Makalah

Makalah Akhlak Dalam Kehidupan Sosial Kemasyarakatan

BAB I 
PENDAHULUAN 
 
A. Latar Belakang
   Akhlak memiliki peranan penting bagi perjalanan hidup manusia, dimana akhlak merupakan salah satu khazanah intelektual muslim yang kehadirannya hingga kini makin dirasakan dan memandu perjalanan hidup manusia agar selamat di dunia dan akhirat. Tidak berlebihan jika misi utama kerasulan Muhammad SAW, adalah untuk menyempurnakan akhlak mulia, dan sejarah mencatat bahwa faktor pendukung keberhasilan dakwah beliau antara lain adalah akhlaknya yang mulia. Maka dari itu makalah ini akan mengupas akhlak dalam kehidupan sosial kemasyarakatan dan pelestarian lingkungan. 
 
B. Rumusan Masalah 
  1. Bagaimana akhlak dalam kehidupan sosial kemasyarakatan terhadap sesama muslim? 
  2. Bagaimana akhlak dalam kehidupan sosial kemasyarakatan terhadap non-muslim? 
  3. Apa saja tanggung jawab muslim dalam kehidupan sosial terhadap kemasyarakatan? 
  4. Apa saja tanggung jawab muslim terhadap lingkungan? 
  5. Apa saja tanggung jawab muslim dalam pelestarian lingkungan hidup? 
C. Tujuan Penulisan 
    Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui, mempelajari, dan menambah wawasan tentang akhlak dalam kehidupan sosial kemasyarakatan dan pelestarian lingkungan hidup. Oleh karena itu makalah ini akan membahas sedikit-demi sedikit. 
 
BAB II 
PEMBAHASAN 
 
A. Akhlak dalam kehidupan sosial kemasyarakatan terhadap sesama muslim 
    Pokok utama kerasulan Nabi Muhammad SAW adalah menyempurnakan akhlak yang mulia. Mencakup semua bentuk sikap dan perbuatan yang terpuji dikalangan orang-orang (masyarakat) yang bertakwa. Akhlak mulia merupakan akhlak yang berlaku dan berlangsung diatas jalur Al-Qur’an dan perbuatan Nabi Muhammad SAW. Dalam sebuah hadist terdapat kewajiban-kewajiban muslim terhadap muslim lainnya, yaitu : 
 
حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ: إِذَا لَقِيْتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْهُ وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللهُ فَشَمِّتْهُ وَإِذَا مَرَضَ فَعُدْهُ وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ 
    Artinya: “Kewajiban seorang muslim terhadap muslim ada enam, yaitu: “apabila engkau berjumpa dengannya ucapkanlah salam kepadanya, apabila ia mengundang engkau hendaklah engkau menepatinya, apabila ia meminta nasehat kepada engkau hendaklah engkau menasehatinya, apabila ia bersin kemudian ia mengucapkan hamdalah hendaklah engkau mengucapkan tasymit (yarhamaukallah/i), apabila ia sakit hendaklah engkau menjenguknya, dan apabila ia meninggal dunia hendaklah melayatnya dan mengantarkan kepemakamannya”. (HR.Bukhori) 
    Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan terhadap sesama muslim terdapat 9 sarana akhlak, sebagai berikut: 
1. Tata Cara Berbahasa 
    Setiap muslim dan semua orang diperintahkan untuk selalu berbahasa dengan bahasa yang jelas dan baik, bahasa yang mudah dimengerti oleh lawan bicara. Penggunaan bahasa bermacam-macam baik pada anak-anak, remaja, atau dewasa. Bahasa kadang mudah diucapkan pada orang berdua, bertiga dan seterusnya. Ada bahasa untuk pertemuan, perpisahan atau bahasa pengabdian, karena ada perbincangan atau percakapan bahasa, maka orang yang diajak bicara diperintahkan untuk memperhatikan. 
2. Tata Cara Salam 
    Setiap masyarakat, agama atau bangsa memiliki tata cara memberi salam, sebagaimana juga dengan Islam “Salam” telah menempati kedudukan sendiri dalam islam, lebih istimewa dibanding dengan agama diluar Islam[1]. Adapun tata caranya: 
 
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: عن أبي هريرة رضي الله عنه 
(يُسَلِّمُ الصَّغٍيْرُ عَلَى الْكَبِيْرِ وَالْمَرُّ عَلَى الْقَاعِدِ وَالْقَلِيْلِ عَلَى الْكَثِيْرِ(متفق عليه 
    Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah SAW bersabda “Hendaklah salam itu diucapkan yang muda kepada yang tua, yang berjalan kepada yang duduk, dan yang sedikit kepada yang banyak.” (Muttafaqun Alaihi). 
    Dari hadist diatas, ucapan salam adalah penganjuran bagi orang yang gidup dimasyarakat atau rumah sendiri. Sebagai landasan salam didalam firman Allah surah An-Nur ayat 27 dijelaskan : 
    “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya, yang demikian itu lebih baik bagimu, agar salam kamu (selalu) ingat”.[2]
3. Tata Cara Makan dan Minum 
Dalam makan minum juga mempunyai tata cara tersendiri, sebagai berikut: 
  • Memakai tangan kanan
  • Membaca do’a 
  • Tidak berdiri 
  • Tidak berbicara dan bersandar 
  • Berhenti sebelum kenyang 
  • Tidak boleh menggunakan peralatan dari emas dan perak 
  • Jangan menarik nafas dan menghembuskan kembali kedalam cangkir 
  • Bila didalam suatu perkumpulan hendaknya mengambil makanan yang terdekat 
4. Tata Cara di Majelis Pertemuan 
    Bagaimana adab kita berada di majelis pertemuan? Jawabannya adalah pertama kali baru masuk harus memberikan salam, kemudian baru dapat duduk yang telah disediakan, menyalami teman yang mendahului duduk, jangan sekali-kali menggeser tempat duduk milik orang lain, jangan menggunakan bahasa yang dapat menyinggung perasaan teman duduk. Ketika ingin meninggalkan tempat minta izin, juga bila keluar membaca doa kifarat ke luar majelis. 
5. Tata Cara Minta Izin Masuk 
    Di dalam masyarakat ataupun negara pastinya mempunyai aturan-aturan tertentu baik izin masuknya, seperti ingin memasuki kamar, rumah orang lain atau Negara. Dan aturan islam bagi seseorang yang ingin memasuki rumah orang lain, maka paling awal yang dilakukan adalah memberi salam, dan mengetuk pintu dilakukan sewajarnya, tidak boleh berdiri tepat ditengah-tengah pintu ketika dibuka. Apabila ditolak tidak boleh sedih hati namun harus dikendalikan dengan hati yang bersih. [3]
6. Tata Cara Memberi Ucapan Selamat 
    Ada 7 rangkaian (munasabah) yang ada dalam islam ketika mengucapkan “ucapan selamat”. Ke-7 rangkaian tersebut antara lain. 
  • Dalam rangka acara pernikahan 
  • Dalam rangka kelahiran seorang bayi kepada ibunya 
  • Kembalinya seorang musafir (yang berpergian) 
  • Pulangnya seseorang dari jihad 
  • Sekembalinya dari haji 
  • Pada hari raya idul fitri dan idul adha 
  • Ketika seseorang mendapat kenikmatan tertentu seperti kenaikan pangkat, mendapat hadiah apa saja yang membuat seseorang merasakan kebahagiaan. 
7. Tata Cara Berkelakar 
    Dalam ajaran islam bercanda diperbolehkan namun hal itu bukan berarti bebas, sesuka hati sehingga tak ingat norma sosial. Ada tiga syarat di perbolehkan bercanda yaitu 
  • Tidak boleh berlebih-lebihan sehingga menjadi lupa kepada Allah 
  • Tidak boleh berkelakar sehingga menyakiti baik yang bersifat jasmaniyah atau ruhaniyah, seperti ucapan hinaan 
  • Tidak bersifat dusta atau penipuan dan kata-kata kotor 
8. Tata Cara Menjenguk Orang Sakit 
    Dalam hidup bermasyarakat sudah selayaknya kita saling memperhatikan keadaan tetangga atau kerabat yang dekat dengan kita, salah satu wujud dari perhatian itu adalah menjenguknya ketika sakit, adapun hal-hal yang perlu diperhatikan ketika menjenguk orang sakit adalah: 
  • Segera menjenguk ketika mendengar kabar tentang kondisi kerabat 
  • Mengucapkan kata-kata yang meringankan beban batin orang yang sakit 
  • Mendo’akan secara khusus ketika menjenguk orang yang sakit, seperti do’a dibawah ini: 
الّلهُمَّ أَنْتَ الشَّافِيْ لَا شِفَاءَ إِلَّا شِفَاءُكَ شِفَاءً لَايُغَادِرُ سَقَمًا وَلَا أَلَمًا 
  • Bila sudah mendekati sakaratul maut hendaknya kita membimbing orang tersebut membaca talqin. 
9. Tata Cara Ta’ziyah 
  Ta’ziyah dilakukan untuk meringankan beban orang yang sedang kesusahan baik lahir maupun batin bagi keluarga yang ditimpa musibah, maka sikap dan tindakan tersebut untuk menentramkan hati mereka. Menurut agama islam tata cara ta’ziyah antara lain: 
  • Menunjukkan rasa bela sungkawa 
  • Memberikan nasihat yang baik 
  • Memberikan bantuan baik materil maupun non materil 
B. Akhlak dalam kehidupan sosial kemasyarakatan terhadap non-muslim 
  1. Mewujudkan kasih sayang kepada seluruh alam (termasuk pada orang non-muslim) 
  2. Tidak boleh menghina sesembahan mereka 
  3. Senantiasa berbuat adil 
  4. Tidak menghina kafir dzimmi 
  5. Tidak membalas salamnya seperti membalas salam kepada muslim 
  6. Tidak memberikan warisan 
  7. Tidak menjadikan non-muslim sebagai wali 
  8. Tidak menjadikan non-muslim teman akrab jika menghalangi kemajuan 
    Akhlak terhadap non muslim menurut etika: [4]
  1. Toleransi. Toleransi dalam kehidupan beragama juga harus diterapkan juga harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dengan menghormati praktik ibadah agama non-muslim dan hendaknya masing-masing saling menghargai, agar tercipta kehidupan sosial yang damai. 
  2. Mengucapkan selamat hari raya kepada agama lain. Dalam sudut pandang islam ada 2 pendapat yaitu memperbolehkan dan tidak memperbolehkan. Yang mengatakan boleh memandang bahwa ucapan selamat itu hanya bagian dari pergaulan sosial, sementara yang mengatakan tidak boleh berpendapat bahwa apabila hari raya berkaitan dengan keyakinan, maka ketika kita mengucap selamat artinya sama dengan mengakui keyakinan tersebut.[5]
C. Tanggung jawab muslim dalam kehidupan sosial kemasyarakatan 
   Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa bebas, dan terhadap perbuatannya harus bertanggung jawab. Allah menciptakan manusia tidak percuma begitu saja, namun Allah sudah membekali mereka dengan alat yang lebih sempurna sempurna dibandingkan makhluk hidup lainnya, seperti akal. Setiap tindakan dan perilakunya akan diadakan perhitungan, baik dan buruk, besar atau kecil, begitu juga akan ada hisab di depan tuhan yang tidak bisa dielakan. 
   Allah berfirman dalam surat al-Qiyamah ayat 36 yang menjelaskan tentang “tanggung jawab”: [6]
 
أَيَحْسَبُ الْإِنْسَانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدًى
 Artinya: “Apakah manusia mengira, dia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)?” 
    Secara tersirat ayat tersebut menghimbau hati nurani manusia untuk bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang di kerjakannya, bertanggungjawab atas pribadi diri sendiri, anggota keluarga, masyarakat, dan negara. Nabi Muhammad SAW adalah sebagai panutan utama dalam merealisasikan arti tanggung jawab di kehidupan nyata, keseluruhan hidup beliau untuk mendidik para sahabat bagaimana bertanggung jawab dalam alamiah dan tindakan. Taggung jawab manusia mencangkup semua aspek kehidupan baik politik, kenegaraan, ubudiyah, ekonomi, sosial kebudayaan, ilmiah. 
    Tanggung jawab yang paling penting adalah kepada Allah, nabi dan para sahabatnya selalu memenuhi segala amanah Allah sebagai khalifah dimuka bumi ini. Seperti, Abu Bakar bersikap tegas dalam memerangi kaum murtad dan anti zakat, Umar bin Khattab tegas terhadap perpajakan negara walaupun juga terhadap keluarganya. 
    Apabila diperhatikan, tanggung jawab ditegaskan adalah untuk mempertahankan keadilan, keamanan dan kemakmuran. Maka kemampuan seseorang bertanggung jawab dalam segala tindakan merupakan salah satu di antara kelebihan manusia. Manusia adalah makhluk mukallaf yang artinya diberikan beban dan tugas oleh Allah yang akan dimintai pertanggung jawaban pula. Kerawanan pada manusia sekarang adalah kegelisahan, kegoncangan, dan kedzaliman karena sikap banyak meremehkan tanggung jawab yang sebenarnya. 
 
D. Tanggung jawab muslim terhadap lingkungan 
    Seperti yang sudah diulas sebelumnya mengenai arti dari tanggung jawab, bahwa seorang muslim memiliki tanggung jawab atas keadaan lingkungannya, jika seorang ulama atau alim yaitu orang yang faham terhadap agama tinggal di lingkungan orang yang berakhlak madzmumah maka itu menjadi tanggung jawab nya untuk menyebarkan kebaikan dengan cara yang baik, tidak dibenarkan apabila ia meninggalkan lingkungannya tetap dalam kedzaliman atau kemkasiatan. Namun aapabil ia sudah menasehati namun tidak berubah dan ulam itu merasa takut atas prngaruh lingkungannya maka dinajurkan baginya untuk berhijrah dan menyebarkan agama Allah ditempat lain. 
 
E. Tanggung jawab muslim dalam pelestarian lingkungan hidup 
    Pemberitahuan seputar bencana alam begitu mendominasi media kita sepanjang tahun. Banyak pendapat bermunculan yang menyorot tentang sebab musabab terjadinya peristiwa ini. Setiap bencana terjadi, Tuhan dan alam yang marah disebut-sebut sebagai biang keladinya. Disamping itu, sebagian besar warga kita pun masih meyakini banyaknya bencana di kawasan merupakan hukuman tuhan untuk mengingatkan penguasa dan warganya untuk kembali kejalan yang benar. Namun, pandangan tersebut bisa juga digugat. Sebab, itu bisa diartikan semua orang yang menjadi korban seperti sudah rusak moralnya. Lalu, bagaimana dengan saudara-saudara kita yang hidupnya lurus, jujur, dan baik-baik, tetapi terkena banjir dan bencana? Mengapa mereka harus menanggung dampak buruknya? Tidak heran, kemudian juga ada sebagian kecil orang yang berani menjadikan Tuhan sebagai tergugat utama. 
    Apapun kacamata yang hendak kita pakai, bisa dipastikan kita akan sulit mencegah terjadinya bencana alam tersebut. Mengapa demikian? Sebab, keseimbangan alam terlanjur terganggu, bahkan rusak parah, akibat praksis hidup bernegara yang mengabaikan alam. Pengabaian itu, misalnya, membabat 4 hektar hutan atau pembakaran liar guna pembangunan gedung-gedung pemerintahan. Hal ini tentu saja memiliki dampak negatif yang bisa menyebabkan banjir bandang. Dan masih banyak program pembangunan pemerintahan tanpa memperdulikan kelestarian ekosistem.[7]
    Manusia menempati posisi terpenting dalam lingkungan hidup ini untuk melindungi lingkungan dari kerusakan untuk mejamin kelestariannya. Lingkungan hidup harus mendapat perhatian dan penanganan secara terpadu , baik dalam pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan,maupun pengembangannya. Islam memandang penataan lingkungan menjadi tanggung jawab manusia sebagai khalifah Allah di bumi 
 
وَلَا تُفْسِدُوْ فِيْ الأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَطَمَعًا إِنّ رَحْمَتَ اللهِ قَرِيْبٌ مِنَ الْمُحْسِنِيْنَ
    Artinya: “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap.” [8]
 
BAB III 
PENUTUP 
 
A. Kesimpulan 
  1. Akhlak terhadap sesama muslim hendaknya saling menyebarkan kebaikan dengan tata cara yang baik dan benar 
  2. Akhlak muslim terhadap non-muslim hendaknya saling menghargai satu sama lain tidak saling menghina 
  3. Akhlak terhadap masyarakat jama’ah hendaknya saling mengingatkan kepada kebaikan dan mencegah kepada kemungkaran 
  4. Tanggung jawab muslim terhadap lingkungan hendaknya melestarikannya agar menjadi lebih baik 
  5. Tanggung jawab terhadap lingkungan pelestarian hidup hendaknya agar selalu menjaga dan merawat 
 
 
DAFTAR PUSTAKA 
H.A. Mustofa. Akhlak Tasawuf. Cet. VI. Bandung: Pustaka Setia, 2014. 
Hadi, Syamsul Untung. Sikap Islam Terhadap Minoritas Non-Muslim. Jurnal Tsaqofah. vol. 12, no.1, 2014. 
Siswanto, Islam dan Pelestarian Lingkungan Hidup, Jurnal Karsa, vol. 
XIV no. 2, 2008. 
 
 
__________________
[1] H.A. Mustofa. Akhlak Tasawuf. Bandung, Pustaka Setia: Cet .VI , 2014.(hal.189-190) 
[2] Ibid.hal.190 
[3] Ibid.hal.191 
[4] http://arikusriyah.blogspot.com/2013/03/akhlak-terhadap-sesama-muslim-dan.html?m=1 
[5] Syamsul Hadi Untung, sikap islam terhadap minoritas non-muslim, Jurnal Tsaqofah, 2014,33,vol. 12, no.1 
[6] Q.S. Al-Qiyamah, ayat:36 
[7] Siswanto, Islam dan Pelestarian Lingkungan Hidup, Jurnal Karsa,2008,83, vol. XIV no. 2 
[8] Q.S Al-A’raf, ayat:56

BAB I 

PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang Masalah

    Dalam struktur ajaran islam, tauhid atau mengakui keesaan Allah SWT merupakan hal yang utama harus dilakukan. Karena di atas landasan tauhidlah seluruh bangunan islam diwujudkan. Tauhid tidak hanya diartikan percaya kepada keesaan Allah SWT, tauhid yang demikian mengharuskan adanya keseimbangan antara usaha manusia dengan kehendak Tuhan. 

   Dengan menggunakan sumber rujukan utama Al-Qur’an dan Al-Hadis serta pendapat ulama yang kompeten dan para ilmuwan dalam jumlah yang memadai, uraian pada bab ini akan menyajikan suatu pembahasan tauhid sebagai ilmu pengetahuan. Pembahasan ini didasarkan pada paham tauhid sebagaimana yang terdapat dalam kajian para ilmu fikih, juga dalam pandangan para filsuf Muslim dan ahli tasawuf. 

B. Rumusan Masalah

  1. Menjelaskan pengertian dan kedudukan Al-Tauhid? 
  2. Menjelaskan pandangan dasar penemu ajaran tauhid? 
  3. Menjelaskan peran ilmu tauhid dalam ilmu yang lain? 
  4. Menjelaskan konsep iman dalam tauhid? 

C. Tujuan Penulisan

    Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui, mempelajari, dan menambah wawasan tentang ilmu tauhid sebagai dasar pengembangan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu kami akan membahas sedikit demi sedikit memberikan ilmu ini dalam makalah islam dan ilmu pengetahuan. 

BAB II 

PEMBAHASAN 

A. Pengertian Dan Kedudukan Al-Tauhid

    Iman atau tauhid sebagaimana, secara harfiah berasal dari kata wahhadu yuwahhidu tauhidan, yang berarti mengesakan, meninggalkan, atau menganggap bahwa yang ada itu hanya satu. Tauhid selanjutnya digunakan untuk suatu ilmu yang membahas tentang keesaanTuhan dengan berbagai aspeknya berdasarkan dalil-dalil, baik yang diambil dari Al-Qur’an, Hadis Rasulullah SAW, maupun dalil-dalil yang bersifat rasional lainnya. Pengakuan terhadap keesaan Tuhan ini diterima dan dibenarkan dalam hati (tashdiq bi al-qalbi), di nyatakan dalam ucapan (qaulun bil lisani), dan dipraktikkan dalam perbuatan sehari-hari (wa amalun bi al-arkani). Pengertian tauhid secara tradisional sering bersifat teo-centred (memusat pada tuhan), dengan menyebutkan nama-nama atau sifat-sifat Tuhan, niat beribadah karena Tuhan, menyerahkan diri pada Tuhan, meminta segala sesuatu pada Tuhan, membela Tuhan, dan ingin melihat dan mendapatkan keridhaan Tuhan. 

Peran dan fungsi yang dapat dilakukan oleh tauhid: 

1. Ilmu Ushul al-Din 

    Karena ilmu ini membahas aspek pokok atau fundamental dari agama, yakni kepercayaan dan keyakinan yang kukuh dan terhujam dalam hati disertai dalil-dalil naqli (Al-Qur’an dan al-Hadis) dan dalil aqli (pemikiran akal yang kukuh). Dari keyakinan yang kukuh inilah lahir ilmu-ilmu agama lainnya, atau lahirlah syariat dalam bidang lainnya, seperti ibadah, akhlak, dan muamalah. 

2. Ilmu al-Kalam 

  Karena didalamnya dibahas tentang firman Allah SWT (Wahyu Al-Qur’an) serta pembicaraan atau perdebatan tentang berbagai masalah dengan menggunakan kata-kata atau perkataan yang dipotong oleh dalil-dalil Al-Qur’an. Berbagai masalah tersebut anatara lain tentang mukmin, kafir, musyrik, murtad, dan sebagainya; surga, neraka, kekuasaan tuhan, kebebasan dan keterbatasan manusia, qadla dan qadar, ikhtiar, kasab, dan nasib, hari akhirat, kebangkitan di alam kubur, dan kehidupan di akhirat. 

3. Ilmu al-Aqa’id 

    Karena ilmu ini membahas tentang hubungan yang kukuh Antara manusia dan Tuhan, atau ikatan batin manusia yang kuat, atau keyakinan yang teguh dari manusia atas adanya Tuhan. Dinamai akidah, karena jika ikatan ini lepas atau memudar, akan memberi dampak yang buruk bagi manusia. Ia akan kehilangan pegangan, hidup menjadi tidak terarah, goyah, dan mudah tergelincir pada kehidupan yang sesat. 

   Iman atau tauhid dalam islam adalah merupakan energi yang sangat dahsyat dan harus memberi pengaruh bagi kemajuan manusia secara seimbang, dunia akhirat. Dengan demikian, iman akan menjadi landasan ontology (sumber ilmu), epistemologi (metode ilmu), dan aksiologi (manfaat atau nilai ilmu). Dengan dasar iman, maka ilmu selain akan memperluas ruang lingkupnya, juga akan menyebabkan ilmu tersebut tidak akan sekuler. 

B. Penemu Ajaran Tauhid 

     Dalam ilmu perbandingan agama, Nabi Ibrahim disebut sebagai Bapak Teologi Islam yang beraliran monoteisme atau percaya pada satu Tuhan, atau tauhid. Konsep Tuhan yang dia temukan bukan hanya didasarkan pada hasil panca indra dan akal yang terbatas, melainkan juga berdasarkan pada intuisi yang dibangun berdasarkan kesucian jiwa (tazkiyah al-nafs). Nabi Ibrahim berupaya mengobservasi karakteristrik, sifat, dan fungsi dari benda-benda yang ada di alam jagat raya, seperti bintang, bulan, dan matahari yang timbul tenggelam di ruang jagat raya, hingga mengantarkannya pada kesimpulan tentang adanya Tuhan yang mendesain dan mengatur benda-benda ruang angkasa itu, yaitu Allah SWT. Tentang penggunaan panca indra, akal dan hati nurani dalam memahami alam jagat raya, fenomena alam tersebut dinyatakan dalam Al-Qur’an surah al-Nahl ayat 78, sebagai berikut: 

وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ ۙ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ 

    “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”. (QS. Al- Nahl [16]:78). 

    Dengan demikian, keimanan Nabi Ibrahim adalah keimanan yang ideal dan transformatif, itu adalah keimanan yang menyebabkan manusia menjadi pribadi yang bebas dari perbudakan dan penjajahan oleh manusia, bebas menentukan jalan hidupnya, bebas mengemukakan pendapat secara bertanggung jawab. Untuk mencapai kualitas iman yang transformatif itu, maka diperlukan hal-hal sebagai berikut. 

  1. Iman harus merupakan kepercayaan yang meresap ke dalam hati dengan penuh keyakinan, tidak campur syak dan ragu, memberi pengaruh bagi pandangan hidup, tingkah laku, dan perbuatan sehari-hari. 
  2. Iman harus sejalan dengan akal, dan didukung oleh wawasan ilmu pengetahuan yang luas. 
  3. Iman harus didasarkan pada hasil kajian dan penelitian yang integrated dengan menggunakan fisik, panca indra, akal dan hati nurani. 

    Iman yang harus dimiliki adalah iman yang sederhana rumusannya, namun dahsyat pengaruhnya, tidak terbelit-belit, tidak perlu perantara, tidak perlu protokoler, dan sebagainya. Iman yang cukup dikemas dalam kalimat laa ilaaha illa allah (tidak ada tuhan selain Allah). 

C. Peran Tauhid Dalam Integrasi Ilmu 

1. Tauhid Mengintegrasikan Aspek Ontologi (Sumber Ilmu) 

    Sumber-sumber yang berasal dari Allah SWT itu berupa ayat Al-Qur’an (wahyu) merupakan ayat Allah, ayat kauniyah (hujum-hukum yang ada di jagat raya), ayat insaniah (hukum-hukum) yang ada di masyarakat, akal pikiran, dan hati nurani. 

2. Tauhid Mengintegrasikan Aspek Epistemologi 

    Tauhid juga menyatukan aspek metode atau langkah-langkah dalam penelitian ilmu pengetahuan. Berdasarkan sifat dan cara kerjanya, penelitian dibagi lima macam. 

  • Penelitian bayani atau ijtihadi. Yaitu penelitian yang ditujukan untuk menggali ajaran atau hukum-hukum yang terdapat di dalam Al-Qur’an tentang berbagai kehidupan. 
  • Penelitian ijbari atau tashkhiri yang dilakukan dengan mengobservasi dan menggali rahasia yang terkandung dalam alam jagat raya, agar diketahui hukum-hukum, khasiat, dan hikmahnya guna disusun menjadi ilmu pengetahuan. 
  • Penelitian burhani adalah penelitian terhadap manusia dalam berbagai aspeknya. Misalnya meneliti perilaku transaksi jual beli, tukar-menukar barang dan jasa, yang menghasilkan ilmu ekonomi; meneliti gejala-gejala jiwa yang di hubungkan dengan potensi batin yang dimilikinya yang menghasilkan ilmu psikologi, dan seterusnya. 
  • Penelitian jadali adalah penelitian terhadap segala sesuatu dari segi hakikat, konsep atau jiwanya yang dilakukan dengan menggunakan akal pikiran (logika) yang dilakukan secara mendalam, radikal, universal, sistematis, dan spekulatif, yakni menerawang hingga batas yang tidak dapat dijangkau lagi. Seperti Tuhan yang menghasilkan filsafat ketuhanan atau teologi; tentang manusia yang menghasilkan ilmu jiwa; tentang baik buruk yang menghasilkan etika dan seterusnya. 
  • Penelitian irfani, yaitu penelitian yang menggunakan hati nurani (al-qadl) dan mata batin (al-fu’ad atau al-af’idah) dengan cara dibersihkan melalui taubat, sabar, ikhlas, tawakal, muraqabah, muhabbah, dan liqa illah. Dengan cara demikian, hatinya menjadi bersih dan kemudian Allah SWT memberikan cahaya kepada orang tersebut. 

3. Tauhid Mengintegrasikan Aspek Aksiologi 

    Iman erat hubungannya dengan aman, damai, sejahtera, dan terpercaya. Ilmu yang dihasilkan melalui berbagai riset serta dengan menggunakan segala potensi yang diberikan oleh Allah, yaitu potensi panca indra dan akal untuk meneliti fenomena alam, fenomena sosial dan hakikat, serta ditambah dengan menggunakan hati nurani, pada hakikatnya menggunakan fasilitas Tuhan. Oleh karena itu, hasil penelitian dalam berbagai ilmu itu harus diabadikan untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah dan mendekatkan diri kepada manusia. 

D. Konsep Iman Dalam Tauhid

1. Iman Dan Sikap Rasional 

    Iman menyuruh manusia memperkuatnya dengan dalil-dalil Al-Qur’an, al-Hadis, dan dalil-dalil yang bersumber dari hasil penelitian. 

    a. Iman dan Rasa Ingin Tahu 

      Karena keimanan tanpa pengetahuan tidak akan kukuh, atau mudah goyah. Demikian pula ucapan dua kalimat syahadat “Asyahadu alla illa Allah dan Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah”: Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah mengandung maksud, bahwa persaksian itu harus disertai pengetahuan yang lengkap dan valid. Seseorang yang layak jadi saksi adalah orang yang memiliki pengetahuan yang lengkap tentang disaksikannya itu. 

    b. Iman dan Kebebasan 

   Konsep Iman menyuruh manusia melakukan kegiatan secara bebas, dalam arti ia memiliki kebebasan untuk meneliti dan mengkaji guna menemukan rahasia tentang berbagai aspek kehidupan. Iman tidak boleh memaksa, menekan, membatasi, memperbudak, dan sebagainya, karena yang demikian dapat mengakibatkan berhentinya ilmu pengetahuan. 

2. Iman Dan Keterbukaan Serta Validasi 

    Iman yang dimiliki seseorang adalah iman yang terbuka dan iman yang dapat diuji kebenarannya, bukan iman yang palsu dan bukan iman yang pura-pura. 

3. Iman Dan Menumbuhkan Sikap Bertanggung Jawab 

    Bertanggung jawab artinya mampu memberikan bukti-bukti yang meyakinkan terhadap apa yang disampaikannya. 

4. Iman Menumbuhkan Amal Saleh 

    Hubungan iman dan amal saleh membawa konsekuensi perlunya ilmu pengetahuan. Yaitu ilmu pengetahuan tentang mana saja perbuatan yang tergolong saleh. Iman yang tidak disertai amal saleh adalah iman yang palsu, iman yang mandul, iman yang tidak membuahkan manfaat apa-apa bagi manusia dan lingkungannya. Demikian pula amal saleh yang tidak disertai dengan pengetahuan adalah amal yang tidak terarah, amal orang yang bodoh, bahkan amal yang dapat membahayakan. Dengan demikian, terdapat hubungan yang erat Antara iman dan ilmu pengetahuan. 

BAB III 

PENUTUP 

A. Kesimpulan

    Dalam struktur ajaran islam tauhid menempati posisi utama yang sangat strategis. Tauhid mendasari seluruh bangunan ajaran islam baik pada aspek akidah, ibadah, akhlak, maupun muamalah. 

    Tauhid dalam islam bukanlah tauhid yang dogmatif atau pasif. Yakni bahwa dengan mengakui atau mengimani keesaan Allah SWT, manusia akan terjamin keselamatan dan kebahagiaan hidupnya di dunia dan akhirat. Tauhid dalam islam adalah tauhid yang transformatif dan dinamis, yaitu tauhid yang menjadi energi yang dahsyat bagi timbulnya berbagai kegiatan yang membawa kebaikan bagi kehidupan manusia. 

    Dengan ajaran tauhid, dapat diketahui bahwa Allah SWT adalah Tuhan yang “Maha Aktif dan Maha Kreatif”. Yakni menciptakan berbagai hal yang berguna bagi kehidupan manusia. Dengan demikian, tauhid dapat digunakan sebagai dasar integrasi ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan peradaban dalam islam. 

DAFTAR PUSTAKA

Poeradisastra, SI. Sumbangan Islam kepada Ilmu & Peradaban Modern. Cet. II. Jakarta: LP3M, 1986. 

Khallaf, Abd al- Wahhab. ‘Ilmu Ushul al-Fiqh. Cet. IX. Jakarta: al-Majelis al-‘Ala al-Indonesiyyu lid Da’wah al-Islamiyah, 1396 H/ 1096 M. 

Zakaria, A. Pokok-pokok Ilmu Tauhid. Garut: IBN AZKA Press, 2008. 

Muthahhari, Murtadha. Manusia dan Alam Semesta. Jakarta: PT. Lentera basritama, 2002. 

Baca juga: Karya Tulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *