Makalah Metode Pengobatan Penyakit Ruhani
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia Penyakit rohani ialah sifat buruk dan merusak dalam batin manusia yang mengganggu kebahagiaan, Allah banyak berbicara tentang penyakit jiwa. Mereka yang lemah iman dinilai sebagai orang yang memiliki penyakit di dalam dadanya, penyakit – penyakit kejiwaan pun beraneka ragam dan bertingkat-tingkat. Sikap berkeluh kesah, angkuh, sombong, dan membantah. Allah menyatakan, bahwa dalam rohani manusia memang ada sifat dan sikap yang seperti itu.
B. Rumusan Masalah
- Apa pengertian dari penyakit ruhani?
- Apa saja pencabangan penyakit ruhani?
- Bagaimana cara menghindari diri dari penyakit ruhani?
B. Tujuan Penulisan
- Dapat memahami pengertian penyakit ruhani secara luas
- Dapat menganalisis akar ragam penyakit ruhani menurut para sufi
- Dapat mengetahui apa saja pencabangan penyakit ruhani
- Dapat menghindarkan diri dari segala penyakit ruhani
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Penyakit Ruhani
Roh atau rohani adalah suatu zat yang memiliki sifat yang tersendiri dan berbeda dengan benda-benda yang lain. Ia adalah jiisim nuraniah (semacam nur atau cahaya) yang sangat tinggi kedudukannya dan hidup didalam diri manusia.[1]
Berbeda dengan jasmani, istilah rohani adalah sebutan bagi keseluruhan yang ada pada bagian batin manusia, ia tidak terlihat oleh mata. Rohani adalah bagian yang halus, yang dirahasiakan Allah SWT tentang hakikatnya. Allah telah berfirman: “Mereka akan bertanya kepada engkau (Muhammad) dari hal roh. Katakanlah, soal roh itu urusan tuhanku.” (Q.S Al-Isra: 85).
Al-Qur’an menggunakan beberapa istilah untuk menerangkan tentang rohani yaitu;
- Roh, seperti yang terdapat dalam surah Al-Isra ayat 85.
- Qalbu, seperti yang terdapat dalam surah Al-A’raf ayat 179: “Bagi mereka ada hati tetapi tidak dapat mengerti dengannya”
- Nafs, seperti yang terdapat dalam surat As-Sajadah ayat 13: “Dan jika kami kehendaki, tentulah tiap-tiap jiwa kami beri petunjuknya”
- Af-idah, seperti yang terdapat dalam surah Ar-Rum ayat 28: “Demikianlah kami terangkan ayat-ayat bagi kaum yang mau berpikir.”
Jadi, menurut Al-Qur’an rohani manusia itu mengandung roh, akal, nafsu, dan hati. Roh adalah alat penimbang, nafsu adalah alat pendorong dan hati adalah alat pemutus.[2]
Allah telah menjelaskan secara tegas di dalam Al-Qur’an bahwa rohani manusia itu memiliki penyakit. Salah satunya yaitu diungkapkan di dalam surat Al-Baqarah ayat 10 : “Di dalam hati (ruhani) mereka ada penyakit, kemudian Allah menambahkan penyakitnya. Dan bagi mereka siksa yang pedih disebabkan mereka berdusta.”
Banyak para ahli yang memberikan definisi tentang penyakit rohani. Dalam buku Tingkat Ketenangan dan Kebahagiaan Mu’min, Dr. Hamzah Ya’qub memberikan definisi tentang penyakit rohani sebagai berikut:
- Penyakit rohani ialah sifat buruk dan merusak dalam batin manusia yang mengganggu kebahagiaan
- Penyakit rohani ialah sikap mental yang buruk, merusak dan merintangi pribadi memperoleh keridhaan Allah
- Penyakit rohani ialah sifat dan sikap dalam hati yang tidak diridhoi Allah, sifat dan sikap mental yang cenderung mendorong pribadi melakukan perbuatan buruk dan merusak.[3]
Kemudian penyakit hati (rohani) juga dapat digambarkan sebagai suatu kebodohan dan keragu-raguan terhadap kebenaran ajaran Islam, pengingkaran kemaksiatan atau penolakan terhadap ketentuan Allah SWT dan belenggu yang memasung kemerdekaan hakiki. Sedangkan Imam Ghazali menjelaskan bahwa budi pekerti yang buruk itu ada adalah penyakit hati, penyakit yang dapat menghilangkan kehidupan pribadi.
Dari beberapa pendapat diatas, secara singkat kita dapat mengambil kesimpulan bahwa penyakit rohani adalah adanya sikap dan sifat yang buruk di dalam rohani seorang manusia, yang mendorongnya untuk melakukan hal-hal yang buruk, merusak, dan dapat mengganggu kebahagiaan serta mencegahnya untuk mendapatkan keridhaan Allah SWT. Dan Allah juga telah menyatakan di dalam Al-Qur’an bahwa didalam rohani manusia memang ada sifat dan sikap yang seperti itu. Di antaranya yaitu di dalam beberapa surat berikut ini:
- “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir”. (Al-Ma’arij: 19)
- “Dan sesungguhnya kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al-Qur’an ini bermacam-macam perumpamaan. Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah”. (Al-Kahfi: 54).
Dari ayat-ayat tersebut, kita dapat menarik kesimpulan bahwa di dalam diri manusia itu memang sudah ada bibit penyakitnya, Allah memberikan beberapa sifat naluriah manusia tetapi Allah tidak menyukai jika bibit ini berkembang sehingga kita sebagai manusia, harus dapat mengantisipasi agar bibit penyakit yang ada di ruhani kita tidak berkembang dan menyebarluas di dalam diri kita.
B. Macam-Macam Pencabangan Penyakit Ruhani
1. Nifaq.
Orang yang mempunyai sifat dan sikap nifaq disebut munafik. Munafik dalam arti populernya ialah orang yang suka berpura-pura atau lain di mulut lain di hati. Menurut agama Islam ialah orang-orang yang menyembunyikan kekufuran di dalam hatinya dan menyatakan iman dengan lidahnya. Dalam Al-Qur’an, banyak sekali ditemukan ayat-ayat yang melukiskan sifat dan sikap orang-orang munafiq ini.
a. Perusak. “Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi,” mereka menjawab,” Kami hanyalah orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Al-Baqarah: 11)
b. Pelanggar janji dan kikir. “Dan di antara mereka ada orang yang berjanji kepada Allah. Sesungguhnya jika Ia beri kami karunia-Nya, tentu kami akan menshadaqahkannya dan tentu kami akan menjadi orang-orang baik. Tetapi, tatkala Allah memberikan kepada mereka karunia-Nya, mereka menjadi kikir dan mereka berbalik haluan dalam keadaan berpaling.” (QS. At-Taubah: 75-76)
c. Suka mencela. “Ingatlah tatkala orang-orang munafik dan orang-orang yang dalam hatinya ada penyakit berkata, “Agama mereka telah menipu mereka, (padahal) barangsiapa yang telah menyerahkan diri kepada Allah, maka sesungguhnya Allah itu Maha Kuat lagi Maha Bijaksana.” (Al-Anfal: 49)
d. Malas shalat/beribadah dan ria. “Sesungguhnya orang-orang munafiq itu menipu Allah dan Allah balas menipu mereka, dan apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas, mereka ria kepada malaikat dan mereka tidak ingat kepada Allah, melainkan sedikit saja.” (QS. An-Nisa: 142)
2. Takabbur (sombong)
Takabbur adalah memandang rendah orang lain dan menolak kebenaran. Kekuasaan, kekayaan, kepintaran (ilmu yang banyak), kecantikan, kebangsawanan, dan sebagainya adalah penyebab seseorang menjadi takabbur. Karena ia berkuasa, kaya, pintar, cantik, dan bangsawan lantas ia merendahkan orang lain atau menolak kebenaran. Allah sangat tidak suka kepada orang-orang yang mempunyai sifat dan sikap takabbur ini.
“Dan janganlah kamu memalingkan wajahmu dari orang-orang (karena Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.” (QS. Luqman: 18)
3. Riya’
Riya’ ialah memperlihatkan amal kebajikan, supaya dilihat dan dipuji orang lain lantaran amal tersebut. Ada pula yang mengartikannya dengan:
a. Bekerja dengan menginginkan pujian orang, bukan beramal karena Allah secara ikhlas.
b. Suka memuji diri dan membanggakan kemuliaan dirinya, hartanya, ilmunya, keturunannya dan sebagainya.
Sifat dan sikap riya’ ini sangat dicela Allah. Allah berfirman:
۞ فويل للمصلين۞ الذين هم عن صلاتهم ساهون ۞ الذين هم يرآءون
“Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya.” (QS. Al-Ma’un: 4-6)
4. Hasad
Hasad (dengki) ialah rasa atau sikap tidak senang terhadap kerahmatan (kenikmatan) yang diperoleh orang lain, dan berusaha untuk menghilangkannya. Sikap ini termasuk akhlak tercela. Perlu dicamkan orang yang iri hati akan menyakiti hatinya sendiri, sedang nikmat yang diperoleh orang lain tidak dapat dihapuskan kecuali apabila Allah swt. yang mengambilnya.
اَم يَحسُدُونَ النَّاسَ عَلىَ مَاآتَاهُمُ الله مِن فَضْلِهِ
“Adakah (patut) mereka iri hati kepada manusia atas karunia yang telah diberikan Allah kepada mereka?” (QS. An-Nisa’: 54)
5. Pemalas
Malas artinya hilang kegairahan berusaha. Malas menyebabkan kegagalan dan kemunduran. Islam menghendaki kerajinan dan kesungguhan. Allah berfirman:
وجاهدوا في الله حقّ جهاده ۚ
“Dan berjihadlah (sungguh-sungguh) di jalan Allah dengan sebenar-benarnya jihad.” (QS. Al-Hajj: 78)
6. Hiqdu (dendam)
Menurut Drs. Barmawie Umarie, dendam ialah dengki yang telah mengakibatkan permusuhan, kebencian, memutuskan silaturrahim karena ia tidak segan-segan lagi membukakan rahasia orang. Menurut Imam Ghazali, dendam ialah hati terus merasa berat, marah, dan iri terhadap orang yang didendami. Yang demikian itu terus-menerus dan berkekalan. Kemudian Imam Ghazali menerangkan dendam itu membuahkan perkara:
- Dengki
- Senang, kalau orang yang didendami itu tertimpa bahaya
- Memutuskan silaturahmi
- Berusaha untuk menghinakannya
- Membuka rahasianya
- Mengejek dan menghinanya
- Menyakiti badannya
- Melarang dari haknya
Islam sangat menganjurkan memaafkan seseorang apabila seseorang tersebut berbuat salah agar terhindar dari sifat dendam. Allah berfirman:
وَالكَاظِمِينَ الْغَيظَ وَالعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ
“… dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Ali-Imran: 134)
7. Namimah (mengadu domba)
Diartikan sebagai perbuatan mengadu domba diantara orang beriman. Namimah digunakan untuk memicu pertengkaran, sehingga bisa menyulut kekacauan. Perbuatan ini sangat terlarang, melanggar hukum, dan berdosa. Siapapun yang meninggal dunia tanpa bertaubat dari perbuatan namimah, dia akan mendapat siksa neraka sebelum masuk surga.
Menurut Drs. Barmawie Umarie, namimah ialah menyampaikan perkataan seseorang atau menceritakan keadaan seseorang atau mengabarkan pekerjaan seseorang kepada orang lain dengan maksud mengadu domba antara keduanya atau merusak hubungan baik antara mereka. Bila hal itu dibiarkan, maka akan menimbulkan rusaknya hubungan silaturahmi dan kacaunya masyarakat serta timbulnya saling curiga. Karena itu Islam mengajarkan apabila ada orang membawa suatu kabar, jangan cepat dipercaya, selidikilah terlebih dahulu. Allah berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, jika seseorang yang fasik datang kepada kalian membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurat: 6)
8. Ghibah (mengumpat)
Pengertian ghibah adalah dosa besar yang mengharuskan pelakunya melakukan pertaubatan kepada Allah. Ghibah adalah dosa karena orang yang digunjingkan tidak hadir dan terlibat dalam perbincangan sehingga dia tidak bisa membela diri. Orang yang digunjing tidak dapat memberi alasan yang tepat untuk menjelaskan perkara yang sebenarnya. Kesepakatan para ulama memutuskan ghibah sebagai perbuatan terlarang. Tidak ada pengecualian terbebasnya seseorang dari aturan ini kecuali beberapa kondisi, seperti penetapan status dan keaslian perawi hadis dan pemberian saran yang sepenuh hati. Dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 12, Allah menyamakan perbuatan ini dengan memakan daging saudaranya yang sudah mati. Allah berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kalian yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kalian yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kalian merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (Al-Hujurat: 12)
C. Metode Pengobatan Penyakit Rohani
Didalam sebuah hadits riwayat muslim disebutkan bahwa “Tiap-tiap penyakit itu ada obatnya”, begitu pula dengan penyakit rohani.[4] Ada beberapa metode yang dapat dilakukan untuk mengobati penyakir rohani, diantaranya yaitu :
- Sadar dan bermuhasabah (intropeksi diri). Sadar yaitu mengerti dan menghayati. Apabila kita sudah mengerti, maka kita tidak akan mau mengerjakan yang buruk. Dengan demikian penyembuhan penyakit rohani, pengertian dan penghayatan harus diperbanyak. Salah satu caranya adalah shalat. Seperti yang telah kita ketahui bahwa shalat dapat menjauhkan kita dari perbuatan yang keji dan munkar. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu, apabila mengenai mereka gangguan setan, mereka ingat dan mereka sadar.” (Al-A’raf:201)
- Selalu waspada atau mawas diri terhadap penyakit rohani. Mawas diri adalah selalu memandang diri sendiri dalam setiap gerak-geriknya, baik gerak-gerik jasmani ataupun gerak-gerik batin.[5]
- Taubat. Semua manusia pasti pernah mengalami penyakit rohani karena manusia adalah makhluk yang lemah dan mudah terpengaruh. Oleh karena itu, ketika penyakit rohani itu menyerang kita, maka hendaknya kita segera bertaubat kepada Allah dengan sebaik-baiknya taubat
- Memperbaiki iman dan memperbanyak amal shaleh. Dengan memperbanyak iman dana mal saleh akan membuat rohani kita menjadi sehat. Di dalam Al-Qur’an dijelaskan: “Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik.”
- Menghiasi siri dengan budi pekerti yang baik. Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwasanya penyakit rohani akan menimbulkan perilaku yang buruk, sehingga obat untuk menyembuhkannya adalah dengan mengembalikan perilaku buruk tersebut kepada perilaku yang baik sehingga hal tersebut akan menyehatkan rohani.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan demikian, dapat kita ambil kesimpulan bahwa penyakit rohani ialah sifat buruk dan merusak dalam batin manusia yang mengganggu kebahagian. Penyakit rohani juga memiliki akibat yang lebih serius dibandingkan penyakit jasmani. Selain itu juga penyakit rohani memiliki pencabangannya. Jika jasmani yang sakit, maka tentunya kita dapat berobat ke dokter, tetapi jika rohani kita yang sakit, maka tidak ada seorang dokter pun yang dapat mengobatinya selain diri kita sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Zaini, Syahminan. Penyakit Rohani dan Pengobatannya, Surabaya: Al-Ikhlas, 1984
Yakub, Ismail. Terjemahan Ihya ‘Ulumuddin: Imam Ghazali, Semarang: C.V. Faizan, 1979
Khan, Shakil Ahmad dan Wasim Ahmad, Ghibah: Sumber Segala Keburukan, Bandung: PT Mizan Pustaka, 2010
Fadilah, Siti Nur. Penyakit Rohani Dalam Perspektif Al-Qur’an. Vol. VI No. 1 Januari 2010: Journal.unj.ac.id
Sitiamaliafathan. “Blog Campur Aduk: Makalah Penyakit Rohani dan Pencabangannya”. (Online). Tersedia: sitiamaliafathan.blogspot.com yang direkam pada 9 Okt 2016
__________________
[1] Fadilah, Siti Nur. Penyakit Rohani Dalam Perspektif Al-Qur’an. Vol. VI No. 1 Januari 2010: Journal.unj.ac.id
[2] Syahminan Zaini, penyakit Rohani dan Pengobatannya, (Surabaya; Al-Ikhlas, 1984), hlm. 19.
[3] Artikel Al-Risalah An-Nidaa’ Siri 1, Penyuciaan Jiwa, Biro Akademik dan Dakwah Persatuaan Pendidikan Islam DPLI Universiti Malaya 2009, 6 Februari 2009.
[4] Jurnal studi Al-Qur’an oleh Siti Nur Fadlilah, Universitas Negeri Jakarta
[5] Syahminan Zaini, Penyakit Rohani dan Pengobatannya(Surabaya: Al-Ikhlas, 1984) hlm. 134
Baca juga: Karya Tulis