Makalah Tauhid Sebagai Dasar Ilmu Pengetahuan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam struktur ajaran islam, tauhid atau mengakui keesaan Allah SWT merupakan hal yang utama harus dilakukan. Karena di atas landasan tauhidlah seluruh bangunan islam diwujudkan. Tauhid tidak hanya diartikan percaya kepada keesaan Allah SWT, tauhid yang demikian mengharuskan adanya keseimbangan antara usaha manusia dengan kehendak Tuhan.
Dengan menggunakan sumber rujukan utama Al-Qur’an dan Al-Hadis serta pendapat ulama yang kompeten dan para ilmuwan dalam jumlah yang memadai, uraian pada bab ini akan menyajikan suatu pembahasan tauhid sebagai ilmu pengetahuan. Pembahasan ini didasarkan pada paham tauhid sebagaimana yang terdapat dalam kajian para ilmu fikih, juga dalam pandangan para filsuf Muslim dan ahli tasawuf.
B. Rumusan Masalah
- Menjelaskan pengertian dan kedudukan Al-Tauhid?
- Menjelaskan pandangan dasar penemu ajaran tauhid?
- Menjelaskan peran ilmu tauhid dalam ilmu yang lain?
- Menjelaskan konsep iman dalam tauhid?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui, mempelajari, dan menambah wawasan tentang ilmu tauhid sebagai dasar pengembangan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu kami akan membahas sedikit demi sedikit memberikan ilmu ini dalam makalah islam dan ilmu pengetahuan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Dan Kedudukan Al-Tauhid
Iman atau tauhid sebagaimana, secara harfiah berasal dari kata wahhadu yuwahhidu tauhidan, yang berarti mengesakan, meninggalkan, atau menganggap bahwa yang ada itu hanya satu. Tauhid selanjutnya digunakan untuk suatu ilmu yang membahas tentang keesaanTuhan dengan berbagai aspeknya berdasarkan dalil-dalil, baik yang diambil dari Al-Qur’an, Hadis Rasulullah SAW, maupun dalil-dalil yang bersifat rasional lainnya. Pengakuan terhadap keesaan Tuhan ini diterima dan dibenarkan dalam hati (tashdiq bi al-qalbi), di nyatakan dalam ucapan (qaulun bil lisani), dan dipraktikkan dalam perbuatan sehari-hari (wa amalun bi al-arkani). Pengertian tauhid secara tradisional sering bersifat teo-centred (memusat pada tuhan), dengan menyebutkan nama-nama atau sifat-sifat Tuhan, niat beribadah karena Tuhan, menyerahkan diri pada Tuhan, meminta segala sesuatu pada Tuhan, membela Tuhan, dan ingin melihat dan mendapatkan keridhaan Tuhan.
Peran dan fungsi yang dapat dilakukan oleh tauhid:
1. Ilmu Ushul al-Din
Karena ilmu ini membahas aspek pokok atau fundamental dari agama, yakni kepercayaan dan keyakinan yang kukuh dan terhujam dalam hati disertai dalil-dalil naqli (Al-Qur’an dan al-Hadis) dan dalil aqli (pemikiran akal yang kukuh). Dari keyakinan yang kukuh inilah lahir ilmu-ilmu agama lainnya, atau lahirlah syariat dalam bidang lainnya, seperti ibadah, akhlak, dan muamalah.
2. Ilmu al-Kalam
Karena didalamnya dibahas tentang firman Allah SWT (Wahyu Al-Qur’an) serta pembicaraan atau perdebatan tentang berbagai masalah dengan menggunakan kata-kata atau perkataan yang dipotong oleh dalil-dalil Al-Qur’an. Berbagai masalah tersebut anatara lain tentang mukmin, kafir, musyrik, murtad, dan sebagainya; surga, neraka, kekuasaan tuhan, kebebasan dan keterbatasan manusia, qadla dan qadar, ikhtiar, kasab, dan nasib, hari akhirat, kebangkitan di alam kubur, dan kehidupan di akhirat.
3. Ilmu al-Aqa’id
Karena ilmu ini membahas tentang hubungan yang kukuh Antara manusia dan Tuhan, atau ikatan batin manusia yang kuat, atau keyakinan yang teguh dari manusia atas adanya Tuhan. Dinamai akidah, karena jika ikatan ini lepas atau memudar, akan memberi dampak yang buruk bagi manusia. Ia akan kehilangan pegangan, hidup menjadi tidak terarah, goyah, dan mudah tergelincir pada kehidupan yang sesat.
Iman atau tauhid dalam islam adalah merupakan energi yang sangat dahsyat dan harus memberi pengaruh bagi kemajuan manusia secara seimbang, dunia akhirat. Dengan demikian, iman akan menjadi landasan ontology (sumber ilmu), epistemologi (metode ilmu), dan aksiologi (manfaat atau nilai ilmu). Dengan dasar iman, maka ilmu selain akan memperluas ruang lingkupnya, juga akan menyebabkan ilmu tersebut tidak akan sekuler.
B. Penemu Ajaran Tauhid
Dalam ilmu perbandingan agama, Nabi Ibrahim disebut sebagai Bapak Teologi Islam yang beraliran monoteisme atau percaya pada satu Tuhan, atau tauhid. Konsep Tuhan yang dia temukan bukan hanya didasarkan pada hasil panca indra dan akal yang terbatas, melainkan juga berdasarkan pada intuisi yang dibangun berdasarkan kesucian jiwa (tazkiyah al-nafs). Nabi Ibrahim berupaya mengobservasi karakteristrik, sifat, dan fungsi dari benda-benda yang ada di alam jagat raya, seperti bintang, bulan, dan matahari yang timbul tenggelam di ruang jagat raya, hingga mengantarkannya pada kesimpulan tentang adanya Tuhan yang mendesain dan mengatur benda-benda ruang angkasa itu, yaitu Allah SWT. Tentang penggunaan panca indra, akal dan hati nurani dalam memahami alam jagat raya, fenomena alam tersebut dinyatakan dalam Al-Qur’an surah al-Nahl ayat 78, sebagai berikut:
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ ۙ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”. (QS. Al- Nahl [16]:78).
Dengan demikian, keimanan Nabi Ibrahim adalah keimanan yang ideal dan transformatif, itu adalah keimanan yang menyebabkan manusia menjadi pribadi yang bebas dari perbudakan dan penjajahan oleh manusia, bebas menentukan jalan hidupnya, bebas mengemukakan pendapat secara bertanggung jawab. Untuk mencapai kualitas iman yang transformatif itu, maka diperlukan hal-hal sebagai berikut.
- Iman harus merupakan kepercayaan yang meresap ke dalam hati dengan penuh keyakinan, tidak campur syak dan ragu, memberi pengaruh bagi pandangan hidup, tingkah laku, dan perbuatan sehari-hari.
- Iman harus sejalan dengan akal, dan didukung oleh wawasan ilmu pengetahuan yang luas.
- Iman harus didasarkan pada hasil kajian dan penelitian yang integrated dengan menggunakan fisik, panca indra, akal dan hati nurani.
Iman yang harus dimiliki adalah iman yang sederhana rumusannya, namun dahsyat pengaruhnya, tidak terbelit-belit, tidak perlu perantara, tidak perlu protokoler, dan sebagainya. Iman yang cukup dikemas dalam kalimat laa ilaaha illa allah (tidak ada tuhan selain Allah).
C. Peran Tauhid Dalam Integrasi Ilmu
1. Tauhid Mengintegrasikan Aspek Ontologi (Sumber Ilmu)
Sumber-sumber yang berasal dari Allah SWT itu berupa ayat Al-Qur’an (wahyu) merupakan ayat Allah, ayat kauniyah (hujum-hukum yang ada di jagat raya), ayat insaniah (hukum-hukum) yang ada di masyarakat, akal pikiran, dan hati nurani.
2. Tauhid Mengintegrasikan Aspek Epistemologi
Tauhid juga menyatukan aspek metode atau langkah-langkah dalam penelitian ilmu pengetahuan. Berdasarkan sifat dan cara kerjanya, penelitian dibagi lima macam.
- Penelitian bayani atau ijtihadi. Yaitu penelitian yang ditujukan untuk menggali ajaran atau hukum-hukum yang terdapat di dalam Al-Qur’an tentang berbagai kehidupan.
- Penelitian ijbari atau tashkhiri yang dilakukan dengan mengobservasi dan menggali rahasia yang terkandung dalam alam jagat raya, agar diketahui hukum-hukum, khasiat, dan hikmahnya guna disusun menjadi ilmu pengetahuan.
- Penelitian burhani adalah penelitian terhadap manusia dalam berbagai aspeknya. Misalnya meneliti perilaku transaksi jual beli, tukar-menukar barang dan jasa, yang menghasilkan ilmu ekonomi; meneliti gejala-gejala jiwa yang di hubungkan dengan potensi batin yang dimilikinya yang menghasilkan ilmu psikologi, dan seterusnya.
- Penelitian jadali adalah penelitian terhadap segala sesuatu dari segi hakikat, konsep atau jiwanya yang dilakukan dengan menggunakan akal pikiran (logika) yang dilakukan secara mendalam, radikal, universal, sistematis, dan spekulatif, yakni menerawang hingga batas yang tidak dapat dijangkau lagi. Seperti Tuhan yang menghasilkan filsafat ketuhanan atau teologi; tentang manusia yang menghasilkan ilmu jiwa; tentang baik buruk yang menghasilkan etika dan seterusnya.
- Penelitian irfani, yaitu penelitian yang menggunakan hati nurani (al-qadl) dan mata batin (al-fu’ad atau al-af’idah) dengan cara dibersihkan melalui taubat, sabar, ikhlas, tawakal, muraqabah, muhabbah, dan liqa illah. Dengan cara demikian, hatinya menjadi bersih dan kemudian Allah SWT memberikan cahaya kepada orang tersebut.
3. Tauhid Mengintegrasikan Aspek Aksiologi
Iman erat hubungannya dengan aman, damai, sejahtera, dan terpercaya. Ilmu yang dihasilkan melalui berbagai riset serta dengan menggunakan segala potensi yang diberikan oleh Allah, yaitu potensi panca indra dan akal untuk meneliti fenomena alam, fenomena sosial dan hakikat, serta ditambah dengan menggunakan hati nurani, pada hakikatnya menggunakan fasilitas Tuhan. Oleh karena itu, hasil penelitian dalam berbagai ilmu itu harus diabadikan untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah dan mendekatkan diri kepada manusia.
D. Konsep Iman Dalam Tauhid
1. Iman Dan Sikap Rasional
Iman menyuruh manusia memperkuatnya dengan dalil-dalil Al-Qur’an, al-Hadis, dan dalil-dalil yang bersumber dari hasil penelitian.
a. Iman dan Rasa Ingin Tahu
Karena keimanan tanpa pengetahuan tidak akan kukuh, atau mudah goyah. Demikian pula ucapan dua kalimat syahadat “Asyahadu alla illa Allah dan Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah”: Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah mengandung maksud, bahwa persaksian itu harus disertai pengetahuan yang lengkap dan valid. Seseorang yang layak jadi saksi adalah orang yang memiliki pengetahuan yang lengkap tentang disaksikannya itu.
b. Iman dan Kebebasan
Konsep Iman menyuruh manusia melakukan kegiatan secara bebas, dalam arti ia memiliki kebebasan untuk meneliti dan mengkaji guna menemukan rahasia tentang berbagai aspek kehidupan. Iman tidak boleh memaksa, menekan, membatasi, memperbudak, dan sebagainya, karena yang demikian dapat mengakibatkan berhentinya ilmu pengetahuan.
2. Iman Dan Keterbukaan Serta Validasi
Iman yang dimiliki seseorang adalah iman yang terbuka dan iman yang dapat diuji kebenarannya, bukan iman yang palsu dan bukan iman yang pura-pura.
3. Iman Dan Menumbuhkan Sikap Bertanggung Jawab
Bertanggung jawab artinya mampu memberikan bukti-bukti yang meyakinkan terhadap apa yang disampaikannya.
4. Iman Menumbuhkan Amal Saleh
Hubungan iman dan amal saleh membawa konsekuensi perlunya ilmu pengetahuan. Yaitu ilmu pengetahuan tentang mana saja perbuatan yang tergolong saleh. Iman yang tidak disertai amal saleh adalah iman yang palsu, iman yang mandul, iman yang tidak membuahkan manfaat apa-apa bagi manusia dan lingkungannya. Demikian pula amal saleh yang tidak disertai dengan pengetahuan adalah amal yang tidak terarah, amal orang yang bodoh, bahkan amal yang dapat membahayakan. Dengan demikian, terdapat hubungan yang erat Antara iman dan ilmu pengetahuan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam struktur ajaran islam tauhid menempati posisi utama yang sangat strategis. Tauhid mendasari seluruh bangunan ajaran islam baik pada aspek akidah, ibadah, akhlak, maupun muamalah.
Tauhid dalam islam bukanlah tauhid yang dogmatif atau pasif. Yakni bahwa dengan mengakui atau mengimani keesaan Allah SWT, manusia akan terjamin keselamatan dan kebahagiaan hidupnya di dunia dan akhirat. Tauhid dalam islam adalah tauhid yang transformatif dan dinamis, yaitu tauhid yang menjadi energi yang dahsyat bagi timbulnya berbagai kegiatan yang membawa kebaikan bagi kehidupan manusia.
Dengan ajaran tauhid, dapat diketahui bahwa Allah SWT adalah Tuhan yang “Maha Aktif dan Maha Kreatif”. Yakni menciptakan berbagai hal yang berguna bagi kehidupan manusia. Dengan demikian, tauhid dapat digunakan sebagai dasar integrasi ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan peradaban dalam islam.
DAFTAR PUSTAKA
Poeradisastra, SI. Sumbangan Islam kepada Ilmu & Peradaban Modern. Cet. II. Jakarta: LP3M, 1986.
Khallaf, Abd al- Wahhab. ‘Ilmu Ushul al-Fiqh. Cet. IX. Jakarta: al-Majelis al-‘Ala al-Indonesiyyu lid Da’wah al-Islamiyah, 1396 H/ 1096 M.
Zakaria, A. Pokok-pokok Ilmu Tauhid. Garut: IBN AZKA Press, 2008.
Muthahhari, Murtadha. Manusia dan Alam Semesta. Jakarta: PT. Lentera basritama, 2002.
Baca juga: Karya Tulis