BahasaPendidikan

Penalaran: Pengertian, Jenis, Ciri, beserta Tahapnya

Penalaran. Dalam membuat suatu karangan ilmiah banyak membahas fakta secara logis dan sistematik dengan tata bahasa yang baik dan benar. Berarti untuk menulis karangan ilmiah diperlukan kemampuan menalar secara ilmiah. Oleh karena itu, kita perlu memahami prinsip-prinsip yang berlaku didalam proses penalaran ilmiah. Melalui proses penalaran, kita dapat sampai pada kesimpulan yang mungkin berupa asumsi, hipotesis, teori atau keputusan lainnya. Penalaran adalah suatu proses berpikir manusia untuk menghubung-hubungkan data atau fakta yang ada sehingga sampai pada suatu simpulan. Untuk lebih lengkapnya simak artikel dibawah ini sobat!!!

Pengertian Penalaran

Penalaran adalah suatu proses berpikir manusia untuk menghubungkan data atau fakta yang ada sehingga sampai pada suatu simpulan. Penalaran juga merupakan proses berpikir yang didasarkan atas pengamatan secara empiris yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian yang logis. Hasil pengamatan, pengetahuan, dan pemahaman akan membentuk proposisi-proposisi. Selanjutnya, proposisi-proposisi tersebut dibuat menjadi simpulan. 

Jenis-Jenis Penalaran

Terdapat 2 cara dalam bernalar, yaitu : bernalar secara deduktif dan bernalar secara induktif. Berikut penjelasannya:

1. Bernalar secara deduktif

Bernalar secara deduktif, adalah cara bernalar yang diawali dengan pernyataan umum, kemudian dirumuskanlah pernyataan ataupun kesimpulan yang bersifat khusus. Jenis penalaran ini dapat disederhanakan dalam contoh berikut :

“Bujur sangkar merupakan segi empat yang panjang keempat sisinya sama dan besar tiap sudutnya 90o.”

Pernyataan itu merupakan sebuah definisi untuk sebuah benda yang disebut bujur sangkar. Berdasarkan pernyataan tersebut, semua benda yang memiliki ciri-ciri seperti yang disebutkan itu, tergolong ke dalam bujur sangkar. Sebaliknya apabila tidak memiliki salah satu ciri saja, benda itu bukanlah bujur sangkar.

Dengan demikian, berdasarkan definsi tersebut, bujur sangkar adalah semua benda yang memiliki ciri-ciri berikut :

a. segi empat yang panjang.

b. keempat sisinya sama.

c. besar tiap sudutnya 90o.

Pernyataan semua di dalam suatu pernyataan tersebut menandakan itu bersifat umum. Berdasarkan pernyataan umum itulah, dapat dirumuskan pernyataan-pernyataan lain sebagai kesimpulannya. Pernyataan-pernyataan lain itu adalah sebagai berikut : 

a. setiap bujur sangkar pasti segi empat, tetapi tidak setiap segi empat merupakan bujur sangkar.

b. segi empat bukan bujur sangkar jika ada dua sudutnya yang tidak sebesar 90o.

c. segi empat bukan bujur sangkar jika sisinya tidak sama panjang walaupun setiap sudutnya 90o.

Demikianlah cara bernalar secara deduksi, yakni cara perumusan kesimpulan yang dilakukan terhadap data (pernyataan) umum untuk kemudian ditarik kesimpulan yang khusus.

Macam-macam penalaran deduktif

a. Silogisme

Yang dimaksud silogisme adalah suatu proses penarikan kesimpulan secara deduktif. Silogisme disusun dari dua proposisi (pernyataan) dan sebuah konklusi (kesimpulan). Dengan fakta lain bahwa silogisme adalah rangkaian 3 buah pendapat, yang terdiri dari 2 pendapat dan 1 kesimpulan. dilakukan melalui serangkaian pernyataan yang disebut silogisme dan terdiri atas beberapa unsur yaitu:

1) Dasar pemikiran utama (premis mayor)

2) Dasar pemikiran kedua (premis minor)

3) Kesimpulan

Contoh:

Premis mayor : Semua siswa SMA kelas X wajib mengikuti pelajaran Sosiologi.

Premis minor : Bob adalah siswa kelas X SMA

Kesimpulan : Bob wajib mengikuti jam pelajaran Sosiologi

Adapun beberapa jenis penalaran deduksi dengan penarikan secara tidak langsung sebagai berikut :

1) Silogisme Kategorial

ialah silogisme yang terjadi dari tiga proposisi. Dua proposisi merupakan premis dan satu proposisi merupakan simpulan. Dalam simpulan terdapat subjek dan predikat. Subjek simpulan disebut Term Minor dan predikat simpulan disebut Term Mayor. Contoh :

   + Semua manusia bijaksana. 

   –  Semua polisi adalah manusia.

   = Jadi, semua polisi bijaksana.

Untuk menghasilkan simpulan harus ada term penengah sebagai penghubung antara premis mayor dan premis minor. Term penengah pada pada silogisme diatas ialah manusia

2) Silogisme Hipotesis

adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor yang berproposisi kondisional hipotesis. Kalau premis minornya membenarkan anteseden, simpulannya membenarkan konsekuen, kalau premis minornya menolak anteseden, simpulannya juga menolak konsekuen. Contoh :

   + Jika besi dipanaskan, besi akan memuai.

   –  Besi dipanaskan.

   = Jadi, besi memuai.

   + Jika besi tidak dipanaskan, besi tidak akan memuai.

   –  Besi tidak dipanaskan

   = Jadi, besi tidak akan memuai

3) Silogisme Alternatif

adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif. Kalau premis minornya membenarkan salah satu alternatif, simpulannya akan menolak alternatif yang lain. Contoh :

   + Dia adalah seorang kiai atau profesor.

   –  Dia seorang kiai.

   = Jadi, dia bukan seorang profesor.

   + Dia adalah seorang kiai atau profesor.

   –  Dia bukan seorang kiai.

   = Jadi, dia seorang profesor.

b. Entimen

Entimen adalah penalaran deduksi secara langsung. Dan dapat dikatakan pula silogisme premisnya dihilangkan atau tidak diucapkan karena sudah sama-sama diketahui.

2. Bernalar secara induktif

Penalaran induktif adalah penalaran yang bertolak dari pernyataan-pernyataan yang khusus dan menghasilkan simpulan yang umum. Dengan kata lain, simpulan yang diperoleh tidak lebih khusus dari pada pernyataan (premis).

Bentuk Penalaran Induktif:

a. Generalisasi 

Generalisasi adalah proses pernalaran yang mengandalkan beberapa pernyataan yang mempunyai sifat tertentu untuk mendapatkan simpulan yang bersifat umum. Contoh : 

  • Jika dipanaskan, besi memuai.
  • Jika dipanaskan, tenaga memuai.

Jika dipanaskan, emas memuai

Jadi, jika dipanaskan, logam memuai. 

Shahih atau tidak shahih nya simpulan dari generalisasi itu dapat di lihat dari hal-hal yang berikut :

1) Data itu harus memadai jumlahnya. Makin banyak data yang dipaparkan, makin shahih simpulan yang di peroleh.

2) Data itu harus mewakili keseluruhannya. Dari data yang sama itu akan dihasilkan simpulan yang shahih.

3) Pengecualian perlu di perhitungkan karena data-data yang mempunyai sifat khusus tidak dapat dijadikan data.

b. Analogi

Analogi adalah cara penarikan pernalaran secara membadingkan dua hal yang mempunyai sifat yang sama. Contoh : 

Nina adalah lulusan akademi A.

Nina dapat menjalankan tugasnya dengan baik.

Ali adalah lulusan akademik A.

Oleh sebab itu, Ali dapat menjalankan tugasnya dengan baik.

Tujuan penalaran secara analogi adalah sebagai berikut :

1) Analogi dilakukan untuk meramalkan kesamaan 

2) Analogi digunakan untuk menyingkapkan kekeliruan 

3) Analogi digunakan untuk menyusun klasifikasi

c. Hubungan Kasual

Hubungan kasual adalah pernalaran yang di peroleh dari gejala-gejala yang saling berhubungan. Misalnya, tombol ditekan, akibatnya bel berbunyi. Dalam kaitannya dengan hubungan kasual ini, tiga hubungan antar masalah, yaitu sebagai berikut.

1) Sebab-Akibat.

Sebab akibat ini berpola A menyebabkan B. Disamping itu, hubungan ini dapat pula berpola A menyebabkan B, C, D, dan seterusnya. Jadi, efek dari satu peristiwa yang dianggap penyebab kadang-kadang lebih dari satu. Dalam kaitannya dengan hubungan kasual ini, diperlukan kemampuan pernalaran seseorang untuk mendapatkan simpulan pernalaran. Hal ini akan terlihat pada suatu penyebab yang tidak jelas terhadap sebuah akibat yang nyata.  Contoh :

   “Sebuah mangga jatuh dari batangnya”. Kita akan memperkirakan beberapa kemungkinan penyebabnya. Mungkin mangga itu ditimpa hujan, mungkin di hempas angin, dan mungkin pula di lempari oleh anak-anak. Pastilah salah satu kemungkinan itu yang menjadi penyebabnya

2) Akibat-Sebab

Akibat sebab ini dapat kita lihat pada peristiwa seseorang yang pergi ke dokter. Ke dokter merupakan akibat dan sakit merupakan sebab, jadi mirip dengan entimen. Akan tetapi, dalam pernalaran jenis akibat-sebab ini, peristiwa sebab merupakan simpulan.

3) Akibat-Akibat 

Akibat akibat adalah suatu pernalaran yang menyiratkan penyebabnya. Peristiwa “akibat” langsung disimpulkan pada suatu “akibat” yang lain. Contoh :

“Ketika pulang dari pasar, ibu Sonya melihat tanah di halamannya becek. Ibu langsung menyimpulkan bahwa kain jemuran di belakang rumahnya pasti basah.” 

   Dalam kasus itu penyebabnya tidak ditampilkan, yaitu air hujan. Pola itu dapat dilihat seperti berikut ini. 

   Hujan               menyebabkan tanah becek

      (A)                                      (B)

   Hujan               menyebabkan kain jemuran basah

      (A)                                      (C)

Dalam proses pernalaran, “akibat-akibat”, peristiwa tanah becek (B) merupakan data, dan peristiwa kain jemuran basah (C) merupakan simpulan. Jadi, karena tanah becek, pasti kain jemuran basah.

Ciri-Ciri Penalaran

Sebagai suatu kegiatan berfikir maka penalaran mempunyai ciri-ciri:

1. Adanya suatu pola pikir yang secara luas dapat disebut logika. Dalam hal ini maka dapat dikatakan bahwa tiap bentuk penalaran mempunyai logikanya sendiri. Atau dapat juga disimpulkan bahwa kegiatan penalaran merupakan suatu proses berfikir logis, di mana berfikir logis disini harus diartikan sebagai kegiatan berfikir menurut suatu pola tertentu.

2. Bersifat analistik dari proses berfikirnya. Penalaran merupakan suatu kegiatan berfikir yang menyandarkan diri kepada suatu analisis dan kerangka berpikir yang dipergunakan untuk analisis tersebut adalah logika penalaran yang bersangkutan. Artinya penalaran ilmiah merupakan suatu kegiatan analisis yang mempergunakan logika ilmiah, dan demikian juga penalaran lainnya yang mempergunakan logikanya tersendiri pula. Sifat analitik ini merupakan konsekuensi dari adanya suatu pola berpikir tertentu. Tanpa adanya pola berpikir tersebut maka tidak akan ada kegiatan analisis.

Tahap-Tahap Penalaran

Menurut John Dewey, proses penalaran manusia melalui tahapan sebagai berikut.

1. Timbulnya rasa kesulitan, baik dalam bentuk kesulitan penyesuaian terhadap suatu peralatan, kesulitan mengenai sifat, ataupun kesulitan dalam menerangkan berbagai hal yang muncul secara tiba-tiba.

2. Perasaan kesulitan ini selanjutnya diberi definisi dalam bentuk permasalahan

3. Timbul suatu kemungkinan pemecahan yang dapat berupa perkiraan-perkiraan, dugaan sementara, atau teori-teori

4. Ide-ide pemecahan tersebut diuraikan secara rasional dengan jalan mengumpulkan bukti-bukti (data).

5. Menguatkan pembuktian tentang ide-ide di atas dan menyimpulkan baik melalui keterangan-keterangan ataupun percobaan-percobaan

Salah Nalar

Salah nalar ialah gagasan, perkiraan, kepercayaan, atau kesimpulan yang keliru atau sesat. Pada saat nalar kita tidak mengikuti tata cara pemikiran dengan tepat. Telaah atas kesalahan itu membantu kita menemukan logika yang tak masuk akal dalam tulisan dibawah ini ada sepuluh macam salah nalar yang dapat disaksikan dalam karangan. 

1. Deduksi yang Salah

Salah nalar yang amat lazim ialah kesimpulan yang salah dalam silogisme yang berpremis salah atau yang berpremis yang tidak memenuhi syarat. Contoh :

“Pak Didi bukan dosen yang baik karena mahasiswa yang tidak lulus padanya lebih dari 10%.” 

2. Generalisasi yang Terlalu Luas

Salah nalar jenis ini disebut juga induksi yang salah karena jumlah percontohannya tidak memadai. Harus dicatat bahwa kadang-kadang percontohan yang terbatas mengizinkan generalisasi yang shahih. Contoh :

a. Orang Indonesia itu malas 

b. Orang China suka senyap

disini perlu diberikan pewatasan dengan kata beberapa, banyak, presentase, kecil, dan misalnya.

3. Pemikiran ‘atau ini, atau itu’

Salah nalar ini berpangkal pada keinginan untuk melihat kesalahan yang rumit dari dua sudut pandangan (yang bertentangan) saja. Isi pernyataan itu jika tidak baik, tentu buruk ; jika tidak benar, tentu salah ; jika tidak putih, tentu hitam.

4. Salah Nilai atas Penyebaban 

Generalisasi induktif sering disusun berdasarkan pengamatan sebab dan akibat, tetapi kita kadang-kadang tidak menilai dengan tepat sebab suatu peristiwa atau hasil kejadian. Khususnya adalah hal-hal yang menyangkut manusia penentuan sebab dan kaibat sulit sifatnya. Salah nilai atas penyebaban yang lazim terjadi ialah salah nalar yang disebut pos hoc, ergo propter hoc ‘sesudah itu, maka karena itu’. Contoh :

“Kepala SMA meninggal dalam tahanan : ia mati karena ditahan.”

Salah tafsir juga sering mendasari salah nilai atas penyebaban. Misalnya dalam tahayul orang. Contoh : 

“Kita perlu mengetuk kayu meja sesudah menyebut kebaikan diri sendiri.”

5. Analogi yang Salah

Analogi ialah usaha pembandingan dan merupakan upaya yang berguna untuk mengembangkan paragraf. Namun, analogi tidak membuktikan apa-apa dan analogi yang salah dapat menyesatkan karena logikanya yang salah. Contoh :

“Negara ibarat kapal yang menuju tujuannya. Jika nahkoda setiap kali harus memungut suara sebelum menentukan arahnya, kapal itu tidak kunjung sampai. Karena itu demokrasi dalam tata negara pun tidak terlaksanakan.”

6. Penyampingan Masalah

Salah nalar disini terjadi jika argumentasi tidak mengenai pokok, atau jika kita menukar pokok masalah dengan pokok lain, ataupun jika kita menyeleweng dari garis. Contoh : 

“Jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin tidak mungkin terjadi karena UUD menetapkan asas kekeluargaan untuk ekonomi kita.”

7. Pembenaran Masalah lewat Pokok Sampingan 

Salah nalar disini muncul jika argumentasi menggunakan pokok yang tidak langsung berkaitan atau remeh untuk membenarkan pendiriannya. Misalnya, orang merasa kesalahannya dapat dibenarkan karena lawan juga berbuat salah. Contoh :

a. Pegawai tidak perlu datang pada waktunya karena atasannya juga sering terlambat

b. Orang boleh berkorupsi sebab para pejabat juga korup

8. Argumentasi Ad-Hominem

Salah nalar ini terjadi jika kita dalam argumentasi melawan orangnya dan bukan masalahnya. Khusunya di bidang politik argumentasi jenis ini banyak di pakai. Contoh :

“Kepemimpinannya diragukan karena ia memiliki 5 mobil.”

9. Imbauan pada Keahlian yang Disangsikan

Dalam pembatasan masalah, orang sering mengandalkan wibawa kalangan ahli untuk memperkuat argumentasinya. Mengutip pendapat seorang ahli amat berguna walaupun kutipan itu tidak dapat membuktikan secara mutlak kebenaran pokok masalah. Contoh :

a. Kita mengutip pendapat ketua dewan mahasiswa tentang persyaratan ujian sarjana

b. Pendapat seorang jenderal tentang pengembangan partai politik. 

10. Nonseguitur 

Dalam argumentasi, salah nalar ini mengambil kesimpulan berdasarkan premis yang tidak atau hampir tidak ada sangkut pautnya. Contoh :

a. Pak Doli suka membentak-bentak. Bayangkan saja ia menghajar anaknya di rumah

b. Astra merupakan pembuat mobil yang terbesar di Indonesia ; karena itu mobil toyota yang dihasilkannya adalah mobil yang terbaik.

Referensi:

Arifin, Zaenal dan S. Amran Tasai. Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Akademika Pressindo, 2004. Edisi ke-7.
Arifin, Zaenal dan S. Amran Tasai. 2006. Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Akademika Pressindo, 2006. Edisi ke-8.
Alek dan P., Ahmad H. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006.
Alek dan P., Ahmad H. Buku Ajar Bahasa Indonesia. Jakarta : FITK Press, 2009.
Kosasih, E. dan Wawan Hermawan. Bahasa Indonesia Berbasis Kepenulisan Karya Ilmiah dan Jurnal. Bandung: Thursina, 2012
Efenni Prima. “Materi Penalaran Bahasa Indonesia”. Sumber: http://efenniprimacanceria.blogspot.com/2015/10/materi-penalaran-bahasa-indonesia.html
Rismarhaesa. “Pengertian Penalaran Deduktif dan Induktif beserta Contoh dan Ciri-Cirinya”. Sumber: https://rismarhaesa15.wordpress.com/2015/03/28/pengertian-penalaran-deduktif-dan-induktif-beserta-contoh-dan-ciri-cirinya/
Ikamakoto. “Penalaran Logika Deduktif Induktif dan Metode Ilmiah”. Sumber: https://ikamakoto.wordpress.com/kuliah-ku/filsafat-ilmu/c-penalaran-logika-deduktif-induktif-dan-metode-ilmiah/#_ftn1
Perpusku. “Pengertian Tahapan Ciri dan Cara Penalaran”. Sumber: https://www.perpusku.com/2016/06/pengertian-tahapan-ciri-dan-cara-penalaran.html

Baca juga: Pendidikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *