Makalah Aspek Pendidikan Dalam Islam
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aspek pendidikan dalam islam merupakan suatu hal yang perlu diketahui oleh setiap orang, karena banyak sekali aspek-aspek pendidikan dalam islam maupun umum yang sejak dulu telah diterapkan oleh para ilmuwan-ilmuwan. Sebagai umat Muslim, hendaknya mengetahui akan aspek-aspek pendidikan dalam islam agar dapat dijadikan sebagai landasan dalam membentuk sebuah sistem dan lembaga yang berkualitas serta maju.
Dengan menggunakan sumber rujukan utama Al-Qur’an dan Hadist serta rujukan sumber dari buku sejarah penemuan dan perkembangan ilmu pengetahuan yang telah dilakukan oleh para ilmuwan yang kompeten, sehingga dapat diketahui aspek-aspek pendidikan yang dimiliki oleh islam, oleh karena itu kami akan berusaha untuk membahas aspek-aspek pendidikan dalam islam.
B. Rumusan Masalah
- Bagaimana Sejarah Pendidikan dalam Islam?
- Apa saja lembaga-lembaga pendidikan islam?
- Bagaimana inti dari demokratisasi pendidikan?
- Bagaimana peranan umat islam dalam ilmu sains?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui, mempelajari, dan menambah wawasan mengenai aspek-aspek pendidikan dalam islam baik dalam sejarah maupun perkembangannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Pendidikan Islam
Sejarah (history) menurut Louis Gottschalk berasal dari kata benda Yunani istoria, berarti ilmu. Istoria menurut Aristoteles diartikan sebagai suatu pertelaahan sistematika mengenai perangkat gejala alam. Menurut definisi yang paling umum, kata history berarti masa lampau umat manusia.
Ibnu Khaldun berpendapat bahwa sejarah adalah catatan tentang masyarakat umat manusia atau peradaban manusia tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada waktu masyarakat itu, seperti: keliaran, keramahtamahan dan solidaritas golongan, tentang revolusi-revolusi dan pemberontakan-pemberontakan oleh segolongan rakyat melawan golongan yang lain.
1. Metode Sejarah Pendidikan Islam
Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisis secara kritik rekaman dan peninggalan masa lampau. Dengan demikian, diperlukan rekontruksi yang imajinatif dari pada masa lampau berdasarkan data yang diperoleh dengan menempuh proses yang disebut dengan historiografi (penulisan sejarah) (Gottschalk, 1975: 33).
Berdasarkan hal yang diungkapkan terdahulu, maka metode sejarah pendidikan islam juga menggunakan metode yang ada dalam penulisan sejarah. Oleh karena itulah, metode sejarah pendidikan islam mencakup fakta-fakta yang berkembang tentang pendidikan islam, yaitu dimulai dari masa tumbuhnya sampai kepada masa perkembangannya dari periode ke periode.
Fakta-fakta yang diungkapkan itu bisa melalui sumber langsung, seperti: prestasi, undang-undang, dokumen-dokumen, gambar-gambar serta benda-benda sejarah lainnya dan juga dapat digunakan sumber tidak langsung yaitu bahan yang diperoleh dari penelitian sumber langsung.
Menurut buku sejarah pendidikan islam oleh Direktorat Pendidikan Islam ada tiga metode yang ditempuh: pertama, deskriptif; kedua komparatif; dan ketiga analisis sintesis
2. Kegunaan sejarah pendidikan islam
Sejarah sangat bermanfaat besar bagi umat manusia, karena dengan sejarahlah manusia belajar serta berupaya untuk menjadi arif dengan melihat dan mengambil i’tibar dari masa lampau yang telah pernah dialami oleh umat manusia. Oleh karena itulah, sebagian dari kandungan Al-Qur’an membentangkan sejarah perjuangan para Rasul sejak Adam AS sampai Muhammad SAW. Selain dari itu Al-Qur’an juga mengungkapkan sejarah dari bangsa atau kabilah tertentu, seperti kaum ‘Ad dan Tsamud.
Kearifan diperlukan bagi manusia agar dia dapat bertindak dan berperilaku bijaksana. Pintar dan cerdas intelektual saja belum cukup, karena itu diperlukan pula kearifan dalam hidup. Dengan kearifan itulah seseorang dapat meletakkan sesuatu pada tempatnya. Untuk bisa menjadi orang arif, maka seseorang harus belajar sejarah mendidik dan menjadikan orang menjadi arif.
Ungkapan-ungkapan Al-Qur’an itu bukanlah kisah-kisah tanpa arti, tetapi mengandung makna yang dalam bagi siapa yang merenungkannya. Dari ungkapan tersebut dapat diambil pelajaran oleh generasi berikutnya. Syarat-syarat apa yang harus dilakukan oleh satu kaum atau bangsa yang dapat menghantarkan bangsa/kaum tersebut kepada kebahagiaan, kesentosaan, kedamaian, dan begitu juga sebaliknya dapat diketahui lewat sejarah.
Oleh karena itu Al-Qur’an mengisyaratkan kepada umatnya untuk belajar dari sejarah yang tertulis pada surah Muhammad ayat 10:
“Maka apakah mereka tidak mengadakan perjalanan dimuka bumi sehingga mereka dapat memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka, Allah telah menimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang kafir akan menerima (akibat-akibat) seperti itu.”
Bertolak dari ayat Al-Qur’an tersebut, maka manfaat dari mempelajari sejarah pendidikan Islam adalah ingin menerapkan hal-hal yang berguna dan menghindarkan yang mendatangkan madharat dalam bidang pendidikan Islam, serta dapat memperkirakan apa yang akan dilaksanakan pada masa depan. Dengan demikian, tidak terlepas dari the past, the present dan the future (masa lampau, sekarang dan akan datang).
Di dalam mempelajari sejarah pendidikan Islam, Zuraini dkk. Mengemukakan manfaat yang dapat diambil:
- Mengetahui dan memahami pertumbuhan, perkembangan pemikiran-pemikiran umat Islam dalam bidang pendidikan Islam.
- Mampu mengambil pelajaran dari proses pemikiran, pemikiran umat Islam dalam bidang pendidikan Islam pada masa lalu untuk memecahkan problematika pendidikan Islam pada masa kini.
- Memiliki sikap positif terhadap pemikiran-pemikiran baru yang muncul di seputar pendidikan Islam (Zuraini, dkk., 1992: 6)
3. Manfaat mempelajari sejarah pendidikan Islam bagi para guru
- Memperluas wawasan
- Salah satu objek kajian dalam sejarah itu adalah tentang guru dan murid. Dia akan menemukan sejumlah informasi tentang guru-guru masa lampau yang pantas dan patut diteladani, karena keikhlasan, loyalitas kepada tugas, tidak mementingkan nilai materi, mencintai murid-muridnya sebagai mana dia mencintai murid-muridnya sendiri dan dan berbagai sifat dan sikap mulia lainnya
- Salah satu tugas guru yang sangat mulia yaitu menjadi contoh teladan dalam seluruh aspek kehidupannya, maka lewat mempelajari sejarah pendidikan Islam, para guru agama akan diperkenalkan tentang berbagai nilai-nilai yang harus dijadikannya bagian dari pribadinya.
- Untuk membentuk sikap arif dan bijaksana dalam pribadi seorang guru.
B. Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam
1. Kuttab
Kuttab adalah sejenis tempat belajar yang mula-mula lahir di dunia Islam. Pada awalnya, Kuttab berfungsi sebagai tempat memberikan pelajaran menulis dan membaca bagi anak-anak (Ensiklopedia IslaM Jilid III, 1999: 86).
Kuttab seperti yang dijelaskan oleh Shalaby telah ada sebelum Islam, kendatipun masih terbatas jumlahnya. Di antara penduduk Mekkah yang mula-mula belajar menulis huruf Arab adalah Sufyan bin Umayyah bin Abdi Syams dan Abu Qais bin Abdi Manaf Bin Zuhrah bin Kilab. Kedua orang ini mempelajarinya dari Bisyir bin Abdul Malik yang mempelajarinya di neferi Hirah (Shalaby, 1976: 19).
2. Masjid dan Masjid Khan
Masjid yang semenjak zaman nabi mempunyai fungsi ganda, sebagai tempat ibadah dan tempat kegiatan sosial kemasyarakatan adalah tempat pendidikan dan pengajaran.
Pada zaman kemajuan Islam, masjid masjid berkembang dengan pesatnya. Di kota Baghdad saja menurut hitungan al- Ya’qubi ada sejumlah 30.000 masjid (Shalaby, 1976: 75) perkataan al-Ya’qubi ini bukan berlebih-lebihan, karena masjid-masjid itu memang sangat banyak, bahkan ada yang menyatakan bahwa sembahyang juga disebut masjid, lain halnya dengan Masjid Jami’ (tempat ber-Jum’at).
Kemudian di kota Iskandaria ada 12.000 masjid. Di Damaskus ada sekitar 500 masjid. Dengan banyaknya masjid-masjid ini, maka dapatlah digambarkan betapa pesatnya kemajuan pendidikan Islam di kala itu.
Materi yang diajarkan di masjid tidak hanya sebatas ilmu-ilmu naqliyah saja, tetapi juga mencakup ilmu-ilmu aqliyah. Shalaby menjelaskan bahwa disamping pelajaran agama sebagai pelajaran yang sangat menarik di masjid, masjid juga mengajarkan pengetahuan selain dari pengetahuan agama (Shaliby, 1976: 81)
3. Perpustakaan
Pada masa kemajuan pendidikan Islam, perpustakaan mempunyai peran yang sangat penting, para cendekiawan menuangkan ilmu mereka dalam bentuk tulisan, sehingga dengan demikian berkembanglah perpustakaan di dunia Islam.
Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan di sini gedung yang dibangun untuk perpustakaan Fathimiyah di Kairo, terdapat 40 ruang untuk buku yang masing-masing ruang dapat memuat 18.000 buah buku (Shalaby, 1976: 141).
Dunia islam di zaman kejayaannya memiliki sejumlah besar perpustakaan yang terbesar di masjid, di madrasah, di istana yang dibangun oleh para penguasa bekerjasama dengan orang kaya.
4. Pendidikan Rendah di Istana.
Pendidikan di istana khususnya buat mendidik anak-anak khalifah dan para pembesar. Anak-anak pembesar ini didik khusus di istana yaitu untuk menyiapkan mereka agar dapat melaksanakan tugas berat yang kelak akan dipikulkan ke pundak mereka.
Pendidikan di istana yang membuat rencana pelajaran adalah orang tua murid (para pembesar istana) diselaraskan dengan tujuan yang di kehendaki oleh orang tua murid. Guru yang bertugas disebut muaddib, dan muaddib ini tinggal di istana, agar pengawasannya terhadap putri raja lebih sempurna.
Mari kita perhatikan apa yang dipesankan oleh Abdul Malik bin Marwan kepada guru (muaddib) yang mendidik anaknya:
“ajarkanlah kepada mereka benar, di samping mengajarkan Al-Qur’an. Jauhkan mereka dari orang-orang jahat itu tidak mengindahkan perintah Tuhan dan tidak berlaku sopan, dan jauhkan pula dari khadam dan pelayan karena pergaulan dengan khadam dan pelayan itu dapat merusak moralnya. Lunakkan perasaan mereka agar mereka mulia dan berani”.
5. Toko-Toko Kitab
Kedai-kedai kitab muncul sejak permulaan kerajaan bani abbasiyah, kemudian tersebar dengan pesatnya di seluruh ibu kota di berbagai negeri Islam. Dengan demikian, kedai-kedai kitab tersebut bukan hanya tempat mencari keuntungan semata-mata. Akan tetapi, juga berperan untuk pengajian dan pendalaman ilmu pengetahuan. Kerana tokoh-tokoh yang cemerlang, seperti: Ibnu Nadim pengarang al Fihrist Ali bin Isa.
Yang dikenal dengan nama “Ibnu Kaujak” yang oleh yaqut diterangkan bahwa dia adalah seorang saudagar kitab, di samping ia seorang sastrawan yang budiman, yang telah menulis sejumlah buku-buku, dan yaqut pengarang Mu’jamul Udaba dan Mu’jamul Buldan (Shalaby, 1967: 37).
6. Rumah-Rumah Para Ulama
Di antara rumah ulama yang terkenal yang menjadi tempat belajar antara lain: rumah Ibnu Sina, Al- Ghazali, Ali Ibnu Muhammad Al-Fashishi, Ya’qub Ibnu Killis Wazir Khalifah Al-Azizi Al Fathimy, dan Ahmad bin Ahmad Abu Tahir, (Shaliby, 1976: 42-44).
7. Majelis Kesusastraan
Lembaga ini telah muncul pada masa Umayyah, dalam bentuk yang masih sederhana, kemudian mencapai kemajuan pada zaman Abbasiyah. Majelis kesusastraan ini dimaksudkan adalah suatu majelis khusus yang membahas ilmu pengetahuan.
Dalam majelis ini hadir orang-orang tertentu yang mendapat kehormatan untuk hadir. Di dalam majelis tersebut diadakan aturan-aturan tata tertib sedemikian rupa, mulai dari tata tertib berbicara, berdebat, duduk dan lain-lain.
8. Madrasah
Lembaga yang muncul setelah masjid adalah madrasah munculnya lembaga ini seperti yang dijelaskan oleh Shaliby, karena tuntutan kebutuhan zaman. Di antara faktor yang mendorong munculnya madrasah adalah karena semakin banyaknya pelajar yang menuntut ilmu pengetahuan sehingga tidak mungkin mereka lagi untuk belajar di masjid.
Madrasah telah tumbuh sejak abad ke-4 H. Di antara madrasah yang terkemuka yaitu madrasah Nizamiyah yang didirikan pada abad ke-5 H (abad ke-11 M) oleh Nizamul Mulk (1018-1092) madrasah-madrasah yang didirikan Nizamul Mulk ini sangat terkenal di dunia Islam ketika itu karena telah tersebar di berbagai negeri.
Selain Nizamul Mulk, Nuruddin Zinky yang mendirikan madrasah-madrasah menurut catatan sejarah beliaulah orang pertama yang mendirikan madrasah di Damaskus, madrasah berikut yang juga sangat terkenal di dunia Islam yaitu madrasah Al-Mustanshiriyyah. Madrasah ini didirikan pada abad ke-13 oleh khalifah Al-Mustanshir ayah khalifah Abbasiyyah yang terakhir Mustashim. Madrasah ini didirikan untuk menggantikan kemunduran madrasah Nizamiyah Yang telah didirikan 2 abad sebelumnya.
C. Demokratisasi pendidikan
Inti dari demokrasi pendidikan adalah menginginkan agar peserta didik dapat mengembangkan kebebasannya melalui proses pendidikan yaitu dapat mengembangkan kapasitasnya yang positif, baik dalam aspek kognitif, efektif, psikomotor. Konsep demokrasi dalam pengelolaan pendidikan kemudian dituangkan dalam undang-undang sistem pendidikan nasional tahun 2003 dalam bab III tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan dinyatakan dalam pasal (1) pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan keadilan serta tidak diskriminatif.
Prinsip demokratisasi pendidikan yang dinyatakan dalam undang-undang sistem pendidikan nasional yang dinyatakan dalam pasal (1) yaitu bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia (2) pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multi makna, (3) pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat, (4) pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (SISDIKNAS, 2003:38)
Prinsip demokratisasi pendidikan yang dinyatakan dalam undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang dinyatakan dalam Pasal (1) tersebut, maka kalau dihubungkan dalam analisis Fazlur Rahman, menyatakan: “Pendidikan (termasuk pendidikan islam)dapat dipahami sebagai proses untuk menghasilkan manusia (ilmuwan) integratif yang progresif, adil jujur, dan sebagainya. Karena ilmuwan yang demikian itu diharapkan dapat memberikan alternatif solusi atas problem-problem yang dihadapi oleh umat manusia di muka bumi” (Sutrisno, 2006: 170)
D. Peranan Umat Islam dalam Ilmu Sains
Kedudukan ilmu sains di bawah naungan Islam telah mencapai posisi yang sangat hebat. Dengan demikian, kaum Muslimin menjadi pelopor di dunia. Mereka menguasai puncak-puncak ilmu sebagaimana mereka menguasai ubun-ubun dunia. Universitas mereka penuh dan terbuka lebar bagi para penuntut ilmu dari kalangan orang-orang Eropa. Mereka datang berbondong-bondong untuk menimba ilmu tersebut.
Sebagaimana diserukan oleh seorang pakar ilmuwan Perancis Gustav Le Bon yang berangan-angan, seandainya kaum Muslimin menjadi penguasa Perancis, niscaya negara itu akan seperti Cordova di Spanyol yang Muslim.[1] Dia juga mengatakan tentang kehebatan peradaban ilmiah dalam islam, “Sesungguhnya bangsa Eropa hanyalah sebuah kota bagi negeri Arab (kaum Muslim) dengan kehebatan peradabannya.[2]
Terdapat banyak ilmu yang sering digunakan sebelum kaum Muslimin atas sumbangsih peradaban terdahulu dengan pengaruh tentang masalah kedokteran yang bermanfaat yang mana ilmu tersebut dijadikan sebagai sandaran oleh kaum Muslimin, dimana mereka sangat mengagumkan dalam menjelaskan semua itu dengan jelas-jelas memulai pergerakan dan membangun peradaban.
Kaum Muslimin sanggup merumuskan ilmu yang telah digunakan sebelum mereka dalam sejarah secara murni dan mulia. Diantara ilmu-ilmu tersebut ialah ilmu kedokteran, fisika, optik, arsitektur, geografi, dan falak (astronomi).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang kami ambil dari makalah ini bahwasanya banyak sekali aspek-aspek pendidikan dalam islam yang membuktikan terjadinya perkembangan ilmu pengetahuan dengan sistem pendidikan yang berkualitas, hal itu dapat terjadi karna umat islam sudah mengetahui aspek-aspek pendidikan dalam islam melalui sejarah pendidikan dalam islam yang sudah ada sejak zaman Rasulullah hingga pada zaman Bani Umayyah.
Sehingga umat islam dapat mengambil kekurangan serta kelebihan akan pendidikan yang sudah ada kala itu. Serta umat islam terus berusaha untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, lembaga serta sistem yang menjadi aspek pokok dalam dunia pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Assegaf, A. R. Aliran Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013.
As-Sirjani, R. Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia. Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2009.
Daulay, H. P., & Pasa, N. Pendidikan Islam dalam Lintasan Sejarah. Jakarta: KENCANA, 2014
Nata, A. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: KENCANA, 2010.
Nata, A. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: KENCANA, 2016.
_________________
[1] Gustave Le Bon, Arab Civilization. Hlm.13. 317
[2] Ibid., hlm. 566.
Baca juga: Karya Tulis