandaskan Al-qur’an dan Al-hadist. Rasulullah bersabda bahwa “Umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga dan hanya ada satu yang benar.”
Pemikiran yang berbeda merupakan penyebab saling menyalahkan yang lain. Dan kita sebagai orang yang memegang agama Allah harus mengetahui manakah pemikiran yang benar dan yang salah, dalam memandangnya kita harus berpegang teguh pada Al-qur’an dan Al-hadist. Hal ini merupakan hal penting yang harus di pelajari agar apa yang menjadi keyakinan kita tentang Allah tidak salah, dan seandainya apabila keyakinan kita salah tentang-Nya maka kita bisa saja kita di anggap orang keluar agama Islam.
B. Rumusan Masalah
- Apa Teologi Islam?
- Bagaimana sejarah munculnya Teologi Islam?
- Apa sumber Teologi Islam?
- Aliran-aliran Teologi Islam?
- Manfaat Teologi Islam?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, penulis dapat mengemukakan tujuan penulisan yaitu untuk menyajikan pembahasan mengenai aspek teologi dalam Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Teologi Islam
Secara etimologi “Theologi” terdiri dari kata “Theos” artinya Tuhan, dan “Logos” artinya Ilmu, sehingga dapat diartikan bahwa theologi adalah ilmu tentang Tuhan atau ilmu Ketuhanan[1].
Prof. Dr. Harun Nasution, dalam bukunya Teologi Islam, menyebutkan bahwa teologi adalah ilmu yang membahas mengenai dasar-dasar agama. Dalam istilah arab, ajaran-ajaran dasar itu disebut ushul al-din, oleh karena itu buku yang membahas soal-soal teologi dalam Islam selalu diberi nama kitab Usul al-Din oleh para pengarangnya. Teologi dalam Islam disebut juga Ilmu Tauhid. Kata Tauhid mengandung arti satu atau Esa dan keesaan dalam pandangan islam, merupakan sifat terpenting diantara sifat-sifat Tuhan. Teologi dalam Islam disebut juga ilmu kalam, karena kaum teolog dalam Islam bersilat dengan kata-kata dalam mempertahankan pendapat dan pendirian masing-masing[2]
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat kita pahami bahwa teologi dalam islam adalah ilmu pengetahuan yang membahas tentang dasar-dasar agama Islam, keesaan Allah beserta sifat-sifatnya. Seorang muslim yang mempelajari teologi islam diharapkan akan memahami dasar-dasar islam secara lebih mendalam dan lebih mengerti tentang keesaan Allah beserta sifat-sifat-Nya.
B. Sejarah Lahirnya Teologi Islam
Setelah Rasulullah SAW. wafat beliau tidak mengangkat seorang pengganti, tidak pula menentukan cara pemilihan penggantinya. Karena itu antara sahabat Muhajirin dan Anshor terdapat perselisihan, masing-masing menghendaki supaya pengganti Rasul dari pihaknya. Ditengah kesibukan itu, Umar r.a membaiat Abu Bakar R.a menjadi khalifah dan di ikuti oleh sahabat lainnya. Sejak itu kaum muslimin terpecah-pecah menjadi beberapa golongan yang merasa sebagai pihak yang benar dan hanya calon dari pada yang menduduki pimpinan negara. Ditambah lagi dengan peristiwa terbunuhnya Usman R.a dalam keadaan gelap.
Peristiwa itu sontak membuat anggapan yang berbeda. Terdapat pihak yang membenarkan pembunuhan itu, karena ada juga yang berpendapat bahwa yang membunuh Usman R.a itu orang kafir. Puncaknya saat terjadi perang Siffin. Dimana pihak sahabat, yaitu Ali R.a dituntut oleh Mu’awiyah agar melakukan arbitase. Akan tetapi dari hal itu bukan keputusan yang didapat. Akan tetapi menimbulkan golongan-golongan Jabariyah, Qadariyah, Mu’tazilah, dan Asy’ariyah.[3]
C. Sumber-Sumber Teologi Islam
Adapun sumber pembahasan yang digunakan untuk membangun Ilmu Teologi Islam menggunakan beberapa sumber, yaitu:
1. Sumber yang ideal
Sumber ideal adalah Qur’an dan Hadits yang didalamnya terdapat data yang berkaitan dengan objek kajian dalam Ilmu Tauhid. Misalnya, dalam ajaran agama bahwa semua amal sholeh yang dilakukan oleh ketulusan akan diterima oleh Allah SWT. apabila didasari dengan akidah islam yang benar. Karena penyimpangan dari akidah yang benar berarti penyimpangan dari keimanan yang murni kepada Allah. Dan penyimpangan dari keimanan itu berarti kekufuran kepada Allah SWT. Sedangkan Allah tidak akan menerima amal baik yang dilakukan oleh orang kafir, berapapun banyaknya amal yang dia kerjakan. Dalam hal ini Allah SWT berfirman:
“Barangsiapa yang murtad diantara kamu dari agamanya, walau dia mati dalam keadaan kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal didalamnya.” (QS. Al- Baqoroh: 217)
2. Sumber Historis
Sumber historis adalah perkembangan pemikiran yang berkaitan dengan objek kajian ilmu tauhid, baik yang terdapat dalam kalangan internal umat islam maupun pemikiran eksternal yang masuk kedalam rumah tangga islam. Sebab, setelah Rosulullah saw wafat, islam menjadi tersebar, dan ini memungkinkan umat islam berkenalan dengan ajaran-ajaran, atau pemikiran-pemikiran dari luar islam, misalnya dari Persia dan Yunani.
D. Aliran-Aliran Teologi Islam
1. Aliran Khawarij
Golongan ini pada mulanya muncul bukan karena persoalan aqidah, melainkan persoalan politik dimana terjadi peperangan antara Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan Ali bin Abi Thalib. Saat perang berkecamuk, seseorang mengangkat Al-qur’an dengan pedangnya untuk mengadakan Tahkim (Arbitrase) yaitu mengangkat seorang hakim yang bertujuan mengadakan perundingan untuk mengakhiri perang.
Sebagian orang dari barisan Ali menerima tahkim tersebut dan sebagian lainnya tidak, kemudian memilih keluar dari barisan karena kecewa karena Ali menerima tahkim tersebut. Kata Khawarij berasal dari bahasa Arab yang berarti keluar. Nama itu diberikan kepada mereka, karena mereka keluar dari barisan Ali.[4]
Dalam perkembangan selanjutnya, persoalan politik ini melebar ke arah persoalan aqidah dimana kaum khawarij meyakini hal-hal sebagai berikut:
- Bahwa Ali, Khalifah Ustman dan orang-orang yang melakukan tahkim, yakni Amr bin al-‘Ash dan Abu Musa al-Asy’ari adalah orang-orang kafir. Demikian juga orang yang menerima keputusan tahkim itu. Juga para peserta yang ikut dalam perang Jamal melawan Ali, seperti Siti Aisyah, Thalhah dan Zubeir.
- Semua orang muslim yang melakukan dosa besar adalah kafir yang kekal dalam neraka jika tidak bertobat sebelum mati.
- Wajib memisahkan diri dari khalifah atau sulthan yang zalim. Dan khalifah itu boleh dilantik dari orang yang bukan keturunan Quraisy.[5]
2. Aliran Syiah
Syiah yang dimaksudkan adalah golongan dalam islam yang menganggap bahwa Sahabat Ali merupakan orang yang berhak sebagai pemimpin (Khalifah) pengganti Nabi Muhammad S.A.W karena sesuai dengan wasiatnya. Sedangkan tiga sahabat lainnya yang tergabung dalam Khulafaur Rasyidin adalah pengasab (perampas).
3. Aliran Murji’ah
Seperti halnya kaum khawarij, golongan ini pada mulanya muncul karena persoalan politik. Sebagaimana disebutkan tentang peristiwa Tahkim antara kelompok Mu’awiyah dan kelompok Ali, kelompok Ali terbelah dua, sebagian mendukung Ali yang kemudian memunculkan kelompok syi’ah dan sebagian menentangnya yang kemudian memunculkan kelompok Khawarij. Kedua kelompok ini sama-sama menentang dan mengkafirkan Mu’awiyah, hanya dengan motifnya yang berbeda.
Dalam suasana pertentangan serupa inilah, timbul suatu golongan baru yang ingin bersikap netral tidak mau turut dalam praktek kafir-mengkafirkan yang terjadi antara golongan yang bertentangan itu. Bagi mereka sahabat-sahabat yang bertentangan itu merupakan orang-orang yang dapat dipercaya dan tidak keluar dari jalan yang benar.
Oleh karena itu mereka tidak mengeluarkan pendapat tentang siapa yang sebenarnya salah, dan memandang lebih baik menunda penyelesaian persoalan ini ke hari perhitungan di depan Tuhan. Nama murji’ah sendiri berasal dari kata arja’a yang berarti menunda
Pada umumnya kaum murji’ah dapat dibagi dalam dua golongan besar, golongan moderat dan golongan ekstrim. Golongan moderat berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah kafir dan tidak kekal dalam neraka, tetapi akan dihukum dalam neraka sesuai dengan besarnya dosa yang dilakukannya, dan ada kemungkinan Tuhan akan mengampuni dosanya dan oleh karena itu tidak akan masuk neraka sama sekali. Sedangkan golongan yang ekstrim berpendapat bahwa orang islam yang percaya pada Tuhan dan menyatakan kekufuran secara lisan tidaklah menjadi kafir, karena iman dan kafir tempatnya hanya dalam hati, bukan dalam bagian yang lain dari tubuh manusia.
4. Aliran Jabariyah
Paham ini diajarkan dan dikembangkan oleh Jahm bin Safwan yang memperoleh banyak pengikut, sehingga ajaran ini juga dikenal dengan madzhab Jahamiyah. Golongan ini menganut paham bahwa manusia tidak mempunyai ikhtiar atau pilihan dan kebebasan dalam menentukan nasib dan perbuatannya dalam kehidupan di dunia ini. Segala sesuatu telah digariskan Allah atasnya sejak zaman azali.
Nama Jabariyah berasal dari kata “Jabara” yang mengadung arti memaksa. Dalam istilah inggris paham ini disebut “Fatalism” atau “Predestination”. Perbuatan-perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh qoda dan qodar Tuhan.
5. Aliran Qadariyah
Yang mengemukakan golongan ini adalah Ghailan al-Dimasqi, Golongan ini disebut Qadariyah adalah karena pendapatnya tentang kedudukan manusia diatas bumi. Golongan ini mengatakan bahwa manusia mempunyai “Iradah” yang bebas dan kuasa penuh dalam menentukan amal perbuatan yang dilakukan dan karenanya manusia bertanggung jawab atas segala perbuatan yang dilakukannya. Jika amalnya baik, balasannya juga baik, dan jika buruk, maka balasannya juga buruk. Artinya nasib manusia ditentukan oleh manusia sendiri dan Tuhan tidak ada kuasa campur tangan dalam hal tersebut.
6. Aliran Mu’tazilah
Penulis Islam klasik, seperti syarastani, al-baghdadi, ar-Razi, ibn Khilikan dan lain-lain menyatakan bahwa golongan mu’tazilah lahir dari majlis pengajian Hasan al-bashri di Bashrah. Beliau ini seorang pemuka tabiin yang terkenal dan merupakan seorang imam dan guru yang mengajar agama di Masjid Agung Bashrah pada waktu itu. Nama mu’tazilah diberikan pertama kali pada Washil bin ‘Ata pada saat terjadi dialog tentang nasib orang mukmin yang melakukan dosa besar, apakah masuk neraka atau tetap dalam surga.[6]
7. Aliran Ahlussunnah wal Jamaah
Ahlussunnah adalah golongan yang mengikuti jalan para sahabat dan tabi’in dalam masalah yang berkaitan dengan akidah, seperti bersikap “Menyerahkan makna atau maksud ayat-ayat mutasyabihat kepada Allah tanpa menakwilkan kepada makna atau maksud lain dari pengertian lahirnya”.Yakni golongan yang berpegang kepada hadis yang sahih.
Sedangkan yang dimaksud dengan Jamaah yang dikaitkan dengan sunnah adalah karena mereka dalam berdalil dan berhujjah menggunakan kitab Allah, Sunah Rasul, Ijma dan Qiyas. Mereka memandang empat landasan ini sebagai asas syariat Islam.
Mazhab Ahlussunnah wal Jamaah mendapat pengaruh besar dalam kalangan umat Islam setelah Abu Hasan al-Asy’ari bergabung dengannya. Sebelum itu beliau adalah penganut Mazhab Mu’tazilah dan murid Abu Ali al-Jabaiy, seorang pemuka Mu’tazilah yang terkenal pada waktu itu. Banyak riwayat yang menyebutkan sebab keluarnya dari paham Mu’tazilah dan yang paling masyhur adalah karena suatu diskusi yang terjadi dengan gurunya dan al-Asy’ari tidak merasa puas dengan jawaban gurunya. Sejak saat itu al-Asy’ari menyatakan keluar dari golongan Mu’tazilah dan mendirikan aliran baru yang identik dengan namanya yaitu al-Asy’ari yang sekarang kita kenal dengan aliran Ahlussunah wal Jamaah.
E. Manfaat Teologi Islam
Teologi Islam merupakan salah satu dari tiga pondasi Islam dan pemahamannya harus ada dalam diri manusia yang beriman. Sedangkan iman itu di nyatakan:
- Pertama nutqun bil lisan (menyatakan keislaman secara lisan) harus berlandaskan ilmu yang kuat yang di antaranya adalah ilmu kalam.
- Kedua, a’malu bil arkan (melaksanakan keislaman secara fisik) dengan berlandaskan ilmu yang hak di antaranya ilmu fiqh.
- Ketiga tashdiqu bil qolbi (membenarkan Islam dengan hatinya). Harus berpangkal dengan ilmu batin yang benar dan yang membenarkan adalah ilmu tasawuf. Dari itu, mempelajari ilmu teologi sangat penting karena dapat memberikan landasan kuat bagi kebenaran keyakinan atau keberagamaan seseorang. Dalam hal ini menjadi kekuatan keimanan seseorang muslim.
Aspek lain, ketuhanan merambah dan mengisi pada berbagai organisasi tertentu sehingga menyebabkan timbulnya konflik, dengan ilmu teologi ini mengkaji tentang kebenaran tentang ketuhanan sehingga konflik tersebut dapat di atasi, dan tidak mendiskriminasikan antara satu aliran dengan aliran yang lain.
Akhir-akhir ini, Teologi Islam sebagai sebuah kajian, telah banyak di tulis. Tulisannya bermaksud mengadvokasi berbagai ketimpangan berbagai aspek sosial. Dengan teologi ini di harapkan ketimpangan sosial yang terjadi dapat tereliminasi atau kalau mungkin teratasi secara baik dan benar.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teologi merupakan disiplin ilmu yang menerangkan tentang pribadi ketuhanan. Baik sifat-sifat nya maupun tindak lakunya. Di dalam islam sering dinamakan ilmu kalam, yang merupakan cabang dari ilmu tauhid. Dimana ilmu kalam memberikan porsi naqli terhadap adanya Allah S.W.T.
Teologi bukan muncul karena hanya gejola politik pada masa Khulafaur Rasyidin, akan tetapi muncul karena perbedaan pemikiran antar imam, antar guru dan murid. Maka dari itu memang perbedaan adalah rahmatan lil’alamin.
DAFTAR PUSTAKA
Razak, Abdur dan Anwar, Rosihan. Ilmu kalan. Pustaka Setia: Bandung, 2006.
Hanafi. Pengantar Theologi Islam. Jakarta: Pustaka al-Husna, 1980.
Nasution, Harun. Teologi Islam: Aliran-Aliran atau Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta: UI-Press, 1986.
Daudy, Ahmad. Kuliah Ilmu Kalam. Jakarta: PT Bulan Bintang, 1997.
Hanafi, A. Theology islam. Jakarta: Bulan bintang, 1982.
__________________
[1] A. Hanafi, Pengantar Theologi Islam (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1980), Cet. Ke- 2 hal.11
[2] Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran atau Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI-Press, 1986), Cet. Ke-5, hal. ix.
[3] A. Hanafi, Theology islam (Jakarta: Bulan bintang, 1982), hal.16 -17.
[4] Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran atau Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI-Press, 1986), Cet. Ke-5, hal.13
[5] Ahmad Daudy. Kuliah Ilmu Kalam, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1997), Cet.ke-1, hal.96.
[6] Ahmad Daudy, Kuliah Ilmu Kalam, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1997), Cet.ke-1, hal.98-99.
Baca juga: Karya Tulis