Makalah Akhlak Terhadap Allah dan Manusia
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tugas utama dari Nabi Muhammad SAW. Adalah menyempurnakan akhlak mulia di bumi ini. Mencakup semua bentuk sikap dan perbuatan yang terpuji di kalangan orang-orang (masyarakat) yang bertaqwa.
Akhlak mulia merupakan akhlak yang berlaku dan berlangsung di atas jalur al-Qur’an dan pembuatan Nabi Muhammad SAW dan Allah SWT menetapkan akhlak mulia bagi Nabi Muhammad SAW. dalam sikap dan perbuatan. Seperti di dalam Al-Qur’an surat Al-Qalam ayat 4:
“Dan sesungguhnya engkau Muhammad mempunyai akhlak yang mulia”.
Kesadaran akhlak adalah kesadaran manusia tentang dirinya sendiri, dimana manusia melihat atau merasakan baik atau buruknya suatu sikap yang ia perbuat. Disitulah membedakan halal dan haram, hak dan bathil, boleh dan tidak boleh dilakukan, meskipun dia bisa melakukan.
Dengan demikian setiap muslim diwajibkan untuk memelihara norma-norma (agama) di masyarakat terutama di dalam pergaulan sehari-hari, baik keluarga, kerabat, tetangga dan lingkungan kemasyarakatan. Berdasarkan latar belakang tersebut makalah ini akan membahas tentang akhlak kepada Allah dan manusia.
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi fokus permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
- Apakah pengertian dari akhlak kepada Allah SWT?
- Mengapa kita harus berakhlak kepada Allah SWT?
- Mengapa kita wajib mencintai dan taat kepada Rasulullah SAW?
- Bagaimana cara berakhlak kepada Rasulullah SAW?
- Bagaimana menjaga akhlak kepada orang tua?
- Apa saja ayat Al-Qur’an dan hadits nabi tentang akhlak kepada kedua orang tua?
- Apa yang dimaksud akhlak terhadap diri sendiri?
- Bagaimana akhlak terhadap diri sendiri?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
- Mengetahui pengertian dari masing-masing akhlak kepada Allah SWT.
- Mengetahui alasan mengapa kita harus berakhlak kepada Allah SWT.
- Mengetahui macam-macam dari akhlak kepada Allah SWT.
- Menjelaskan mengapa kita wajib mencintai dan taat kepada Rasulullah SAW.
- Menjelaskan bagaimana cara berakhlak kepada Rasulullah.
- Mengetahui cara menjaga akhlak kepada kedua orang tua
- Mengetahui ayat al-Qur’an dan hadits nabi tentang akhlak kepada orang tua
- Supaya kita tahu apa itu akhlak terhadap diri sendiri.
- Mengerti bagaimana akhlak terhadap diri sendiri.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Akhlak Kepada Allah SWT.
Setiap muslim meyakini, bahwa Allah adalah sumber segala sumber dalam kehidupannya. Allah adalah Pencipta dirinya, pencipta jagad raya dengan segala isinya, Allah adalah pengatur alam semesta yang demikian luasnya. Allah adalah pemberi hidayah dan pedoman hidup dalam kehidupan manusia, dan lain sebagainya. Sehingga manakala hal seperti ini mengakar dalam diri setiap muslim, maka akan terimplementasikan dalam realita bahwa Allah lah yang pertama kali harus dijadikan prioritas dalam berakhlak. Jika kita perhatikan, akhlak terhadap Allah ini merupakan pondasi atau dasar dalam berakhlak terhadap siapapun yang ada dimuka bumi ini. Jika seseorang tidak memiliki akhlak positif terhadap Allah, maka ia tidak akan mungkin memiliki akhlak positif terhadap siapapun. Demikian pula sebaliknya, jika ia memiliki akhlak yang karimah terhadap Allah, maka ini merupakan pintu gerbang untuk menuju kesempurnaan akhlak terhadap orang lain.
Titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji; demikian agung sifat itu, yang jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjangkau hakikat-Nya. Itulah sebabnya mengapa Al-Quran mengajarkan kepada manusia untuk memuji-Nya, Wa qul al-hamdulillah (Katakanlah “al-hamdulillah”). Dalam Al-Quran surat An-Nam1 (27): 93, secara tegas dinyatakan-Nya bahwa, Dan katakanlah, “Segala puji bagi Allah, Dia akan memperlihatkan kepadamu tanda-tanda kebesaran-Nya, maka kamu akan mengetahuinya. Dan Tuhanmu tiada lalai dari apa yang kamu kerjakan.”
Makhluk tidak dapat mengetahui dengan baik dan benar betapa kesempurnaan dan keterpujian Allah SWT. Itu sebabnya mereka sebelum memuji-Nya bertasbih terlebih dahulu dalam arti menyucikan-Nya. Jangan sampai pujian yang mereka ucapkan tidak sesuai dengan kebesaran-Nya. Bertitik tolak dari uraian mengenai kesempurnaan Allah, tidak heran kalau Al-Quran memerintahkan manusia untuk berserah diri kepada-Nya, karena segala yang bersumber dari-Nya adalah baik, benar, indah, dan sempurna.
Tidak sedikit ayat Al-Quran yang memerintahkan manusia untuk menjadikan Allah sebagai “wakil”. Misalnya firman-Nya dalam QS Al-Muzzammil (73): 9: (Dialah) Tuhan masyrik dan maghrib, tiada Tuhan melainkan Dia, maka jadikanlah Allah sebagai wakil (pelindung).
Kata “wakil” bisa diterjemahkan sebagai “pelindung”. Kata tersebut pada hakikatnya terambil dari kata “wakkala-yuwakkilu” yang berarti mewakilkan. Apabila seseorang mewakilkan kepada orang lain (untuk suatu persoalan), maka ia telah menjadikan orang yang mewakili sebagai dirinya sendiri dalam menangani persoalan tersebut, sehingga sang wakil melaksanakan apa yang dikehendaki oleh orang yang menyerahkan perwakilan kepadanya. Menjadikan Allah sebagai wakil sesuai dengan makna yang disebutkan di atas berarti menyerahkan segala persoalan kepada-Nya. Dialah yang berkehendak dan bertindak sesuai dengan kehendak manusia yang menyerahkan perwakilan itu kepada-Nya.
Allah SWT. yang kepada-Nya diwakilkan segala persoalan adalah Yang Maha kuasa, Maha Mengetahui, Maha bijaksana dan semua maha yang mengandung pujian. Manusia sebaliknya, memiliki keterbatasan pada segala hal. Jika demikian “perwakilan”-Nya pun berbeda dengan perwakilan manusia.
Perbedaan kedua adalah dalam keterlibatan orang yang mewakilkan. Jika Anda mewakilkan orang lain untuk melaksanakan sesuatu, Anda telah menugaskannya untuk melaksanakan hal tertentu. Anda tidak perlu melibatkan diri, karena hal itu telah dikerjakan oleh sang wakil. Ketika menjadikan Allah SWT. sebagai wakil, manusia dituntut untuk melakukan sesuatu yang berada dalam batas kemampuannya.
Perintah bertawakal kepada Allah atau perintah menjadikan-Nya sebagai wakil terulang dalam bentuk tunggal (tawakkal) sebanyak sembilan kali, dan dalam bentuk jamak (tawakkalu) sebanyak dua kali. Semuanya didahului oleh perintah melakukan sesuatu, lantas disusul dengan perintah bertawakal. Perhatikan misalnya Al-Quran surat Al-Anfal ayat 61: “Dan jika mereka condong kepada perdamaian, condonglah kepadanya, dan bertawakallah kepada Allah”.
1. Pengertian Akhlak Kepada Allah SWT.
Menurut Kahar Masyhur akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai khalik. Sehingga akhlak kepada Allah dapat diartikan Segala sikap atau perbuatan manusia yang dilakukan tanpa dengan berfikir lagi (spontan) yang memang seharusnya ada pada diri manusia (sebagai hamba) kepada Allah SWT. (sebagai Kholiq).
Kita sebagai umat islam memang selayaknya harus berakhlak baik kepada Allah karena Allah lah yang telah menyempurnakan kita sebagai manusia yang sempurna. Untuk itu akhlak kepada Allah itu harus yang baik-baik jangan akhlak yang buruk. Seperti kalau kita sedang diberi nikmat, kita harus bersyukur kepada Allah.
Menurut pendapat Quraish Shihab bahwa titik tolak akhlak kepada Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji; demikian agung sifat itu, jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjangkaunya. Seorang yang berakhlak luhur adalah seorang yang mampu berakhlak baik terhadap Allah ta’ala dan sesamanya.
2. Alasan Mengapa Seorang Muslim Harus Berakhlak Kepada Allah
Seorang muslim yang baik itu memang diharuskan berakhlak yang baik kepada Allah SWT. Karena kita sebagai manusia itu diciptakan atas kehendak-Nya, sehingga alangkah baiknya kita bersikap santun (berakhlak) kepada sang Kholiq sebagai rasa syukur kita.
Menurut Kahar Mashyur, Sekurang-kurangnya ada empat alasan mengapa manusia perlu berakhlak kepada Allah. Yaitu:
- Allah-lah yang menciptakan manusia. Dia yang menciptakan manusia dari air yang ditumpahkan keluar dari tulang punggung dan tulang rusuk hal ini sebagai mana di firmankan oleh Allah dalam surat at-Thariq ayat 5-7. sebagai berikut, yang artinya: “Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan?. Dia tercipta dari air yang terpancar. yang terpancar dari tulang sulbi dan tulang dada”. (ath-Thariq: 5-7)
- Allah-lah yang telah memberikan perlengkapan panca indera, berupa pendengaran, penglihatan, akal pikiran dan hati sanubari, disamping anggota badan yang kokoh dan sempurna kepada manusia. Firman Allah dalam surat, an-Nahl ayat, 78. yang artinya: “Dan Allah telah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati, agar kamu bersyukur”. (Q.S an-Nahl: 78)
- Allah-lah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang ternak dan lainnya. Firman Allah dalam surat al-Jatsiyah ayat 12-13. yang Artinya “Allah-lah yang menundukkan lautan untuk kamu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya, supaya kamu dapat mencari sebagian dari karunia-Nya dan mudah-mudahan kamu bersyukur.” “Dan Dia menundukkan untuk kamu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) dari pada Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kamu yang berpikir”. (Q.S al-Jatsiyah: 12-13)
- Allah-lah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan, daratan dan lautan. Firman Allah dalam surat Al-Israa’ ayat, 70. yang Artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak cucu Adam, Kami angkut mereka dari daratan dan lautan, Kami beri mereka dari rizki yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”. (Q.S al-Israa: 70).
3. Akhlak Terpuji Kepada Allah.
Yang Meliputi Antara Lain;
- Taqwa kepada Allah SWT. Definisi taqwa adalah memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala Perintahnya dan menjauhi segala larangannya.
- Cinta kepada Allah SWT. Definisi cinta yaitu kesadaran diri, perasaan jiwa dan dorongan hati yang menyebabkan seseorang terpaut hatinya kepada apa yang dicintainya dengan penuh semangat dan rasa kasih sayang.
- Bertaubat (Al-taubah). Bertaubat ialah suatu sikap yang menyesali perbuatan buruk yang pernah di lakukan dan berusaha menjauhinya, beserta melakukan perbuatan baik.
- Bersabar (Al-sabru). Bersabar ialah suatu sikap yang betah atau dapat menahan diri pada kesulitan yang dihadapinya. Maka sabar yang dimaksud adalah sikap yang diawali dengan ikhtiar, lalu diakhiri dengan sikap menerima dan ikhlas bila seorang dilanda cobaan dari Allah SWT.
- Senantiasa mengingat Allah SWT. Salah satu akhlak yang baik kepada Allah yaitu kita selalu mengingat Allah dalam keadaan apapun, baik dalam keadaan susah maupun senang.
- Memikirkan keindahan ciptaan Allah SWT. Yaitu kita dianjurkan untuk melakukan Tadzabur Alam, memikirkan tentang bagaimana kita diciptakan, dan lain-lain yang berkaitan dengan ciptaan Allah yang lain, supaya kita dapat merasakan keagungan Allah SWT. Sehingga kita dapat berakhlak yang baik kepada Allah.
- Muraqobah. Dalam hal ini, Muraqabah diartikan bahwa kita itu selalu berada dalam pengawasan Allah SWT.
- Bersyukur (As-syukru). Syukur yaitu memuji sang pemberi nikmat atas kebaikan yang telah dilakukannya. Syukurny seorang hamba berkisar atas tiga hal, yang jika ketiganya tidak berkumpul maka tidaklah dinamakan syukur. Tiga hal itu yaitu mengakui nikmat dalam batin, membicarakannya secara lahir, dan menjadikannya sebagai sarana taat kepada Allah.
- Bertawakkal (Al-tawakkalu). Ialah menyerahkan segala urusan kepada allah setelah berbuat semaksimal mungkin,untuk mendapatkan sesuatu yang diharapkannya.
- Ikhlas (Al-ikhlas). Ikhlas ialah menjauhkan diri dari riya’ (menunjuk-nunjukkan kepada orang lain) ketika mengerjakan amal baik. Maka amalan seseorang dapat dikatakan jernih, bila dikatakan dengan ikhlas.
- Raja’ (Al-raja’). Raja’ ialah sikap jiwa yang sedang menunggu (mengharapkan) sesuatu oleh allah SWT setelah melakukan hal-hal yang menyebabkan terjadinya sesuatu yang diharapkannya. Oleh karena itu bila tidak mengerjakan penyebabnya, lalu menunggu sesuatu yang diharapkan, maka hal itu disebut “tamani”atau hayalan.
- Bersikap takut (Al-khauf). Secara bahasa khauf berasal dari kata khafa, yakhafu, khaufan yang artinya takut. Takut yang dimaksud di sini adalah takut kepada Allah SWT. Khauf adalah takut kepada Allah SWT. dengan mempunyai perasaan khawatir akan adzab Allah yang akan ditimpahkan kepada kita. Cara untuk dekat kepada Allah yaitu mengerjakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
- Merealisasikan ibadah kepada-Nya. Akhlak berikutnya yang harus dilakukan seorang muslim terhadap Allah SWT adalah merealisasikan segala ibadah kepada Allah SWT. Baik ibadah yang bersifat mahdhah ataupun ibadah yang ghairu mahdhah. Karena pada hakekatnya, seluruh aktivitas sehari-hari adalah ibadah kepada Allah SWT. Dalam Al-Qur’an Allah berfirman (QS. 51: 56) yang artinya “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”.
B. Akhlak Kepada Rasulullah
Iman kepada para nabi merupakan salah satu butir dalam rukun iman. Sebagai umat islam, tentu kita wajib beriman kepada Rasulullah SAW. beserta risalah yang dibawanya. Untuk memupuk keimanan ini, kita perlu mengetahui dan mempelajari sejarah hidup beliau, sehingga dari situ kita dapat memetik banyak pelajaran dan hikmah. Allah berfirman:
لَقَدْ جَاءَ كُمْ رَسُولٌ مِّنْ أُنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَاعَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِاُ لْمُؤْمِنِيْنَ رَءُ وْفٌ رَّحِيْمٌ
“Sungguh, telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat rasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman.” (Q.S. at-taubah: 128)
Ditinjau dari silsilah keturunannya, nama lengkap Rasulullah adalah Abu Qasim Muhammad bin ‘abdillah bin ‘abdil Muthathalib bin Khasyim bin Abdi Manaf bin Qushayy bin Khilab bin Murrah bin Ka’ bin Lu-ayy bin Ghalib bin fihhr bin Malik bin an-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’add bin ‘adnan, dan Adnan adalah salah satu keturunan Nabi Allah Isma’il bin Ibrahim al-Khalil.
Beliau adalah penutup para nabi dan rasul, serta utusan Allah kepada seluruh umat manusia. Rasulullah adalah hamba yang tidak boleh disembah, dan rasul yang tidak boleh didustakan. Rasul adalah sebaik-baik makhluk, makhluk paling mulia dihadapan Allah, derajatnya paling tinggi, dan kedudukannya paling dekat oleh Allah.
Rasulullah diutus kepada manusia dan jin dengan membawa kebenaran dan petunjuk, yang diutus oleh Allah sebagai rahmat bagi alam semesta. Sebagaimana firman Allah:
وَمَآ أَرْسَلْنَكَ أِلاَّ رَحْمَةً لِّلْعَلَمِيْنَ
“Dan kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam” (Q.S. Al-Anbiyaa’: 107).
Allah menurunkan kitab-Nya kepadanya mengamanahkan kepadanya atas agama-Nya, dan menugaskannya untuk menyampaikan risalah-Nya. Kemudian Allah telah melindunginya dari kesalahan dalam menyampaikan risalah itu. Allah ta’ala mendukung nabi-Nya dengan mukjizat-mukjizat yang nyata dan ayat-ayat yang jelas, memperbanyak makan untuk beliau, memperbanyak air. Dan beliau mengabarkan sebagian perkara ghaib.
Mencintai Rasulullah adalah wajib dan termasuk bagian dari iman, semua orang islam mengimani bahwa Rasulullah adalah hamba Allah dan utusan-Nya. Makna mengimani ajaran Rasulullah SAW adalah menjalankan ajarannya, menaati perintahnya dan berhukum dengan ketetapannya.
Ahlus Sunnah mencintai Rasulullah SAW dan mengagungkannya sebagaimana para sahabat beliau mencintai beliau lebih dari mencintai mereka kepada diri mereka sendiri dan keluarga mereka, sebagaimana sabda Rasulullah:
لايؤمن أحدكم حتّى اكون أحبّ اليه من نفسه ووالِده وولَده والنّاس أجمعين
Artinya: Tidak beriman salah seorang diantaramu, sehingga aku lebih dicintai olehnya daripada dirinya sendiri, orang tuanya, anaknya dan manusia semuanya. (H.R. Bukhari Muslim).
Sebagaimana yang terdapat dalam kisah “Umah bin Khaththab r.a., yaiu sebuah hadis dari sahabat ‘Abdullah bin Hisyam r.a, ia berkata’:
“kami mengiringi Nabi dan beliau menggandeng tangan ‘Umar bin Khaththab r.a,’ kemudian Umar berkata kepada Nabi, “Wahai Rasulullah, sungguh engkau sangat kucintai melebihi apapun selain diriku”, maka Rasulullah menjawab “tidak, demi yang jiwa ku berada ditangan-Nya, hingga aku sangat engkau cintai melebihi dirimu”, lalu Umar berkata “Sungguh sekaranglah saatnya, demi Allah engkau sangat kucintai melebihi diriku” maka Rasulullah berkata: “sekarang engkau benar wahai Umar”. (H.R. Al-Bukhori).
Allah SWT berfirman:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فَاتَّبِعُوْنِى يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَاللهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Katakanlah (Muhammad): “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. 3: 31)
Berdasarkan ayat dan hadis diatas, maka mencintai Rasulullah adalah wajib dan harus didahulukan daripada kecintaan kepada segala sesuatu selain kecintaannya kepada Allah, sebab mencintai Rasulullah adalah mengikuti sekaligus keharusan dalam mencintai Allah. Mencintai Rasulullah adalah kecintaan karena Allah, ia akan bertambah seiring dengan kecintaannya kepada Allah.
Kita wajib menaati nabi Muhammad SAW dengan menjalankan apa yang diperintahkannya dan meninggalkan apa yang dilarangnya. Hal ini merupakan konsekuensi dari syahadat (kesaksian) bahwa beliau adalah rasul (utusan Allah). Dalam banyak ayat al-Qur’an, Allah memerintahkan kita untuk menaati nabi Muhammad SAW. diantaranya ada yang diiringi dengan perintah taat kepada Allah sebagaimana firman-Nya:
….. يَـأيُّهَا اْلَذِيْنَ ءَامَنُواْ أَطِيْعُواْ اللَّهُ وَأَطِيْعُواْ الرَّسُولُ
“Wahai orang-orang yang beriman ‘taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad)’…..” (Q.S. Annisa: 59).
Allah SWT menyeru hamba-hamba-Nya yg beriman dengan seruan “Hai orang-orang yang beriman” sebagai suatu pemuliaan bagi mereka karena merekalah yang siap menerima perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya. Dengan seruan iman mereka pun menjadi semakin siap menyambut tiap seruan Allah SWT. Kewajiban taat kepada Allah dan kepada Rasul-Nya adalah dengan melaksanakan perintah-perintah -Nya serta larangan-larangan -Nya.
Kaum muslimin harus taat kepada Ulil Amri apabila dalam memerintah mereka menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah yang munkar. Akan tetapi jika mereka menyuruh kepada hal-hal yang dapat melalaikan kewajiban untuk taat kepada Allah SWT atau bahkan menyuruh perbuatan yang melanggar aturan Allah SWT maka tiap kita kaum muslimin tidak boleh menaatinya. Rasulullah SAW telah bersabda yang artinya:
“Sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam hal yang ma’ruf dan tidak ada ketaatan terhadap makhluk dalam maksiat terhadap sang Khaliq.
Apablia terjadi perbedaan pendapat di antara kaum muslimin atau antara mereka dengan Ulil Amri atau sesama Ulil Amri maka wajib baginya mengembalikan persoalan itu kepada Allah SWT dan Rasul-Nya yaitu dengan merujuk kepada kitabullah dan sunnah Rasul-Nya.
Jika benar-benar beriman seseorang hanya akan kembali kepada kitabullah dan sunnah Rasul-Nya dalam menyelesaikan segala perkara dan tidak akan berhukum kepada selain keduanya. Jika tidak maka iman seseorang dapat diragukan dari ketulusannya.
Dan jika seseorang benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir ia akan taat kepada Allah dan Rasul-Nya karena ia mengimani benar bahwa Allah SWT sesungguhnya Maha Mengetahui segala sesuatu baik yang nampak maupun yang tersembunyi
Terkadang pula Allah mengancam orang yang mendurhakai Rasulullah, sebagaimana firman-Nya:
.…فَلْيَحْذَرِالَّذِيْنَ يُخَالِفُوْنَ عَنْ أَمْرِهِ،أَنْ تُصِيْبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْيُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ
“..… Maka hendaklah orang yang menyalahi perintah Rasul-Nya takut akan mendapat cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (Q.S. An-Nur: 63).
Artinya hendaknya mereka takut jika hatinya ditimpa fitnah kekufuran, nifaq, bid’ah, atau siksa pedih didunia. Allah telah menjadikan ketaatan dan mengikuti Rasulullah sebagai sebab hamba mendapatkan kecintaan Allah dan ampunan atas dosa-dosanya, sebagai petunjuk dan mendurhakainya sebagai suatu kesesatan.
Pada diri Rasulullah terdapat teladan yang baik bagi segenap umatnya. Allah berfirman:
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُوْلِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْكَانَ يَرْجُوْاْ اللَّهَ وَالْيَوْمَ الأَخِرَوَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيْرًا
“Sungguh, telah ada pada diri rasulullah itu suri teladan yang baik untuk mu (yaitu) bagi orang yang mengharapkan (rahmat) Allah dan kedatangan hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah”. (Q.S. Al-Ahzaab: 21).
Al-Hafizh Ibnu Katsir r.a. berkata: “ayat yang mulia ini adalah pokok yang agung tentang meneladani rasulullah SAW dalam berbagai perkataan, perbuatan dan perilakunya.” Untuk itu, Allah SWT memerintahkan manusia untuk meneladani sifat sabar, keteguhan, kepahlawanan, perjuangan dan kesabaran nabi dalam menanti pertolongan dari Rabb nya ketika perang ahzab. Semoga Allah senantiasa mencurahkan shalawat kepada beliau hingga hari kiamat.
Kunci kemuliaan seorang mukmin terletak pada ketaatannya kepada Allah dan rasul-Nya, karena itu para sahabat ingin menjaga citra kemuliaannya dengan mencontohkan kepada kita ketaatan yang luar biasa kepada apa yang ditentukan Allah dan Rasul-Nya. Ketaatan kepada Rasul sama kedudukannya dengan taat kepada Allah, karena itu bila manusia tidak mau taat kepada Allah dan Rasul- Nya, maka Rasulullah tidak akan pernah memberikan jaminan pemeliharaan dari azab dan siksa Allah SWT, di dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:
مَنْ يُّطِعِ الرَّسُوْلَ فَقَدْ أَطَاعَ اللهَ وَمَنْ تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيْظًا
“Barang siapa yang mentaati Rasul, sesungguhnya ia mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling, maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka”. (QS. 4:80).
Di dalam ayat lain, Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada rasul dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu”. (QS 47: 33).
Manakala seorang muslim telah mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka ia akan memperoleh kenikmatan sebagaimana yang telah diberikan kepada para Nabi, orang yang jujur, orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh, bahkan mereka adalah sebaik-baik teman yang harus kita miliki, Allah SWT berfirman
وَمَن يُطِعِ اللّهَ وَالرَّسُولَ فَأُوْلَـئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللّهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاء وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَـئِكَ رَفِيقاً
“Dan barang siapa yang mentaati Allah dan Rasul (Nya) mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu nabi-nabi, para shiddiqin, orang yang mati syahid dan orang yang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya”. (QS. 4: 69).
Oleh karena itu, ketaatan kepada Rasulullah SAW juga menjadi salah satu kunci untuk bisa masuk ke dalam surga. Adapun orang yang tidak mau mengikuti Rasul dengan apa yang dibawanya, yakni ajaran Islam dianggap sebagai orang yang tidak beriman.
C. Akhlak Kepada kedua orang tua
1. Mentaati perintah kedua orang tua
Manusia penting untuk selalu menjaga akhlak kepada orang tua. Manusia harus mentaati perintah orang tua karena pada hakikatnya tidak ada orang tua yang menginginkan keburukan bagi anak anaknya, jadi apapun perintah mereka, tak lain adalah bentuk kecintaan yang tulus tanpa pamrih.
Keutamaan menjaga akhlak kepada orang tua melebihi keutamaan berjihad dijalan Allah, sebagaimana dalam hadis Abdullah bin Mas’ud r.a., yaitu sebagai berikut, yang artinya “Aku bertanya kepada Rasulullah SAW.: ‘Amalan yang paling utama?’ Beliau menjawab: ’shalat tepat pada waktunya.’Aku bertanya lagi: ‘Kemudian apa?’ Beliau menjawab: ‘Berbakti kepada kedua orang tua. ‘aku bertanya lagi: ‘kemudian apa? Beliau menjawab. ‘Berjihad dijalan Allah’.” (H.R. Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Ibnu Majah.)
2. Menolak perintah bermaksiat kepada allah dan rasul-Nya dengan cara baik dan Beretika
Keterbatasan pengetahuan dan keimanan, orang tua memerintahkan sesuatu yang bertentangan dengan perintah Allah maupun Rasulullah, jadi dalam keadaan semacam ini, agar akhlak kepada orang tua tetap terjaga, kita diperintahkan untuk menolak dengan cara cara yang baik. Allah berfirman dalam QS. Luqman ayat 15:
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan akusesuatu yang tidak da pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduannya, dan pergaulilah keduanya didunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku,kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. (QS. Luqman: 15)
3. Berkata sopan dan tidak melukai hati
Menjaga akhlak kepada orang tua dapat dilakukan dengan menjaga adab berbicara kepada kedua orang tua dengan menggunakan bahasa yang baik, kalimat yang sopan, dan tidak menyakiti hati. Allah berfirman dalam Q.S. Al-Isra’ Ayat 24. yang artinya “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang, dan ucapkanlah do’a: ‘Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik ku waktu kecil.”
4. Merawat kedua orang tua lanjut usia dengan sabar dan ikhlas
Agar Akhlak kepada orang tua seorang muslim tetap terjaga hendaknya mereka menjaga orang tuanya hingga akhir hayatnya. Allah berfirman dalam Q.S. A-Isra’ ayat 23 yang artinya “… Bila salah satu dari keduanya atau kedua-duanya mencapai usia lanjut disisimu, maka janganlah kamu katakan: “uhf!” dan jangan pula menghardik, dan katakana kepada mereka perkataan yang mulia!”
5. Mendo’akan orang tua semasa hidupnya dan setelah meninggal dunia
Islam menganjurkan umatnya untuk senantiasa menjaga akhlak kepada orang tua, berbuat baik kepada orang tua dalam keadaan apapun, dalam keadaan beriman maupun kafir, dalam keadaan senang maupun susah, dalam keadaan senang maupun susah, dalam keadaan sehat maupun sakit, dalam keadaan hidup maupun sudah meninggal.
Dalam hadis riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban, yang bersumber dari Abu Usaid bin Malik bin Rabiah As-Sa’idi, “Bahwa seorang laki laki Bani Salamah datang kepada Rasulullah, apakah masih ada sesuatu yang aku dapat lakukan untuk berbakti kepada kedua orang tuaku setelah keduanya wafat? Beliau bersabda, “Ya, yaitu mendo’akan keduanya, memintakan ampun, menunaikan janjinya, menyambung persaudaraan yang tidak disambung kecuali Karena keduanya, dan memuliakan kawan kawan mereka.”
Orang tua (ibu dan bapak) adalah orang secara jasmani menjadi asal keturunan anak. Jadi anak adalah keturunan dari orang tuanya dan darahnya adalah juga mengalir darah orang tuanya. Seorang anak kandung merupakan bagian dari darah dan daging orang tuanya, sehingga apa yang dirasakan oleh anaknya juga dirasakan oleh orang tuanya dan demikian sebaliknya.
Itu pula sebabnya secara kudrati, setiap orang tua menyayangi dan mencintai anaknya sebagai mana ia menyayangi dan mencintai dirinya sendiri. Kasih dan sayang ini mulai dicurahkan sepenuhnya terutama oleh ibu, semenjak anak masih dalam kandungan sampai ia lahir dan menyusui bahkan sampai tua.
Orang tua tidak mengharapkan balas jasa dari anak atas semua pengorbanan yang diberikan kepada anak. Harapan orang tua hanya satu yaitu kelak anaknya menjadi anak yang saleh dan salehah, anak yang memberi kebahagiaan orang di dunia dan mendo’akan mereka setelah mereka meninggal dunia.
Atas dasar itu, antara lain yang menyebabkan seorang anak harus berbakti kepada orang tua, bukan saja saat keduanya masih hidup, tetapi kebaktian anak itu harus lanjut sampai kedua orang tuanya meninggal.
D. Akhlak Seorang Muslim Pada Diri Sendiri
1. Berakhlak terhadap jasmani
a. Senantiasa Menjaga Kebersihan
Islam menjadikan kebersihan sebagian dari Iman. Seorang muslim harus bersih/ suci badan, pakaian, dan tempat, terutama saat akan melaksanakan sholat dan beribadah kepada Allah, di samping suci dari kotoran, juga suci dari hadas.
b. Menjaga Makan dan Minumnya
Makan dan minum merupakan kebutuhan vital bagi tubuh manusia, jika tidak makan dan minum dalam keadaan tertentu yang normal maka manusia akan mati. Allah SWT memerintahkan kepada manusia agar makan dan minum dari yang halal dan tidak berlebihan. Sebaiknya sepertiga dari perut untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga untuk udara. Allah SWT berfirman:
Maka makanlah yang halal lagi baik dari rizki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah ni’mat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah. (QS. An Nahl: 114)
c. Menjaga Kesehatan
Menjaga kesehatan bagi seorang muslim adalah wajib dan merupakan bagian dari ibadah kepada Allah SWT dan sekaligus melaksanakan amanah dari-Nya. Riyadhah atau latihan jasmani sangat penting dalam penjagaan kesehatan, walau bagaimna pun riyadhah harus tetap dilakukan menurut etika yang ditetapkan oleh Islam. Orang mukmin yang kuat, lebih baik dan lebih dicintai Allah SWT daripada mukmin yang lemah.
Dari sahabat Abu Hurairah, Bersabda Rasulullah, “Mu’min yang kuat lebih dicintai Allah dari mu’min yang lemah, dan masing-masing memiliki kebaikan. Bersemangatlah terhadap hal-hal yang bermanfaat bagimu dan mohonlah pertolongan kepada Allah dan jangan merasa malas, dan apabila engkau ditimpa sesuatu maka katakanlah “Qodarulloh wa maa syaa’a fa’al, Telah ditakdirkan oleh Allah dan apa yang Dia kehendaki pasti terjadi”. (HR. Muslim).
d. Berbusana yang Islami
Manusia mempunyai budi, akal dan kehormatan, sehingga bagian-bagian badannya ada yang harus ditutupi (aurat) karena tidak pantas untuk dilihat orang lain. Dari segi kebutuhan alaminya, badan manusia perlu ditutup dan dilindungi dari gangguan bahaya alam sekitarnya, seperti dingin, panas, dll. Karena itu Allah SWT memerintahkan manusia menutup auratnya dan Allah SWT menciptakan bahan-bahan di alam ini untuk dibuat pakaian sebagai penutup badan.
2. Berakhlak terhadap Akal
a. Menuntut Ilmu
Menuntut ilmu merupakan salah satu kewajiban bagi setiap muslim, sekaligus sebagai bentuk akhlak seorang muslim. Muslim yang baik, akan memberikan porsi terhadap akalnya yakni berupa penambahan pengetahuan dalam sepanjang hayatnya.
Seorang mu’min, tidak hanya mencari ilmu dikarenakan sebagai satu kewajiban, yang jika telah selesai kewajibannya maka setelah itu sudah dan berhenti. Namun seorang mu’min adalah yang senantiasa menambah dan menambah ilmunya, kendatipun usia telah memakan dirinya. Menuntut ilmu juga tidak terbatas hanya pada pendidikan formal akademis namun dapat dilakukan di mana saja, kapan saja dan dengan siapa saja.
b. Memiliki Spesialisasi Ilmu yang dikuasai
Setiap muslim perlu mempelajari hal-hal yang memang sangat urgen dalam kehidupannya. Menurut Dr. Muhammad Ali Al-Hasyimi (1993: 48), hal-hal yang harus dikuasai setiap muslim adalah: Al-Qur’an, baik dari segi bacaan, tajwid dan tafsirnya; kemudian ilmu hadits; sirah dan sejarah para sahabat; fikih terutama yang terkait dengan permasalahan kehidupan, dan lain sebagainya. Setiap muslim juga harus memiliki bidang spesialisasi yang harus ditekuninya. Spesialisasi ini tidak harus bersifat ilmu syariah, namun bisa juga dalam bidang-bidang lain, seperti ekonomi, teknik, politik dan lain sebagainya. Dalam sejarahnya, banyak diantara generasi awal kaum muslimin yang memiliki spesialisasi dalam bidang tertentu.
c. Mengajarkan Ilmu pada Orang Lain
Termasuk akhlak muslim terhadap akalnya adalah menyampaikan atau mengajarkan apa yang dimilikinya kepada orang yang membutuhkan ilmunya. Firman Allah SWT:
“Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui” (An-Nahl:43)
d. Mengamalkan Ilmu dalam Kehidupan
Diantara tuntutan dan sekaligus akhlak terhadap akalnya adalah merealisasikan ilmunya dalam “alam nyata.” Karena akan berdosa seorang yang memiliki ilmu namun tidak mengamalkannya. Firman Allah SWT:
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. As-Shaff).
3. Manfaat Akhlak Kepada diri sendiri
a. Jauh dari penyakit karena sering menjaga kebersihan
b. Tubuh menjadi sehat dan selalu bugar
c. Menjadikan badan kuat dan tidak mudah lemah
d. Memperoleh banyak ilmu
e. Dapat mengamalkan ilmu yang kita peroleh untuk orang lain
f. Membantu orang lain
g. Mendapat pahala dari Allah SWT
h. Selalu dalam lindungan Allah SWT
i. Jauh dari perbuatan yang buruk
j. Selalu ingat kepada Allah SWT
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Akhlak merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia, karena akhlak mencakup segala tingkah laku, tabiat, karakter manusia yang baik maupun yang buruk dalam hubungannya dengan Allah, sesama manusia dan diri sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Yazid bin Abdul Qadir Jawas. Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Bogor: Pustaka Imam As-syafi’I, 2013.
‘Iyad Qodi Ibn Musa Al Yahsubi. Keagungan Kekasih Allah ‘Muhammad SAW’. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.
Abdullah Thaha Al-‘afifi. Sifat dan Pribadi Muhammad SAW. Jakarta: Darul al-‘arabiyyah, 2007.
Faridl, Miftah. Etika Islam: Nasehat Islam Untuk Anda. Bandung: Pustaka, 1997.
Salamullah, Alaika. Akhlak Hubungan Vertikal. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008.
http://modulakhlak.blogspot.co.id/2011/12/khauf-dan-raja.html?m=1
http://www.usahataqwa.com/rohaniah/akhlak manusia-dan-alam.html
Mazhahiri Husain Syaikh. Mencintai Keluarga Rasulullah. http://buletinmitsal.wordpress.com/about/m/mencintai-keluarga-rasul.
http://ahqorulbaroya.blogspot.com/2013/04/akhlak-anak-terhadap-orang- kedua-orang-tua.html
https://rizkifisthein.wordpress.com/2011/06/23/akhlak-terhadap-diri-sendiri/
Baca juga: Karya Tulis