Makalah

Makalah Tanggung Jawab Penciptaan Manusia

BAB I 
PENDAHULUAN 
 
A. Latar Belakang Masalah 
     Manusia merupakan makhluk yang sangat menarik. Oleh karena itu, manusia dan berbagai hal dalam dirinya sering menjadi perbincangan diberbagai kalangan. Hampir semua lembaga pendidikan tinggi mengkaji manusia, karya dan dampak karyanya terhadap dirinya sendiri, masyarakat dan lingkungan tempat tinggalnya. Para ahli telah mencetuskan pengertian manusia sejak dahulu kala, namun sampai saat ini belum ada kata sepakat tentang pengertian manusia yang sebenarnya. Hal ini terbukti dari banyaknya sebutan untuk manusia, misalnya homo sapien (manusia berakal), homo economices (manusia ekonomi) yang kadangkala disebut Economical Animal (Binatang ekonomi), dan sebagainya. 
    Agama islam sebagai agama yang paling baik tidak pernah menggolongkan manusia kedalam kelompok binatang. Hal ini berlaku selama manusia itu mempergunakan akal pikiran dan semua karunia Allah SWT dalam hal-hal yang diridhoi-Nya. Namun, jika manusia tidak mempergunakan semua karunia itu dengan benar, maka derajad manusia akan turun, bahkan jauh lebih rendah dari seekor binatang. Hal ini telah dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 179. 
 
B. Rumusan masalah 
    Untuk mengkaji dan mengulas tentang manusia dalam pandangan islam, maka diperlukan sub pokok bahasan yang saling berhubungan, sehingga penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut: 
  1. Apa pengertian manusia menurut islam? 
  2. Apa hakikat manusia menurut islam? 
  3. Bagaimana asal usul penciptaan manusia? 
  4. Apa saja tujuan, peran, dan tanggung jawab penciptaan manusia? 
  5. Bagaimana hakikat ruh menurut Al-Qur’an? 
C. Tujuan Penulisan 
    Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penulisan makalah ini ialah untuk menyajikan pembahasan mengenai hakikat, tujuan, peran dan tanggung jawab penciptaan manusia. 
 
BAB II 
PEMBAHASAN 
 
A. Hakikat Manusia 
   Hakikat manusia menurut Islam, berangkat dari pengertian berikut: Hakikat manusia adalah peran ataupun fungsi yang harus dijalankan oleh setiap manusia. Kata manusia berasal dari kata “manu” (bahasa Sansekerta) atau “mens” dari bahasa (latin) yang berarti berfikir, berakal budi. Menurut bahasa hakikat berarti kebenaran atau sesuatu yang sebenar-benarnya atau asal segala sesuatu.Dapat juga dikatakan hakikat itu adalah inti dari segala sesuatu. 
  Manusia adalah makhluk paling sempurna yang pernah diciptakan oleh Allah SWT. Kesempurnaan yang dimiliki manusia merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas mereka sebagai khalifah dimuka bumi ini, Al-qur’an menerangkan bahwa manusia berasal dari tanah[1]
    Dalam Al-Qur’an istilah manusia ditemukan 3 kosakata yaitu kata basyar, insan dan al-nas: 
1. Kata Basyar dalam Al-Qur’an disebutkan 37 kali salah satunya ada dalam QS. Al-Hijr: 
 
قَالَ لَمْ أَكُن لِّأَسْجُدَ لِبَشَرٍ خَلَقْتَهُۥ مِن صَلْصَٰلٍ مِّنْ حَمَإٍ مَّسْنُونٍ 
    Artinya: Ia (Iblis) berkata “Aku sekali-kali tidak akan sujud kepada manusia yang Engkau telah menciptakannya dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk”. (QS. Al-Hijr : 33) 
    Dan kemudian dalam firman Allah SWT tepatnya QS Ar-Rum : 20 
 
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّة وَرَحْمَةًۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ 
    Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak.” 
2. Kata Insan disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak 65 kali, salah satunya adalah 
 
عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ 
    Artinya: “Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-Alaq : 5) 
 
وَلَقَدْ ضَرَبْنَا لِلنَّاسِ فِي هَٰذَا الْقُرْآنِ مِنْ كُلِّ مَثَلٍ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ 
    Artinya: “Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam Al Quran ini setiap macam perumpamaan supaya mereka dapat pelajaran.” (QS. Az-zumar :27) 
    Konsep an-nas menunjuk pada semua manusia sebagai makhluk sosial atau secara kolektif, dengan kata lain manusia juga disebut sebagai basyar. Dalam surat Al-Fath ayat 28 disebutkan bahwa orang-orang yang sangat sosial ini selalu makin banyak meminta kepada Allah untuk menghasyratkan keridhaan-Nya[2]
3. Kata al-nas disebutkan dalam Al-Qur’an surat Q.S.al-Hujurat : 13 
 
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوباً وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا 
    Artinya : “Wahai manusia sesungguhnya Kami ciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.” (Q.S.al-Hujurat: 13) 
 
B. Penciptaan Manusia 
    Saat Allah SWT. Merencanakan penciptaan manusia, dan saat Allah mulai membuat cerita tentang asal usul penciptaan manusia, malaikat Jibril seolah khawatir karena takut manusia akan membuat kerusakan di muka bumi. Didalam Al-Qur’an kejadian itu diabadikan. 
 
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ بَشَرًا إِنِّي خَالِقٌ مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُونٍ 
    Artinya: “…Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, sesungguhnya aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering yang berasal dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan meniupkan kedalamnya ruh (ciptaan) Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.” (QS. Al-Hijr: 28-29) 
    Firman inilah yang membuat malaikat bersujud kepada manusia, sementara iblis tetap dalam kesombongannya dengan tidak melaksanakan firman Allah. Inilah dosa pertama kali yang dilakukan oleh makhluk Allah yaitu kesombongan. Karena kesombongan tersebut iblis menjadi makhluk Allah yang paling celaka dan sudah dipastikan masuk neraka. Kemudian Allah menciptakan Hawa sebagai teman hidup Adam. Allah berpesan pada Adam dan Hawa untuk tidak mendekati salah satu buah di surga, namun iblis menggoda mereka sehingga terjebaklah Adam dan Hawa dalam kondisi yang menakutkan. Allah menghukum Adam dan Hawa sehingga diturunkan ke muka bumi dan pada akhirnya Adam dan Hawa bertaubat. Taubat mereka diterima oleh Allah, namun Adam dan Hawa menetap di bumi. 
    Dan juga Islam dalam ayat Al-Qur’an, telah mengisyaratkan tentang kesempurnaan diri manusia, seperti antara lain disebutkan, sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam sebaik-baiknya kejadian. Kemudian kami kembalikan ia ke derajat yang serendah-rendahnya, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh.[3]
 
C. Tujuan, Peran dan Tanggungjawab Penciptaan Manusia 
    Tujuan penciptaan manusia adalah menyembah kepada Allah. Pengertian penyembahan kepada Allah tidak bisa diartikan secara sempit, dengan cara membayangkan aspek ritual yang tercermin dalam shalat saja. Penyembahan berarti ketundukan manusia dalam hukum Allah dalam menjalankan kehidupan di muka bumi, baik yang menyangkut hubungan manusia dengan tuhan maupun manusia dengan manusia. Oleh karena itu penyembahan harus dilakukan secara suka rela, karena Allah tidak membutuhkan sedikitpun pada manusia termasuk ritual-ritual penyembahannya.[4]
    Khalifah diartikan sebagai penerus ajaran Allah maka peran yang dilakukan adalah penerus pelaku ajaran Allah dan sekaligus menjadi pelopor membudayakan ajaran Allah SWT. Peran yang hendaknya dilakukan seorang khalifah sebagaimana yang ditetapkan oleh Allah diantaranya adalah belajar, mengajarkan ilmu dan membudayakan ilmu. 
    Adapun tanggungjawab manusia adalah Tanggung jawab manusia sebagai hamba Allah dan sebagai khalifah Allah SWT. 
 
D. Hakikat ruh menurut Al-Qur’an 
    Jika diibaratkan ruh adalah burung elang yang yang tinggal di pohon lote yang secara tak terduga datang dan pergi untuk bersemayam di gubuk derita jasad ini[5]. Namun dibawah ini akan dibahas hakikat ruh menurut Al-Qur’an dan hadist. 
   Al-Qur’an telah membahas tentang hakikat asal-usul manusia yang diawali dari proses kejadian manusia yaitu dari segumpal darah sebagaimana firman Allah yang artinya: “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahui”. (QS.Al-Alaq : 1-5) 
 Dan setelah melewati beberapa tahapan dan sempurna kejadiannya, maka dihembuskannyalah kepadanya ruh ciptaan Tuhan sebagaimana firman Allah yang artinya: “(ingatlah) ketika tuhanmu berfirman kepada malaikat: sesungguhnya aku akan menciptakan manusia dari tanah.” Maka apabila telah kusempurnakan kejadiannya dan kutiupkan kepadanya roh (ciptaan) Ku maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya.” (QS. Shad : 71-72). Dan juga hendaklah manusia dalam melakukan suatu pekerjaan selalu merasakan muroqobah Allah agar dapat menumbuh suburkan ruhiyah. 
 
E. Daya-Daya rohani sebagai konsekuensi Tugas Manusia 
  Dalam diri manusia terdapat unsur-unsur immateri, yaitu daya-daya rohani sebagai konsekuensi tugas manusia. Berikut akan diuraikan ke empat unsur immateri tersebut: 
1. Roh. Beberapa ulama mencoba memahami roh dengan berpijak pada disiplin ilmunya masing-masing, antara lain Al-Ghazali, ia membagi roh itu dalam dua pengertian, yaitu: 
  • Roh yang bersifat jasmani. Roh merupakan bagian dari jasmani manusia, yaitu zat yang amat halus, bersumber dari ruangan hati (jantung), yang menjadi pusat urat (pembuluh darah), yang mampu menjadikan manusia hidup dan bergerak, serta merupakan berbagai rasa. Roh dapat diumpamakan sebagai lampu yang mampu menerangi setiap sudut organ, inilah yang disebut nafs (jiwa). 
  • Roh yang bersifat rohani. Roh merupakan bagian dari rohani manusia yang mempunyai ciri halus dan qalb. Dengan roh ini manusia dapat mengenal dirinya sendiri, mengenal Tuhannya, dan mampu mencapai ilmu yang bermacam-macam. Di samping itu roh juga dapat menyebabkan manusia berperikemanusiaan, berakhlak yang baik dan berbeda dengan binatang. 
2. Hati (Qalb). Menurut Al-Ghazali, qalb memiliki dua arti, yaitu arti fisik dan metafisik. Arti fisik, yaitu jantung, berupa segumpal daging yang berbentuk bulat memanjang yang terletak di pinggir dada sebelah kiri. Sedangkan arti metafisik, yaitu batin sebagai tempat pikiran yang sangat rahasia dan murni, yang merupakan hal yang lathif (yang halus) yang ada pada diri manusia. 
 
3. Akal. Dalam pandangan Al-Ghazali, akal mempunyai empat pengertian, yaitu: 
  1. Sebutan yang membedakan manusia dengan hewan 
  2. Ilmu yang lahir di saat anak mencapai usia akil baligh, sehingga dapat mengetahui perbuatan baik dan buruk.
  3. Ilmu-ilmu yang di dapat dari pengalaman sehingga dapat dikatakan “siapa yang banyak pengalaman, maka ia orang yang berakal”. 
  4. Kekuatan yang dapat menghentikan dorongan naluriyah untuk menerawang jauh ke angkasa, mengekang, dan menundukkan syahwat yang selalu menginginkan kenikmatan. 
4. Nafsu. Dalam istilah psikologi nafsu lebih dikenal dengan sebutan konasi atau daya karsa, konasi dalam bentuk bereaksi, berbuat, berusaha, berkemauan atau berkehendak. Nafsu dibagi dua kelompok, yaitu gadhab dan syahwat: 
    a. Gadhab, mempunyai dua macam: 
  • Lawwamah, memiliki kecenderungan loba dan tamak, serakah dan suka makan banyak dan enak, sedangkan pengaruh yang ditimbulkan adalah kikir, tidak jujur, malas, dan mengejar kenikmatan. 
  • Ammarah, nafsu ini digolongkan dengan dua macam, yaitu: pertama, pada manusia, nafsu ini memiliki kecenderungan untuk berkelahi, meniru, membantu, berteman. 
    b. Syahwat, dibagi menjadi dua, yaitu: 
  • Supiah, ia memiliki kecenderungan insting ibu-bapak, kesukaan diri ingin tahu, suka campur tangan, rendah hati, berketuhanan. 
  • Muthmainnah, ia memiliki kecenderungan berkemanusiaan, kebijakan (etika), kesusilaan (moral), kecintaan, keadilan, dan keindahan (estetika). 
 
BAB III 
PENUTUP 
 
A. Kesimpulan 
     Manusia terdiri dari jasmani dan ruh. Di lain hal ia juga terdiri dari akal, nafsu, dan kalbu. Manusia diberi Allah potensi yang sangat tinggi nilainya seperti pemikiran, nafsu, kalbu, jiwa, raga, panca indera. Namun potensi dasar yang membedakan manusia dengan makhluk ciptaan Allah lainnya terutama hewan adalah nafsu dan akal/pemikiran. Manusia memiliki nafsu dan akal, sedangkan binatang hanya memiliki nafsu. Manusia yang cenderung menggunakan nafsu saja atau tidak mempergunakan akal dan berbagai potensi pemberian Allah lainnya secara baik dan benar, maka manusia akan menurunkan derajatnya sendiri menjadi binatang. 
 
 
DAFTAR PUSTAKA 
Ali, Yunasril. Manusia Citra Ilahi. Jakarta: Paramadina, 1997. 
Gholib, Achmad. Pendidikan Akhlak. Ciputat: Berkah Ilmu, 2017. 
Mutahhari, Murtadha. Ruh Materi dan Kehidupan. Bandung: Yayasan Mutahhari, 1993. 
Mutahhari, Murtadha.Manusia Sempurna. Jakarta: Lentera, 1994. 
Nashih Ulwan, Abdullah. Tarbiyah Ruhiyah. Jakarta: Robbani Press, 2002. 
Contoh Makalah. menuaiinfo.blogspot.com/
 
__________________
[1] Achmad Gholib, Pendidikan Akhlak Dalam Tatanan Masyarakat Islami, Hal.109, 2017 
[2] Murtadha Muthahhari, Manusia Sempurna Pandangan Islam Tentang Hakikat Manusia, Hal. 38, 1994. 
[3] Q.,s at-Tin/95: 4-6 
[4] Achmad Gholib, Pendidikan Akhlak Dalam Tatanan Masyarakat Islami, Hal. 114, 2017 
[5] Murtadha Muthahhari, Ruh Materi dan Kehidupan, Hal 8, 1993.

Baca juga: Karya Tulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *